*45. Waktu Kematian*

176K 15.6K 2K
                                    

Aku up ulang part ini karena banyak yang nggak dapet notif dari kemarin. Klik votes, yak, biar aku semangat^

"Barra, Ayah bilang...." Killa menggigit bagian bawah bibirnya dengan kuat. "Ayah bilang, mau beli rokok. Killa suruh nunggu di rumah. Enggak! Killa harus tetep di rumah."

"Killa, Killa..." Barra mendekap tubuh mungil Killa. "Kita ke rumah sakit sekarang, ya."

"Ayah lagi beli rokok, Barr!"

"Ssttt," Barra mengunci pintu mobilnya secara paksa agar Killa tidak bisa mencoba keluar lagi.

Kalimat yang Vio lontarkan tadi, memberinya banyak ketakutan dalam diri Killa.

Kecelakaan.

Bagaimana bisa?

Takdir macam apa, huh?

Tuhan mau mengambilnya sang ayah di saat kehidupan mereka perlahan mulai membaik? Iya, begitu?

"Bisa aja itu cuma kecelakaan kecil," ujar Barra berusaha menenangkan Killa. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan normal, ekstra waswas karena perasaannya pun kalut. Cowok itu juga sama kagetnya dengan Killa.

"Aku harap gitu," ujar Killa dengan embusan napas berat. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Killa menggigiti ujung kukunya karena gugup.

Tadi Killa pingsan. Tubuhnya melemah saat itu. Vio mencari bantuan ke tetangga kanan-kiri dan tetangga yang paling gercep adalah Barra. Kebetulan Barra sedang merokok di teras rumahnya sambil melihat-lihat koleksi tanaman hias milik Vei yang semakin hari kian banyak.

"Jangan lupa napas. Buang semua pikiran negatif lo yang nggak baik itu."

Killa melenguh, kepalanya bersandar pada kaca mobil Barra. Jantungnya benar-benar berdebar tak keruan, berasa mau keluar. Berulang kali juga, Killa mengusap-usap dadanya.

"Tuh, ada minum," Barra menunjuk botol tupperwear warna pink yang ada di atas dashboard mobilnya. Ada di hadapannya. "Minum dulu biar rada tenang."

Killa menggeleng pelan, ia menolak.

Perasaannya resah gelisah. Tidak tenang. Sangat-sangat kacau.

Saat sudah tiba di parkiran rumah sakit, pikiran Killa semakin tidak keruan. Pikiran-pikiran negatif yang ada di benaknya itu terus berkembang membentuk cabang-cabang baru. Ada sebuah firasat mengganjal yang Killa rasakan.

Barra yang tahu tentang semua ketakutan Killa itu, ia mencoba menghiburnya. "Papa sama Mama gue lagi otewe ke sini, lho."

Berharap dapat respons dari Killa, tetapi cewek itu tetap diam. Keluar dari dalam mobil, Barra langsung menggandeng tangan Killa.

"Everything will be okay," ujar Barra yakin. Killa mendongakkan kepalanya demi menatap sepasang bola mata indah milik Barra. Ada pantulan dirinya di sana.

Lagi-lagi Killa menggigit bagian bawah bibirnya, mencoba mengenyahkan perasaan tidak nyaman yang tengah mendera dirinya.

Barra dan Killa langsung menuju ke ruang IGD di rumah sakit tersebut. Salah satu perawat menunjukkan ruang rawat Wiratmaja saat Barra bertanya mengenai pasien yang baru saja kecelakaan dan menyebutkan namanya.

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang