Don't Forget

352 69 14
                                    

Caution :

Cerita ini based on personal feeling. Tidak bermaksud menyinggung siapa pun. Hanya kehaluan penulis. No offense 🙏🏻

.

.

.

Sosok itu menghilang. Tanpa kabar, lenyap bak ditelan malam. Tak ada pesan, surat, atau jejak yang ia tinggalkan untuk orang yang mengkhawatirkannya. Termasuk kekasihnya, Kim So Hyun.

Paginya disambut dengan rentetan pertanyaan yang tak mampu dijawab. Bibirnya kelu, memucat sedikit demi sedikit. Suara-suara sumbang kerap menemani langkahnya yang hanya ingin menghindar. Keramaian ini bergaung tanpa jeda. Menyesakkan.

Kalau boleh jujur, bukan hanya mereka, ia pun ingin tahu di mana keberadaan pria itu. Apa dia baik-baik saja? Kenapa menghilang? Apa tidak bisa mengabarinya? Tidak sedetik pun?

Air matanya lolos. Menjengkali keteguhan yang tak lama bertahan. Kakinya kehilangan tumpuan hingga ia berjongkok. Meremat sesak yang tak kunjung hilang. Seturut kepercayaan dirinya terkikis oleh banyaknya tanya.

Kenapa? Kenapa dia harus menghilang?

***

Seminggu sudah ia pergi. Bangku yang terletak di belakang, bersebelahan dengan jendela, terlihat sunyi. Keberadaannya yang lekat di ingatan, sepertinya mulai memudar di beberapa ingatan siswa lain. Terbukti mereka masih bisa bercanda, tertawa renyah, berlarian di dalam kelas, meski salah satu dari mereka telah menghilang.

Apa ada yang mengingatnya?

So Hyun sering menatap bangku itu. Kosong dan hampa. Persis penggambaran suasana hatinya yang terus merindu dalam diam. Nomor ponsel yang dijadikan dial utama, tak pernah aktif. Di titik sekarang, dia terus menunggu. Berharap pada secercah terang yang bisa menguatkan keyakinannya.

Dia akan kembali. Kesayangannya pasti kembali.

"Hyun!"

Gadis dengan tag name So Hyun itu tersentak. Kepalanya spontan menoleh ke arah sumber suara yang tak lain adalah sahabat kekasihnya, Kim Jihwan.

"Apa ada kabar dari Hanbin?" Pertanyaan itu terlontar tanpa dipikir dua kali.

Namun, harapannya lekas pupus setelah mendapati gelengan Jihwan.

"Maaf. Kami sudah berusaha mencarinya. Tapi Hanbin sepertinya tidak ingin ditemui." Bahkan seorang Jihwan yang sudah berteman sejak sekolah dasar membuat asumsi yang ingin disangkal So Hyun. Seperti memaksanya untuk ikut menyerah.

"Tidak mungkin. Hanbin tidak mungkin pergi tanpa alasan. Aku yakin saat ini dia ingin kembali, tapi dia hanya tidak tahu caranya. Aku yakin."

So Hyun berdiri gusar. Tangan kecilnya sempat mengepal. Geriknya menarik perhatian para siswa yang menatap runcing ke arahnya. Menyudutkan ia yang mencemaskan kekasihnya. Tatapan mereka ... seakan mengatakan dia berlebihan. Tak terlihat iba sama sekali.

Bergegas keluar kelas, So Hyun mengabaikan teriakan Jihwan yang menggema di lorong kelas. Ia tidak peduli. Logika mengarahkan langkahnya pada suatu tempat. Tempat yang tak luput dari absennya—setiap hari. Lagi-lagi di tempat itu So Hyun memupuk harapan baru. Tak terkecuali hari ini.

LOVE LETTERWhere stories live. Discover now