Gunung Berapi

95 11 3
                                    

Malvin, 19 tahun

Suasana pertandingan basket antar kampus terlihat ramai karena hari ini menentukan siapa yang akan menjadi juara meskipun semua orang disini sudah yakin siapa yang akan menang. Tim Malvin tidak pernah kalah satu pun disetiap pertandingan karena memang beberapa dari mereka adalah Warewolf namun tidak ada satupun yang mengetahuinya kecuali mereka sama.

Suara pluit berbunyi tanda bahwa pertandingan dimulai tak ada yang bisa mengimbangi gerakan Malvin dan teman-temannya membuat para penonton berdecak kagum, tubuh tinggi dan atletis Melvin dan teman-temannya tak membuat orang-orang curiga sedikitpun. kekuatan yang mereka keluarkan tidaklah seberapa untuk memenangkan pertandingan ini.

"Hei Melv, lihat mereka sepertinya marah karena sudah kalah" ucap sonu, melvin melirik kearah lawan mainnya tersebut namun mereka segera mengalihkan pandangannya.

"Sudahlah, yang penting kita menang secara adil tak ada alasan buat mereka marah" ucap Ashton menenangkan suasana seperti biasa sambil menyerahkan air kearah Malvin.

"Baiklah saatnya berpesta untuk kemenangan kita, pergi kemana kita malam ini?" tanya Ray

"Terserah" jawab Malvin singkat.

"Aku tidak ikut, kalian saja" sahut Ashton

"Apa " ucap mereka serentak kecuali Malvin, dia cukup mengenal sahabatnya itu sehingga dia tidak kaget begitu mendengar jawaban Ashton. Sedangkan yang lain terlihat panik karena apabila Ashton tidak ada maka tak ada yang bisa menenangkan Malvin apabila dia tiba-tiba mengamuk.

"Maaf, kalian bersenang-senanglah aku pulang dulu" ucap Ashton sambil berlalu, diiringi tatapan para perempuan yang mengagumi keindahan fisik dan sikap yang dimiliki oleh Ashton.

Malvin dan Ashton bersahabat sejak mereka kecil namun sifat mereka seperti langit dan bumi, Ashton yang tenang dan pandai, sedangkan Malvin seperti gunung berapi yang kapanpun bisa meledak mereka sama-sama belum menemukan Mate nya namun Ashton tidak ambil pusing dia yakin itu hanya masalah waktu, namun bagi keluarga dan teman dekat Malvin itu seperti keharusan untuk segera menemukan mate Malvin.

....

Ditengah riuhnya suara musik dan orang-orang yang ada di club seorang perempuan muda dengan pakaian sexy berwarna merah yang sama dengan warna lipstiknya mendekat kearah meja Malvin, melihat seorang pemuda tampan sendirian di sebuah meja VIV itu sungguh langka, mungkin dia tidak tau kalau Malvin sudah mengusir banyak perempuan jalang yang mencoba mendekatinya, tapi gadis itu yakin kalau Malvin pasti bertekuk lutut saat melihatnya.

"Hai tampan, mau ditemani" tanyanya 'khas perempuan murahan lainnya bathin Malvin'

"Pergilah aku tidak butuh ditemani siapapun"

"Kalau begitu untuk apa kau berada disini?" tanya perempuan itu sambil berusaha mendekat, tanpa disadarinya bau parfum miliknya itu sangat menyengat di indra penciuman Malvin yang tajam itu.

"Bukan urusanmu"

" Aku adalah yang terbaik disini, biasanya aku tak perlu sampai harus mendekati seseorang terlebih dahulu, para pria lah yang mendekatiku, bukankah kau sangat special, Katakan apa yang kau inginkan, maka aku akan melakukannya aku jamin kau tidak akan menyesalinya" Malvin memperhatikan gadis itu dari rambut hingga kaki dia lalu tersenyum licik.

"Kemarilah lebih dekat" pinta Malvin dan perempuan itu pun merasa kalau dirinya telah berhasil, mendekat kearah Malvin.

"Kau bilang kau akan melakukan apapun bukan, Sekarang buka semua pakaianmu "

"Apa? disini?" Malvin mengangguk

"Kita bisa mencari ruangan lain"

"Tidak aku ingin disini saat ini aku sedang ingin berbagi kepada orang-orang, tenang saja aku akan membayarmu lepaskan sekarang lalu berjalanlah kearah kumpulan pria disana dan biarkan mereka merasakan rasa special darimu.. " sebuah tamparan mendarat dipipi Malvin dengan cukup keras tak menimbulkan sakit sedikitpun.

"Dengar kau pikir kau siapa, dasar laki-laki brengsek" ucapnya dengan penuh amarah lalu pergi meninggalkan Malvin yang tersenyum puas.

Brengsek sudah menjadi bagian dari dirinya mungkin itu adalah nama tengahnya yang hilang, namun tak ada yang tau alasan dibalik sikapnya itu adalah karena sebuah perjanjian yang dilakukannya dengan kedua orang tuanya sejak dia berusia 10 tahun.

Angry WolfWhere stories live. Discover now