Vivlío [07] Different

405 47 0
                                    

"Kau itu bodoh atau idiot?!" gelas berisikan teh panas dilemparnya hingga cipratannya mengenai wajah sang pekerja. Terasa panas, membuat orang itu meringis pelan.

"Kau itu bisa bekerja tidak, sialan?!" bentakkan lelaki itu membuat tubuh kecilnya bergemetar. Bisa dihitung baru hari keempat ia bekerja, namun cobaan sudah datang menghampiri sekian banyak nan berat. Untuk pertama kalinya ia melayani Tuan Muda di kediaman Kim, dan ia rasa dari pertemuan awal beberapa jam lalu pun terasa sial untuknya. Terbukti, kembalinya marah Tuan Muda Kim itu.

"Di mana si tua Shin itu, hah?! Tidak bisakah ia mencari pembantu baru yang lebih berguna darimu?!" Bentak 'kan yang dilontarkan dari belah bibir Kim Jungwoo membuat tubuh kecil Na Meunsuk kembali bergetar. Seumur-umur, baru kinilah ia dibentak.

➖➖➖

Tubuhnya gemetar, juga warna merah menghiasi di sekitarnya. Wajahnya menunduk takut—tak berani menatap lawan bicara. Suasana cukup menegangkan, tatkala tiada keduanya mengeluarkan suara.

"Aku sudah bilang berapa kali, astaga.." napas pemuda Kim tercekat, kepalanya berdenyut sakit saat obsidian menatap hasil dari kelalaian pekerja barunya.

Kertas-kertas miliknya yang teramat penting lusuh tak terkira, mengakibatkan amarah tertahan kini siap meledak. Jantung wanita itu berpacu cepat, tak berani menatap manik yang kini menatapnya seakan ingin menyayat tubuhnya. "Angkat kaki, atau kubuat dirimu benar-benar hilang dari muka bumi ini, Na." Tak ada bentak'kan, namun mampu menggetarkan hati sang lawan bicara.

Wajah wanita itu memerah, banyak air tertahan di pelopak mata. Jika saja ia mendongak, dipastikan air itu tumpah bagaikan air keran. Jemarinya diremat kuat, namun getaran itu pun semakin tak beraturan.

"Cepat pergi, sialan!!" tersentak, lantas membungkuk'kan tubuh dan berlari kecil dengan telapak tangan menutup wajah—air mata pun terjun dengan bebas.

Memijit pangkal hidung, lalu mendengus kasar. Sebelumnya, Jungwoo—pantaskah dipanggil demikian, jika nyatanya sosok itu bukan aslinya?

Baiklah, panggil saja Tuan muda Kim. Atau terlalu panjang? Mari kita panggil Max.

Mengapa demikian? Karena tak sudi 'sosok' yang mengambil alih Jungwoo dipanggil dengan nama Koreanya. Terlalu memuakkan semua hal yang bersangkutan dengan pemuda lemah itu. Max sangat membencinya.

"Perempuan sial itu akan aku lenyapkan!" erangnya. Jemarinya meremas kuat kertas-kertas yang berserakan. Selang beberapa saat setelah menegak seperempat air mineral, dirinya kembali tenang. Stress yang dialaminya berangsur reda. Max itu tipe kepribadian lain Jungwoo yang memiliki tempramen yang sangat keterbalikan. Kejam dan keras patut disandangnya.

Kembali berkutit dengan kertas-kertas sialan—yang sialnya lagi ia menyukai pekerjaannya itu, daripada menjadi 'budak' agensi yang memuakkan. Sudah lelah menari, bernyanyi dan mengikuti kegiatan lainnya, dengan seenak dengkul saja orang-orang itu membuat peraturan (larangan) yang sama sekali tidak ia sukai. Seperti misalnya saja; jangan sampai orang lain mengetahui hubungan asmaramu dan jangan menjalin hubungan asrama sebelum mendapat persetujuan.

Demi Tuhan, persetan dengan itu semua. Tidak masuk di akal harus izin terlebih dahulu untuk menentukan cocok tidaknya pasangan dan perlu tidaknya dipublikasikan ke publik. Muak, satu kata yang mendeksripsikan pekerjaan seorang Public figure di negaranya. Lagipula, Max bukanlah Jungwoo yang terlalu takut menjalin sebuah hubungan. Sungguh sangat berbeda—karena Max merupakan seorang playboy akut. Perangai yang dibuatnya sangat berbeda dengan sosok kepribadian aslinya—dalam sehari, Max akan bermain dengan lima sampai tujuh wanita sekaligus. Baik itu hanya sekedar berpacaran yang kerjaannya jalan, makan, bergandengan tangan, bahkan yang lebih parah, jika ia menginginkan, persetubuhan pun akan terjadi. Hanya menikmati tanpa adanya rasa cinta karena setelahnya akan ia tinggalkan.

Benar-benar sangat berbeda.

"Tuan.."

Kepalanya menengadah (tak lagi terfokus pada tumpukan kertas) saat suara ketukan pintu didengarnya. "Masuk," merupakan satu kata yang ia ucapkan setelahnya.

Seorang wanita paruh baya berjalan menghampirinya. Kepalanya menunduk tak berani menatap tuan muda keluarga Kim. Berdiri beberapa langkah di samping keberadaan tuan mudanya. Max masih sibuk berkutat dengan lembaran kertas di atas meja tanpa menghiraukan kehadiran pekerjanya. Max tahu bibi Shin pasti akan membahas si pekerja baru.

to be continued

Seharusnya kemarin, mianhaeee_T

ⱽⁱᵛˡⁱᵒ [ⁱⁱ] ᴺᶜᵀ ¹²⁷ Where stories live. Discover now