2. Hari Lolita

64.9K 6.2K 106
                                    

Ini bukan hari milik Lolita.

Dua puluh menit lalu, ia mengunjungi rumah sakit swasta tempatnya mengajukan penelitian, sebagai bahan skripsinya. Namun sayang, jawaban yang ia terima tak seperti ekspektasinya. Rumah sakit itu tidak menjawab permohonannya. Lolita menangkap hal itu sebagai penolakan.

"Gue udah tanya yang ke tiga kalinya selama dua bulan gue nunggu jawaban. Dan humasnya cuma bilang 'masih di review sama direktur'. Ya kali direktur review gitu aja sampe dua bulan." Lolita mendumal dengan wajah putus asa. Ini sudah mau lewat satu semester dan skripsinya masih berkutat di bab dua saja.

Tiana menyedot es teh manis pesanannya. "Ya, lo ganti judul aja. Judul skripsi lu gak menarik kali. Gak berbobot. Makanya target penelitian lu jadi ogah mau respon."

"Gak lah. Penelitian gue gak sereceh itu, kali. Ada dasar teori dan latar belakang permasalahannya." Lolita mengambil gawai da membuka Viu. "Kalau hati lagi mendung gini, enaknya nonton Seo Joon."

"Engkong udah gak dicinta?"

"Kampret lu! So Ji Sub tetep Ahjusshi paling seksi di muka bumi," sergah Loli tak terima. "Gondrong atau tidak, tetep dia yang paling tampan," lanjutnya menegaskan.

"Seksi mana sama Damar yang pake baju silat?" Tiana bertanya dengan mata yang melirik ke satu titik.

Lolita mendongak dari ponsel dan mengikuti arah lirikan Tiana. "Omo, daebak! Damar Oppa jinja daebak!" Bagaikan slow motion drama-drama Korea, wajah Lolita tampak terpana melihat Damar yang berjalan ke arah meja mereka.

"Latihan silat, Dam?" Tiana menyapa Damar yang duduk di sebelah Lolita.

Tersenyum, Damar menjawab. "Bukan silat, Tiana, tapi Tae Kwon Do."

"Kamu ganteng banget," puji Lolita tulus. "Matcho gitu kelihatannya."

"Dobog memang selalu behasil membuat kami, kaum pria tampak beberapa persen lebih jantan." Damar tertawa. "Apalagi jika sabuknya sudah merah atau hitam," lanjut Damar lagi. "Oya, kamu mau lihat aku latihan? Di lapangan depan pasca sarjana Ilmu Komunikasi."

Lolita mengangguk semangat. "Mau. Loli lagi bete, jadi butuh hiburan. Temenin Damar kayaknya seru." Lirikan mata adik Andra itu, mengarah pada Tiana. "Ikut yuk. Lu sekalian nunggu Nicholas jemput, kan?"

Tiana mencebik jengah. Iya, dia memang sedang menunggu calon suaminya datang menjemput. Namun, maunya Tiana, duduk cantik saja di kantin. Bukan panas-panasan di lapangan parkir super luas.

Lolita tersenyum dengan tatapan penuh kagum. Ya Tuhan, Lolita baru tahu jika Damar sore ini bukan latihan, melainkan melatih pada mahasiswa baru kampus ini. "Damar beneran bikin hati gue gak bisa berpaling ke yang lain."

"Semua orang jatuh cinta juga bilang gitu. Kalau udah putus, kalimatnya bisa beda jauh."

"Tiana ikh!" Lolita kesal "Doa lu jelek banget."

"Lah, siapa yang doa jelek? Doa gue tuh, semoga lo bahagia dengan siapapun yang jadi jodohlu kelak." Tiana menerima panggilan saat ponselnya berdering. "Nicho udah sampe. Gue duluan ye," pamitnya lalu beranjak meninggalkan Lolita yang masih terpana dengan gaya Damar menendang dan kuda-kuda.

Oh Damar ... mahasiswa jurusan broadcasting yang tengah menggarap skripsi seperti dirinya. Membayangkan bagaimana sepak terjang Damar sebagai mahasiswa cerdas, aktif, dan berprestasi, Lolita membayangkan masa depannya dengan pemuda itu akan cerah. Siapa tau, kelak Damar akan bernasib seperti Wishnutama. CEO televisi yang kini menjadi menteri. Sedang Lolita adalah si Gista Putri.

Lolita mengulum senyum. Halusinasinya sore ini terlampau indah sekali. Siapa sih yang gak mau menjadi cantik seprti Gista Putri itu? Dan ... ekhem, istri? Astaga ... benarkah doanya akan dikabulkan Tuhan? Lolita selalu meminta satu hal pada sang pencipta. Ia ingin menikah muda.

Let Me Ki__ You!Onde histórias criam vida. Descubra agora