🦋DEANITA-6

232 26 0
                                    

🦋

Dea meletakan sebuah paper bag berisi baju dan celana olahraga milik Dean di meja laki-laki tersebut. Untunglah keadaan kelasnya masih sepi. Jadi, Dea tak perlu repot-repot menjelaskan kenapa ia bisa meminjam baju dan celana olahraga Dean.

Ketika Dea berbalik. Ia mendapati Dean memasuki ruang kelas dengan wajah datar. Sampai Dean melewati Dea yang masih setia berdiri di samping meja.

"Thanks," ucap Dea, kemudian melangkah pergi keluar kelas.

Dean hanya mengangguk.


🦋

Jam pelajaran pertama kelas XI IPA 3 olahraga. Kelas XI IPA 3 berbaris rapi begitu sudah dibagi kelompok. Masing-masing di beri kesempatan menshoot bola basket ke ring sebanyak tiga kali.

Giliran Dea tiba. Ia berdiri di belakang garis. Mengambil ancang-ancang dan melempar bola dengan penuh keyakinan.

Masuk!

Tapi, ternyata dugaannya salah. Bola orange tersebut membentur sisi ring. Dan melambung mengenai seseorang yang sedang berdiri di sisi lapangan.

Duk!

Seketika itu juga seorang siswi yang terkena lemparan bola basket langsung pingsan. Hal tersebut membuat beberapa siswa-siswi lainnya berkerumun. Dan salah seorang diantaranya Dean, dia mengangkat siswi tersebut ke UKS.

Pandangan Dea tak lepas saat Dean dengan terburu-buru melewati koridor. Di dalam hati, sungguh tak ada niat sedikitpun Dea membuat orang celaka.

Setelah beberapa menit, Dea berlari melewati koridor menuju UKS. Dea masih berdiri mematung di depan pintu putih. Ia ingin masuk. Namun, takut mengganggu. Kakinya, sudah berbelok hendak berbalik arah. Sayangnya tindakannya tersebut terhenti. Karena sebuah tangan mencekalnya.

Mau tak mau Dea berbalik. Cekalannya langsung dilepas ketika Dea bertatap muka dengan orang yang mencegahnya.

Kedua tangan Dean dimasukan ke dalam saku celana. Pandangannya lurus menatap Dea penuh selidik. "Lo berulah lagi?" Pertanyaan Dean seolah hal tadi sering dilakukan.

Gue gak sejahat itu!

"Gue gak sengaja." Bola mata Dea bergerak gelisah. Ia juga merasa bersalah atas tindakan tersebut. Meski semua itu real tanpa sengaja.

"Gue ingatkan. Lo boleh ngehina dan ngerjain gue. Tapi, gak untuk orang lain. Berhenti, membuat orang-orang tak mampu menderita! Lo udah kelewat batas!" bentak Dean dengan tatapan tajam. Setelah mengatakan itu Dean melenggang pergi melewati Dea yang masih terdiam.

"Gue gak sejahat itu," gumam Dea pelan.

Meski ragu akhirnya Dea membuka knop pintu UKS. Pandangannya terhenti pada kasur di nomor dua yang tirainya terbuka setengah. Langkahnya terus maju menghampiri seorang siswi yang masih terbaring di atasnya.

Sudah dekat. Dea bisa melihat dengan jelas siapa yang tertidur. Dia, Nisa teman sekelas sekaligus teman sebangkunya beberapa hari lalu. Walau begitu, rasa bersalah tetap ada dalam diri Dea. Ia ingin minta maaf.

Ucapan Dean sangat menusuk tepat di ulu hati. Kenapa Dean selalu berprasangka buruk padanya? Padahal Dea benar-benar tak sengaja melakukan itu.

Nisa menoleh mendapati Dea yang diam mematung di sisi kasur. "Ada apa?"

"Gue minta maaf."

Nisa tersenyum hangat. "Gak apa-apa."

"Lo selama hampir 2 bulanan kemana?"

Pandangan Nisa tak lagi ke arah Dea, melainkan ke arah pintu UKS yang sedikit terbuka. "Aku dioperasi, pihak rumah sakit bilang udah ada orang yang mau donor mata sama aku."

Dea mengangguk paham. "Get well soon." Dea menepuk pundak Nisa dua kali, setelah melenggang pergi.

🦋

Dea menutup pintu rumahnya pelan, setelah mengucapkan salam. Namun,  hanya kesepian yang menyeruak. Orang tuanya tak ada, keduanya sibuk bekerja. Hanya ada Bi Asih dan Mang Jaja yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan tukang kebun.

"Lho, Non. Sudah pulang? Maaf bibi gak dengar tadi di dapur. Makan dulu Non."

Langkah Dea terhenti melihat Bi Asih berkata begitu. Tersenyum, hanya itulah yang Dea tunjukan sebagai jawaban. Lantas, kakinya kembali meniti anak tangga.

Menatap pemandangan dari balkon kamar adalah hal yang paling menyenangkan bagi Dea. Ditemani secangkir teh hangat dan roti isi keju yang buat oleh Bi Asih.

"Hayoloh, bengong aja!"

Dea menoleh sekilas, kemudian kembali ke posisi awal. Sedangkan Indah melangkah mendekati Dea yang menumpukan kedua tangannya di balkon.

"Lo kenapa, De?" tanya Indah begitu berdiri bersisian dengan Dea.

"Gak."

"Bentar deh, sejak kapan lo irit bicara sama gue?"

Dea tak menanggapi ocehan Indah.

"Ada masalah?"

Dea mengangguk. "Lo juga udah tahu masalahnya."

Indah diam dengan wajah kaku. Tahu betul permasalahan apa yang sedang dihadapi Dea. Sebisa mungkin Indah ingin Dea melupakan permasalahannya sejenak.

"Lo tahu gak, katanya di sekolah kita bakalan ada murid baru. Cowok lagi," ucap Indah antusias.

"Halah, basi! Gak tertarik gue." Dea menggerakkan tangannya seolah hal tersebut tak menarik.

"Tahu gak siapa murid barunya?" Indah menatap Dea, menunggu jawaban perempuan berambut sebahu tersebut.

Namun, tak ada respon. Indah akhirnya melanjutkan ucapannya. "William, tahu 'kan. Temen kita pas SMP."

Tanpa sadar Dea menepuk lengan Indah keras. "Serius?!"

"Dua rius!" Indah mengacungkan dua jarinya.

🦋

Jangan lupa tinggalkan jejak ❤️

DEANITA [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora