DFN 13

1.3K 84 1
                                    


Pada kenyataannya Kevin sama sekali tidak memberi Ara kesempatan untuk berbicara. Pria itu mendadak bersikap dingin padanya dan enggan bicara dengannya padahal sebelumnya tidak begitu. Bahkan saat mereka sudah kembali ke Jakarta dan bertemu di lokasi syuting Ara tetap tidak diberi kesempatan bicara.

Sebenarnya ada apa dengan pria itu!

"Kenapa sih dari tadi cemberut? Ada masalah sama syutingnya?"

Ara mendongak dan menatap ke arah mama yang berjalan mendekat ke arahnya dengan dua cangkir yang dibawanya. Hari ini kebetulan syuting selesai dengan cepat hingga di sore hari Ara sudah bisa duduk di meja makan di rumahnya. Tadi saat datang mama sedang membuat teh dan akhirnya Ara minta untuk dibuatkan sekalian. Ia butuh sesuatu yang bisa menenangkan pikirannya.

"Nggak ada masalah. Cuma lagi bete aja," balasnya sambil menerima cangkir berisi teh hangat.

Ara mendekatkan hidungnya ke pinggiran cangkir dan langsung di sambut dengan aroma khas teh. Sebenarnya ia bukan penggemar teh, tapi bohong jika Ara mengatakan tidak tenang setelah menghirupnya.

"Emang kenapa? Lagi berantem ya sama Vidia?"

Ara menggeleng. "Bukan Vidia, tapi salah satu pemain."

"Siapa? Ingat ya, jangan cari masalah sama sesama artis. Ribet nantinya."

Sejak dulu itulah yang ditakutkan mamanya begitu ia dan Kenzie masuk ke dalam industri hiburan. Mamanya takut mereka berdua bermasalah dengan artis lain dan mengakibatkan ketidak nyamanan pada hidup mereka di masa depan. Akhir-akhir ini kekhawatiran wanita itu semakin meningkat seiring dengan banyaknya acara dan akun sosial media yang bertujuan mengungkap masalah para selebritis.

"Bukan masalah besar kayak yang mama pikirkan. Ini masalah sepele."

Mama tidak langsung menjawab karena lebih dulu menyesap teh miliknya. "Jangan anggap masalah kecil itu sepele, karena kalau terus ditahan juga nanti jadi besar."

Ara tahu kalau apa yang baru saja mama katakan hanyalah sebuah nasihat dan peringatan halus. Mamanya sama sekali tidak tahu menahu tentang ia yang pernah memiliki kekasih di masa SMA bernama Kevin. Dulu mamanya ngotot melarangnya berpacaran saat SMA tapi tetap tidak diindahkannya.

Dan sekarang akibat hubungan sembunyi-sembunyi itu Ara justru kini dibuat ketar-ketir sendiri.

"Ra, mama tinggal dulu, ya. Mau ke tetangga sebelah jenguk anak teman mama yang baru lahiran. Mama pengen lihat anaknya."

Ara mengangguk asal mendengar ucapan mamanya itu. Pikirannya masih terfokus pada hal lain hingga menuruti saja saat wanita itu mencium pipinya beberapa kali.

"Jangan lupa nanti beresin gelasnya, ya?"

"Iya."

Ara membiarkan mamanya keluar dari area ruang makan begitu saja. Ternyata itu adalah jawaban kenapa beberapa hari terakhir terdengar suara tangisan bayi. Ia sendiri memang tidak begitu mengenal tetangga sekitar karena pekerjaannya dan juga lingkungan ini masih baru baginya setelah tahun lalau mereka pindah dari rumah lama mereka.

Mata Ara kemudian memandang ke arah cangkir teh miliknya yang tersisa setengah. Apa yang mama katakan tadi benar. Ia tidak boleh menganggap masalah ini sepele dan harus segera menuntaskannya sebelum naik ke media.

Tapi bagaimana caranya?

Hembusan napas lelah keluar dari hidungnya disertai dengan tubuh yang kemudian bersandar pasrah di kepala kursi. Apa yang harus Ara lakukan sekarang? Jika saja Kenzie di rumah ia bisa saja meminta saran adiknya itu, akan tetapi dia sekarang sedang berada di kota lain.

DEFINISIWhere stories live. Discover now