Satu (Pengganggu)

15 1 0
                                    

Pagi yang cerah untuk memulai hari, ribuan kendaraan yang berlalu lalang dengan pengendara berbagai ekspresi, tak bisa jadi alasan untuk tidak berseri.
Memulai pagi dengan keadaan hati yang baik akan memancing sesuatu yang baik menghampiri.

Motor itu berhenti di depan sebuah warkop pinggir kampus. Cowok perawakan tinggi masuk ke dalam warkop dan berjalan lurus ke kasir bukan untuk memesan minum atau sekedar nongkrong. Tapi menemui salah satu karyawan di balik meja kasir.

"Lea!" Nada seruan itu meluncur begitu saja tatkala mendapati seorang gadis di balik meja kasir.
Gadis yang merasa di panggil mendongak. Memandang si cowok malas.

"Lo tiap hari kesini nggak bosen?
Mana ngak beli lagi "

"Bacot"

"Iss. Pulang sana!"

Agas tak menanggapi. Baginya ocehan yang Lea kelurkan sudah jadi makanan sehari hari. Tapi entah kenapa Agas tak pernah merasa bosan. Menganggap makanan sehari-hari itu sebagai asupan nutrisi untuk memulai hari dengan energi.

Agas beralih mengambil kursi dekat meja, kursi itu sebenarnya sudah tersusun rapih dengan meja-meja yang cantik. Tapi Agas malah merusak ke cantikan itu dengan menggeretnya ke depan meja kasir. Lalu menyalakan ponsel setelah itu mendangus saat tau password wifi di warkop ini diganti lagi.

Memilih menyerahkan hp pada Lea guna meminta password. Lea yang memperhatikan itu sedari tadi mendengus tapi tetap meraih ponsel Agas dan memenuhi permintaanya, lebih tepatnya permintaan tanpa suara.

Lea sudah hafal jika Agas datang ke sini, kalau tidak numpang wifi ya mengganggunya.

Baru sekitar 2 detik wifi tersambung di ponsel Agas sudah banyak notifikasi yang masuk. Lea iseng membuka-buka, sementara Agas masih asik dengan cemilan dan minuman yang di ambim di atas meja didepannya. Percayalah itu makanan Lea tapi Agas sepertinya tidak tau cara meminta atau bertanya makanan siapa yang sekarang sudah masuk kemulutnya.

Mengabaikan Agas, Lea membuka notifikasi WhatsApp terlebih dahulu siapa tau ada pacar yang di sembunyikan Agas dan tidak mengenalkan padanya. Memang ada banyak notif dari cewek. Kenapa tau cewek, karna foto di profilnya saja sudah menunjukkan kalau ini seorang perempuan. Agas tidak pernah membalas satu pesan pun dari perempuan-perempuan yang Lea maksud. Bahkan ada yang ngespam dari tiga hari yang lalu, itu tidak sedikitpun berpengaruh untuknya. Bahkan jika bukan Lea yang membuka mungkin chat-chat ini akan jadi notif yang belum terbaca.

Lea meringis kasihan, pasti tidak enak sekali di abaikan saat kau sudah menanti.

Beralih ke notif line hasilnya pun sama, nihil tidak ada chat yang Agas tanggapi dari perempuan, hanya chat dari grup dengan teman-temannya entah teman satu fakultas atau hanya teman akrab, Lea tidak tau.

Begitupun di whatsAp tadi, hanya sesekali nimbrung di grup kelasnya saat SMA, itupun sangat jarang mengingat grup itu sangat sepi melebihi suasana kuburan di pertengahan abad. Leapun salah satu yang ada di dalamnya.

Agas benar-benar ahli dalam mematahkan harapan perempuan-perempuan yang butuh belaiannya.

Sekedar info saja mereka ini sahabat sejak SMA. Berada di kelas yang sama dari kelas sepuluh mempermudah mereka mengakrabkan diri. Ditambah mereka juga tinggal di kompleks yang sama hanya beda blok saja, semakin mempermudah keduanya bertemu di luar jam sekolah.

Lea sendiri tidak pernah menyangka bisa sedekat ini dengan Agas, berlandasan pada kata persahabatan, kadang membuat dirinya heran sendiri. Tapi anehnya mereka menggunakan itu untuk jadi penopang hubungan yang katanya terjalin dengan alasan di masing-masing pihak.

Lea menyerahkan kembali ponsel milik Agas dengan dengusan, karna ternyata tidak menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebenarnya tidak berani membuka galeri saat sang pemilik adalah jenis spesies yang katanya percaya pada kebutuhan biologi setiap laki-laki.

I need youWhere stories live. Discover now