🦋 DEANITA-15

202 22 0
                                    

🦋

Di dalam kelas setelah praktik biologi. Pandangan Dea terlihat kosong begitu duduk di kursinya. Sampai tepukan Indah menyadarkan Dea.

"Ngelamun? Masalah keluarga?" Indah yang sudah paham betul permasalahan Dea, sedikit bertanya siapa tahu Dea butuh teman cerita.

Dea nampak enggan menjawab. Ia hanya diam kembali menatap ke depan acuh dengan pertanyaan Indah. Dea hanya sedang malas bercerita. Buat apa? Cerita hanya akan membuatnya kembali mengoyak hati yang perlahan ia perbaiki susah payah.

"Gue beliin minum mau?"

"Iya."

Indah beranjak dari kursi. Bahkan suara bel istirahat pun tidak membuat Dea beranjak. Seolah ia tak mendengar. Kepalanya pusing memikirkan setiap kalimat mama yang menyakitkan itu.

Apa gue terlalu egois?

Satu pertanyaan yang terlintas dibenaknya. Tentang ungkapan mama malam itu.

Indah datang membawa dua minuman dingin dan dua nasi goreng pedas di dalam sterofoam.

"Thanks, tapi gue gak nafsu makan."

"Lo butuh energi, De. Makan, oke?" Sekeras apapun menolak, ia yakin Indah akan tetap memaksa. Karena itulah Dea memilih menuruti ucapan Indah.

Dea yang sibuk makan seketika mengalihkan pandangannya begitu Indah menyikut sebelah tangannya. Dapat Dea lihat di depan pintu sana Leon di angkat beberapa teman sekelasnya. Dan akhirnya di jatuhkan di atas meja.

Tak lama setelah kejadian itu Azis memasuki kelas. Sayangnya tidak berjalan dengan baik. Kaki Azis menginjak tali sepatunya sendiri dan akhirnya jatuh dengan tak etis. Dan hal itu mengundang tawa teman sekelasnya. Begitu pun Dea yang tak bisa menahan tawa. Akhirnya tertawa lepas seolah bebannya hilang.

Belum sampai di situ. Begitu Azis berdiri hendak melangkah. Ia kembali jatuh, sial memang. Dua tali sepatunya yang lepas membuatnya terjatuh. Dan menjadi bahan tawaan sekelas.

"Puas lo, karma tuh!" Leon mengatai Azis pedas. Pastinya karena insiden saat Azis sengaja mendorongnya ketika akan membantu Dean berdiri.

"Anjir! Mulut lo pedes. Sama kayak sebangku lo."

Tapi, yang dimaksudkan Azis tidak ada di dalam kelas. "Ouh, iya kemana tuh si Dean?"

"Kepo lo!"

"Izin dia," ucap Devi.

Ada sedikit rasa penasaran terhadap kemana izinnya Dean. Meski tahu Dean bermulut cabe. Tapi, kata-katanya saat di Cafe membuat Dea sedikit terhibur.

🦋

Entah apa yang membuat Dea datang ke toko bunga. Yang jelas, ia hanya menuruti kata hatinya. Begitu sampai di depan toko bunga, Dea hendak memanggil Dean yang kebetulan sibuk di dalam. Tapi, panggilan dari mama membuat Dea mengurungkan niatnya. Kakinya sedikit menjauh dari sana.

"Halo, kenapa, Ma?"

"Cepet pulang!!"

Dea mendengar sedikit nada gelisah di sana.

"Kenapa?"

"Gak usah banyak tanya, cepet pulang."

Dari sebrang telepon dapat Dea rasakan nada prustasi.

"Oke, Ma."

Dea segera menutup teleponnya. Setelah itu bergegas pergi menuju rumahnya. Bersamaan dengan Dean yang keluar dari dalam toko bunga.

"Mana, Mai?" tanya Dean heran, pasalnya tadi Maira bilang Dea menunggunya di depan.

"Mungkin dia cuma mau beli bunga." Maira mematikan keran air, menghampiri Dean.

"Tadi aku lihat, belum sempet tanya sih. Soalnya tadi aku di dalam."

"Yaudah, gue pulang."

Maira mengangguk sebagai jawaban.

🦋

Dea turun dari ojol dengan tergesa-gesa setelah membayar tarif ongkosnya. Disana  perasaannya mulai tak enak. Banyak orang yang berkerumun di depan pagar rumah. Dan dua mobil asing yang terparkir di depan rumah.

Dengan keberanian kuat, Dea melangkah menerobos beberapa orang yang menghalangi jalan. Tak ada yang aneh. Tapi, pandangan Dea terpaku beberapa saat melihat mama menangis memegangi kaki seorang laki-laki berjaket hitam. Meski sudah dipaksa papa, mama masih enggan beranjak dari posisinya.

"Mama," panggil Dea masih tak paham dengan situasi di rumahnya.

"Ada apa?" Dea menarik mamanya berdiri. Lantas bertanya pada dua orang laki-laki dihadapannya.

"Cepat bereskan barang-barang kalian! Dan pergi dari sini. Rumah ini akan segera kami sita."

Shock. Begitulah yang Dea rasakan. Apa maksudnya? Bukankah mama dan papa tidak punya hutang?

"Maaf, kenapa bisa? Tolong jelaskan."

"Orang tua kamu meminjam uang. Dan saat jatuh tempo mereka tak bisa membayar. Jadi mohon segera kemasi barang-barang dan pergi dari sini. Saya beri waktu sampai besok."

Dea termangu mendengar jawaban itu. Matanya kini mengarah pada mama dan papanya seolah meminta penjelasan.

"Papa jelaskan di dalam."

Kakinya mengikuti kedua orang tuanya masuk rumah. Mama, masih dengan sedihnya. Dea dan papa duduk di kursi ruang tamu.

"Perusahaan bangkrut karena penipuan dan penggelapan uang perusahaan. Mama dan papa kira dengan meminjam uang akan sedikit membantu. Tapi, ternyata tidak."

Tak ada pertanyaan yang terlontar dari bibir Dea. Ia sendiri sedikit tak percaya dengan masalah yang menghantam keluarganya. Seolah seperti cerita fiksi.

Sebelum air mata Dea luruh, perempuan itu segera beranjak. "Cukup, Pa. Dea ke kamar dulu."

🦋

See u next part☺️

DEANITA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang