Ternyata Dia..

117 12 3
                                    

Hari ke 3 setelah pemakaman paman dan bibi  kembali pulang, sedangkan aku memutuskan untuk tetap berada disini, tadinya mereka ragu namun Ashton meyakinkan mereka bahwa dia akan menjagaku dengan baik selama aku disini, meskipun menurutku itu tidak perlu tapi itu cukup meyakinkan mereka.

Aku merasa tidak pernah sesedih ini tadinya aku pikir tinggal ditempat yang berbeda dengan Ayah dan kakak adalah hal berat bagiku tapi ternyata aku salah, perpisahan selamanya adalah sesuatu yang tak bisa dipungkiri Kesedihannya, setidaknya meskipun aku tinggal terpisah selama ini toh aku masih bisa berbicara atau bertemu apabila mereka menjengukku tapi sekarang aku tidak akan pernah bisa melihat wajah Ayah lagi.

Selama 3 hari ini Ashton menemaniku dia tidak pergi kekantor ataupun mengerjakan urusan Pack meskipun kami berdua sama-sama kehilangan tapi dia terlihat lebih tegar, mungkin karena dia anak laki-laki dan kuakui dia benar-benar seorang saudara yang sangat baik.

"Ley besok aku akan masuk bekerja, apa kau baik-baik saja kalau aku tinggal?" ucap ashton yang baru selesai mandi.

"tentu saja akukan sudah besar " jawabku membuatnya tersenyum diapun duduk disampingku yang sedang memperhatikan tayangan televisi.

"Ley aku berjanji pada ayah akan menjagamu, apabila terjadi sesuatu tolong segeralah hubungiku Ok"

"Aku tidak mengerti kenapa semua orang membicarakan hal ini, apa ada hal yang tidak aku ketahui?"

"Aku juga tidak tau tapi asumsiku mungkin Ayah tau apabila suatu hari nanti kau pasti akan kembali dan kau tau sendiri ini disini berbeda dari tempat paman dan bibi"

"Aku mengerti" jawabku singkat.

"Sebaiknya cepat tidur ini sudah malam" saat ia hendak beranjak akupun tiba-tiba mengingat sesuatu.

"Ashton aku ingin bertanya?" 

"Saat dipemakaman aku melihat pria yang terdapat luka goresan yang cukup tajam diwajahnya, siapa dia?"

"Maksudmu Malvin"

"Apa!! " ucapku sedikit keras mengagetkan Ashton

"Ada apa?" tanya ashton bingung

"Jadi dia Malvin bosmu sekaligus calon Alva pack ini?" tanyaku tak percaya.

"Hmm sudah cukup lama kalian tidak bertemu jadi wajar kalau kau lupa wajahnya ditambah lagi karena luka itu"

"Kenapa?" tanyaku ingin tau.

"Dia mendapatkan luka itu saat bertarung membalaskan kematian Ayah, aku dengar dia berhasil memporak porandakan persembunyian musuh"

"Oh"

"Seharusnya aku juga berada disana tapi aku harus mengurus pemakaman dan lainnya" aku tersenyum sedih mendengarnya, membayangkan betapa frustasinya dia berada diantara itu, tapi Ashton tetaplah Ashton dia selalu berpikir dengan bijak dalam kondisi apapun.

...

Aku menatap lagit-langit kamarku mencerna sekali lagi kata demi kata informasi yang baru didapatkannya itu.

"Lau itu tidak mungkin dia? mungkin kita salah"

"Kenapa kau berpikir seperti itu?" sahut laura wolf yang berada dalam diriku.

"pertama dia seorang Alfa dan kita bukan siapa-siapa, kedua. Dia tidak pernah mencoba untuk menemui kita sejak hari itu." jawabku pesimis.

"pertama kita bukanlah bukan siapa-siapa kau adalah putri dari seorang beta dan adik dari calon beta masa depan, kedua Mungkin dia sedang sibuk atau ada urusan lain yang mendesak apalagi kau juga dalam suasana berduka" jawab Laura.

"Entahlah tapi aku ragu"

"Apa yang tidak kau ragukan Ley sudah ku bilang berhentilah jadi orang pesimis, kau sama sekali tidak percaya pada dirimu sendiri, kalau saja kau melihat pandangan orang-orang dipemakaman waktu itu saat melihatmu, tak ada yang bisa menutupi kekaguman mereka atas dirimu" aku tersenyum mendengar pernyataan Laura dia benar-benar Wolf yang over pede.

Ini bukan yang pertama kalinya kami berdebat masalah fisik, penampilan apapun menyangkut diriku, aku tidak terbiasa mendengar pujian, selama ini aku bersekolah khusus Putri dimana semua muridnya adalah gadis-gadis cantik dan kaya, tak jarang aku justru minder karena kesempurnaan mereka dan itu membuat Laura geram karena aku merasa buruk sendiri. Aku juga tidak memiliki banyak teman hanya ada 2 orang yang selalu bersamaku selama ini yaitu Sally dan Nera, mereka pun sama sepertiku namun berasal dari pack berbeda.

Aku memejamkan mataku karena merasa cukup mengantuk sampai akhirnya terbawa kealam mimpi.

Disisi lain seseorang berada dibalkon kamarnya sambil menatap kearah rumah yang sudah 3 hari ini tak lepas dari pandangannya. 

"Sudah saatnya " ucap wolf pemarah yang berada dalam dirinya itu sambil menggeram tak sabaran.

"Biarkan dia tidur tenang malam ini " ucap pria dengan goresan dipipinya itu sambil tersenyum penuh makna.


tbc..

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 11, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Angry WolfWhere stories live. Discover now