1.Rapat

11 1 0
                                    

Rapat pembuatan film The Lovers, film yang akan diadaptasi dari novel. Dalam rapat itu dihadiri oleh seorang Sutradara, Koordinator Produksi, Script Supervisor, editor dari novel The Lovers dan seorang gadis mungil sebagai penulis novel tersebut.

"Saya sudah memilih actor Bayu Eldonia sebagai pemeran Rijal, dan saya sudak contack, beliau setuju!" mereka yang hadir mengangguk mengerti. "Tapi yang jadi masalah, saya tidak menemukan cast yang cocok untuk memerankan Sinta! Ada ide?" mereka tampak berpikir.

Kriuk ...Kriukk.

Dalam rapat ini disediakan setoples keripik ubi pedas.

Kriukk... kriukk.

Semua yang duduk mengelilingi meja itu menoleh. Memandang gadis mungil yang berperan menjadi penulis itu heran, namun seolah bukan dia yang jadi perhatian, gadis itu tetap memakan keripik pedas dengan lahap. Sesekali kaki kecilnya menendang-nendang kaki meja membuat meja itu bergeser-geser.

Kriuukk...kriuuk.

Seorang wanita kisaran 30 tahunan memandang gadis itu lama, matanya memelototi gadis itu garang. Sesekali dia mengedip seolah memberi tahukan sesuatu lewat Bahasa isyarat.

"Kenapa lo kak Ris, kelilipan? Dari tadi kedip-kedip mulu." Sayangnya gadis itu tidak paham Bahasa isyarat.

Editor yang bernama Riska itu menghela napas dalam, mencoba menahan kesal dan malu yang sudah bercampur aduk menjadi gado-gado.

"Mbak Melly!" Koordinator Produksi itu memanggil sedangkan dua cowok lain di sampingnya masih memandang si penulis heran. Mulut mereka sama-sama terbuka seolah-olah yang mereka lihat saat ini adalah langka. Dan memang gadis itu... langka.

"Yes?"

"Novel The Lovers ini ... mbak terinspirasi dari mana?"

"Oh inspirasi ya?" gadis itu manggut-manggut. "Dari khayalan aja!" katanya nyengir, Riska—editornya menutup wajah malu. "Saya berharap bisa seperti tokoh Sinta yang polos, dan menemukan seorang cowok dewasa, dingin, ganteng, dan yang pasti holang kaya, jadi pacar saya." Dia nyengir lagi.

Melia Evrani.

Gadis mungil yang dewasa sebelum waktunya. Polos-polos bau taik ayam, ngeselin, nggak tahu malu seperti saat ini. Dan yang pasti tidak... profesional. Sama sekali tidak profesioanal dalam profesinya sebagai penulis.

Cowok yang merupakan Sutradara itu mencolek pinggang si Koordinator, membuat si pemilik menoleh dan mengengkat alis, bertanya. Namun si Sutradara yang namanya Orlen mengedip-ngedip. Dan seolah mengerti Andika—Koordinator Produksi itu memandang Melly lebih lama.

"Mbak mirip sama Sinta ya?"

"Ha?" gigitan keripik yang masih dipegangnya berhenti, Melly memandang Andika lama. "Mas tahu dari mana?"

"Feeling saya bilang kalau kalian mirip!" Andika mengangguk mantap.

"Mas ... pernah ketemu sama Sinta?" tanyanya polos. Kedua teman Andika menutup mulut menahan tawa, sedangkan Riska menutup wajah dengan kedua tangan menahan malu.

Andika meringis malu, pria itu menggaruk daun telinganya. "Enggak sih. Tapi kan saya baca dari novelnya!"

Melly manggut-manggut. "Kalau saya mirip Sinta berarti saya juga bisa dapat pacar kayak Rijal dong?" tanyanya bersemangat.

"Ahh iya. Jadi ... bagaimana kalau mbak aja yang memerankan Sinta, karena taanpa belajar pun kami yakin mbak bisa."

Mata Melly membola, hampi saja keluar dari tempatnya. "WAHH MAU MAU!"

***

"Lo nggak akan bisa!"

"Gue bisa!"

"Nggak!"

"Bisa kak! Gue pasti bisa, percaya deh!" Melly mencebik kesal.

"Ngga Melly!" Riska tetap menggeleng tegas.

"Bisa!"

"NGGAK GUE BILANG!"

"LAH SETAN! HIDUP-HIDUP SIAPA. GUE BISA, INGAT GUE BISA!" Melly mengepalkan tangannya—semangat. "Lagian urusan lo apasih kak?"

Riska menggeleng frustasi, "Mel kalo lo bikin malu, nama perusahaan penerbit yang akan malu. Bukan lo doang!" dia menjeda sesaat. "Lo kasih tahu aja ya, kalo lo nggak bisa!" Riska menelan ludah.

Melly bersedekap, gadis itu melipat kedua tangan dan memandang Riska layu. "Kak lo tahu kan kalo gue pengen ter—"

"Gue tahu Mell, tapi lo harus belajar acting dulu!" Riska tahu kalau ini puncak dari cita-cita Melly, tetapi ini Melly lho, di penandatanganan kontrak saja dia tidak bisa menjaga sikap. Lalu bagaimana kalau di film The Lovers nanti dia—

"Gue janji kak!" Riska melihat Melly, gadis itu menangkup kedua tangan di depan dada. Memohon.

Riska mengehla napas, kali ini tidak sanggup menolek permintaan gadis yang jauh sekali di bawah umurnya. "Oke. Tapi plis jangan bikin malu depan kamera!"

Melly tersenyum bahagia, gadis itu melangkah mendekati Riska yang duduk di depannya dan memeluk wanita dewasa itu erat. "Thank kak." Gumamnya sembari memejamkan mata.

"Hm, gue harap lo bisa sukses lewat ini!"

Melly mengangguk dan mengaminkan dalam hati.

Melly berjuang keras untuk bisa dikenal, gadis itu berusaha agar dirinya bisa sampai di titik yang dirinya sendiri tidak sangka. Melia berharap lewat ini, dia bisa memperbaiki kondisi hidupnya. 

*** 

Semua cerita yang aku buat pendk-pendek kan?

Nah~ kalau ini sih jauh lebih pendek. Kalau kamu suka jangan lupa voment agar aku cepat-cepat update.

Love....

Antara Cilok dan CinlokWhere stories live. Discover now