Vivlío [12] Nakamura

314 42 1
                                    

"Eh, lonceng ini milikmu, Hyung?" Doyoung meraih lonceng yang berada di atas tas ransel milik Yuta. Memperhatikannya dengan seksama, lalu menunjukkan ke arah Yuta yang baru saja keluar dari kamar mandi—pemuda itu baru selesai mandi, dengan handuk masih berada di atas kepala, dia usapkan agar surainya tak lagi basah.

Yuta menyipitkan matanya guna melihat benda kecil di tangan Doyoung. "Oh, itu. Iya, aku membelinya di rumah." Kata 'rumah' berarti tempat kelahirannya. Osaka, Jepang. Doyoung mengangguk paham. Jemarinya memutar dan meraba setiap inci lonceng yang tak seberapa besarnya. Dia cukup tertarik dengan benda itu. Kecil, berwarna emas dihiasi peta merah, dan—saat lelaki kelinci itu menyentuh sisi atas (dekat ujung yang menjadi sanggahan bandul pengikat tali untuk lonceng) dia raba, terasa ukiran yang kentara di sana. Matanya yang memang sedikit bermasalah—memiliki plus—membuatnya harus menyipitkan mata.

Nakamura

Yang Doyoung tahu nama itu merupakan sebuah marga—seperti misalnya Kim untuk dirinya. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, Nakamura marga milik siapa, sedang abangnya itu memiliki marga Nakamoto, bukan Nakamura. Pikiran Doyoung kali ini menjuru ke nama ukiran yang memang sengaja Yuta pesan—dengan rekomendasi sendiri untuk namanya.

"Kau memiliki kekasih?" pemuda kelinci menatap Yuta yang tengah sibuk dengan gawainya.

Yuta menoleh, dan mendapatkan tatapan bertanya serta penuh selidik dari seseorang yang lebih muda setahun darinya. "Apa?" karena terlalu fokus menatap layar canggih di genggamannya, jadi saat pemuda kelinci menanyakan sesuatu, Yuta tidak terlalu mendengarkan. Dia hanya mendengar Doyoung memanggilnya.

Doyoung menaikkan sebelah alisnya. Tatapannya masih menyelidik Yuta yang tampak biasa-biasa saja—tidak tergertak sebab tatapannya. "Kau memiliki kekasih?" Doyoung mengulang pertanyaannya. Nada bicaranya kelewat serius—terdengar (seakan) menusuk dalam.

Sebenarnya Doyoung tidak mempermasalahkan jika abangnya itu—atau anggota lainnya, sekalipun itu Jisung si anggota termuda—memiliki kekasih. Menjalin sebuah hubungan itu hak masing-masing dan Doyoung tidak berhak melarangnya, hanya saja konteks di sini cukup berbeda. Pertanyaan menuntut dari Doyoung hanyalah sebuah kewaspadaan—karena bagaimana pun, jika memang Yuta memiliki kekasih, Doyoung akan mendukungnya sepenuh hati. Dia akan mendukung kebahagian saudaranya yang lain, selagi itu di jalan yang benar. Doyoung pasti akan turut senang.

"Kekasih? Apanya?" seakan tak paham dengan arah pembicaraan pemuda kelahiran 96, Yuta balik bertanya. Fokusnya kini tak lagi dengan gawai, melainkan seluruh atensinya beralih ke arah Doyoung yang tengah duduk di lantai dingin kamar, yang tengah menatapnya dengan tatapan seolah menuntut sebuah penjelasan.

Doyoung menghela napas, lalu bangkit dan menepatkan dirinya di sisi ranjang Yuta. Tangannya terulur guna menunjukkan sesuatu yang ia genggam sedari tadi. "Apakah ini untuk kekasihmu? Errr, terdapat marga lain di sini. Kurasa tidak ada marga Nakamura dalam keluargamu."

Yuta mengambil sebuah lonceng yang disodorkan Doyoung. Menatapnya dengan dahinya dikerutkan. Sebenarnya dia cukup bingung dengan pembahasan pemuda kelinci itu—karena, ya, Yuta tidak memiliki kekasih. Telah lama sekali sejak dia memutuskan hubungan sebelum debut, dan Yuta rasa, dia tidak pernah menceritakan kisahnya itu kepada siapapun. Hanya teman dan keluarganya di Jepang saja yang mengetahui, tidak dengan penggemar ataupun saudara setimnya di Korea. Jadi dia cukup bingung maksud Doyoung berujar demikian.

"Aku, tidak. Sudah kukatakan, aku membeli lonceng ini di 'rumah' dan perihal nama Nakamura—di mana nama itu? Aku saja tidak tahu tentang itu." Yuta mengamati setiap detail lonceng di tangannya. Matanya memincing guna menemukan ukiran yang Doyoung maksudkan.

Lagi-lagi, pemuda kelinci menghela napas, "aneh sekali. Di sini—lho?" Doyoung melebarkan matanya. Ukiran nama Nakamura tidak dia jumpai di sana—di lonceng yang berada di genggaman Yuta. Seingatnya, nama itu terukir sangat kecil di dekat sanggahan bandul. Lalu, mengapa sekarang tidak lagi ada?

"Aku sangat yakin tadi ada nama Nakamura di sini." Jari telunjuknya mengarah di tempat yang 'katanya' terukir nama Nakamura.

—To Be Continued—

ⱽⁱᵛˡⁱᵒ [ⁱⁱ] ᴺᶜᵀ ¹²⁷ Where stories live. Discover now