30. Nepotisme?

45.9K 1.5K 110
                                    

Omg thanks for 50k guys, ayra nggak nyangka aja bakal secepat ini. Kalian terbaik lah.

Enjoy, and happy reading.

Vana menarik selimut menutupi kepalanya, matanya terus terpejam seolah hendak menyambung mimpi yang sempat tertunda karena sesuatu yang mengusik tidurnya.

"Jangan menggangguku Lily, aku masih mengantuk." Lirih Vana pelan.

Namun seseorang yang mengusiknya tak juga menghentikan kegiatannya. Vana merasakan seseorang menarik selimutnya kebawah, membuat Vana berdecak sebal. Meskipun begitu kedua matanya masih setia terpejam.

Cup

Sebuah kecupan ringan sukses membuat kedua mata Vana terbuka lebar seketika. Bahkan bibirnya masih terasa basah karena kecupan itu. Sedetik setelah membuka matanya, Vana melirik tajam orang yang baru saja menciumnya.

"Siapa yang mengijinkanmu memasuki apartment perawan!"

"Kau? Perawan?" Dave mengulum senyum menyebalkannya, membuat mood Vana hancur pagi ini.

"Aku berbicara soal Lily."

Dave mengangguk menanggapi ucapan Vana "Gadis bar-bar itu ya? Dia sudah mengijinkanku masuk kamarmu." Kata Dave.

"Tidak mungkin." Kekuh Vana, tidak mungkin Lily mengijinkan Dave memasuki kamar apartmentnya, gadis itu sangat anti terhadap kaum Pria. Kecuali jika Pria tampan, oh sial! Dave masuk kategori itu.

"Kau tidak percaya? Bahkan dia mengijinkanku untuk menginap disini jika aku mau." Jelas Dave dengan tenang.

"Apa? Kenapa Lily melakukannya?" Tanya Vana bingung.

Dave terkekeh "Ah itu, aku hanya perlu memberinya kartu kredit unlimited padanya." Kata Dave.

"Dasar mata duitan." Guman Vana pelan, meruntuki kelakuan sahabatnya, Lily. Kemudian Vana beralih menatap Dave "Kau tidak akan menginap kan?" Kata Vana sambil merubah posisinya menjadi duduk.

"Tentu saja tidak, aku alergi tempat kecil, kumuh dan-" belum sempat Dave menyelesaikan ucapannya, sebuah cubitan kecil sudah mendarat di lengan kirinya dan membuatnya mengaduh pelan "Ahk- baik aku bercanda." Dave mengusap pelan lengannya tepat setelah Vana melepas cubitan mautnya.

Vana benar-benar membenci sifat Dave yang sombong dan suka meremehkan hal kecil, meskipun apartment nya memang tidak semewah rumah Pria itu, tapi setidaknya tempat ini tidak kumuh.

"Untuk apa kau datang kemari?" Tanya Vana menyelidik, seharusnya memang itu pertanyaan pertama yang harus Vana tanyakan pada Dave. Pria itu sudah mengganggu tidurnya dan menciumnya tanpa ijin, jadi sebaiknya Dave memiliki alasan yang bagus.

Dave yang terduduk disisi ranjangnya beranjak mengambil suatu berkas di nakas, Vana bahkan baru menyadari kalau memang terdapat beberapa berkas di nakas sebelah ranjangnya.

"Ini lamaran pekerjaanmu." Dave memberikan berkas itu pada Vana sebelum akhirnya Pria itu memilih beranjak ke sisi tengah ranjang dan merebahkan tubuhnya disana "Kau bilang padaku kemarin kau ingin melamar pekerjaan bukan? Setelah kebakaran yang menimpa cafe tempatmu bekerja. Jadi aku memutuskan untuk merekrutmu menjadi karyawan di perusahaan ku." Lanjut Dave yang masih merebahkan tubuhnya lalu memeluk guling disebelahnya.

"DAVE!!" teriak Vana lalu menepuk pantat Dave cukup keras "Sepatu nya lepas dulu!"

"Iya-iya, sabar sayang." Ujar Dave sambil melepas kedua sepatunya, sambil sesekali mengusap pantatnya yang terasa panas.

"Kau sudah menyiapkan semuanya?" Tanya Vana seolah tak percaya dengan berkas yang ia lihat.

"Ya. Lihat, aku bahkan sudah menyiapkan seluruh berkas yang kau perlukan, ijasah, surat lamaran, dan lainya. Kau hanya perlu datang untuk bekerja besok." Kata Dave.

Zrelost (END)Where stories live. Discover now