Bab 34 : Sudut Yang Salah

109 42 8
                                    

Yang terlihat baik sebenarnya belum tentu baik. Hanya saja kita melihat dari sudut yang salah.”

🍂

Waktu terasa cepat sekali beranjak, hingga tak terasa kini telah hampir menginjak tiga minggu Caca berada di rumahnya setelah kepulangannya dari rumah sakit.

Caca mengira berada di rumah jauh lebih baik dibanding rumah sakit. Namun, nyatanya semakin lama berada di rumah ia semakin merasa bosan karena setiap hari yang ia lakukan hanya terapi berjalan. Belum lagi Devin sampai mendatangkan dokter khusus untuknya.

"Devin ... udah dulu ya, Caca capek," Caca menatap Devin dengan tatapan memohon, lalu Devin membantunya kembali untuk duduk di atas kursi roda.

"Mau minum?" tanya Devin.

Caca menggeleng. "Caca mau sekolah. Devin juga sampai kapan mau kayak gini? Pulang sekolah langsung kesini bantu Caca terus ngajarin Caca lagi materi yang ketinggalan di sekolah."

"Devin emangnya gak capek?" Caca mengangkat kepalanya menatap Devin. "Capek, 'kan?"

"Nggak, gue malah seneng bisa ketemu bocil gue terus." Devin merapikan rambut Caca, lalu meletakkannya di belakang telinga. "Jangan pikirin gue, pikirin terapi lo."

Caca menunduk menatap kedua kakinya lirih. "Devin pasti malu punya pacar kayak Caca. Udah gak bisa jalan, manja, cengeng, banyak mau, cuma bisanya nge—"

"Besok lo ke sekolah," Devin menyela cepat, lalu menyentil kening Caca. "Gak suka gue denger lo hina-hina diri sendiri terus kayak gini."

"Yay!"

"Tapi nggak boleh macam-macam, pulang pergi gue yang anter. Harus rajin terapi dan gak boleh—"

"Bandel!" Caca menampilkan senyum lebarnya. Lalu, menatap Devin. "Caca tahu kok."

"Bocil pinter."

•••

"Eh, Nak Devin? Ngapain kesini pagi-pagi? Ini baru jam enam, Teh Caca juga pasti masih tidur."

Devin mengernyit. "Masih tidur?"

"Iya," Mbok Siti mengangguk, lalu membuka lebar pintu. "Masuk, Nak. Tunggu, Mbok Siti bangunin dulu."

"Boleh saya aja, Mbok?" Devin bertanya hati-hati.

"Oh, boleh. Silahkan atuh," Mbok Siti tertawa pelan. "Siapa tahu Teh Cacanya jadi seneng."

"Pasti," Devin tertawa pelan seraya meletakkan tasnya di atas sofa. Lalu, berlari cepat menuju kamar gadis itu.

Mbok Siti tersenyum hangat menatap punggung Devin. Sampai hari ini, Mbok Siti banyak menyadari sesuatu, bahwa pemuda itu telah banyak membawa perubahan pada Caca, gadis yang selama ini hanya mengenal kesunyian dan kehampaan.

•••

Devin mengetuk pelan pintu yang kini berada di hadapannya. Ia menggeleng pelan menatap pintu kamar gadis itu yang penuh dengan tulisan-tulisan aneh maupun sticker kartun.

"Bocil banget pacar gue, hadeh."

Walaupun sering berkunjung ke rumah ini, tapi ini kali pertama Devin menginjakkan kakinya di lantai atas rumah gadis itu, termasuk kamar Caca sendiri.

Devin kembali mengetuk pintu Caca. Namun, lagi-lagi tak ada jawaban dari gadis itu.

"Bocil, woi!"

"Bocil denger gue gak lo?"

TurtleWhere stories live. Discover now