08 || similarity

125 59 38
                                    

El baru sampai di rumahnya pada pukul 20.00, mungkin karna terlalu ke asikan mengobrol, Sampai ia lupa waktu. Apalagi, Di tambah pas di jalan ban mobil nya kempes. Pantas saja kalau El bisa kemalaman seperti ini.

Di rebahkan badannya pada Shofa ruang tamu, kini matanya menetralisir ke sekitar rumah Yang terlihat sepi. Mama papanya juga belum pulang, Kata mereka hanya dua hari, tapi apa? El merenggut kesal, ini bahkan sudah hampir mau seminggu.

"Rumah udah kaya kuburan aja."

Tak lama. Ia baru ingat dengan Elfan yang El tinggal kan seorang diri. Entah bagaimana kondisi pria itu sekarang. El bangkit lantas pergi menuju lantai atas, lebih tepatnya ke kamar Elfan.

Setelah di atas. Ia menarik kenop pintu, Dan membukanya pelan. Kosong. El tidak melihat keberadaan Elfan disana, kemana pria itu pergi? Kakinya menarik El untuk masuk lebih dalam lagi.

Saat di dalam, pandangannya menatap asing ke sekitar. Terakhir El ke kamar Elfan itu sejak masih kecil, mengingat Elfan orang yang sangat tertutup, El jadi merasa enggan untuk kemari lagi. Dan hari ini, ia seperti baru pertama kali menginjakan kikinya kembali. Semuanya berubah, nuansa abu-abu yang di liputi banyak photo dan beberapa lukisan. Terlihat begitu damai di mata El.

Syarel pun duduk di tepi ranjang, kemudian matanya menangkap sebuah buku hitam, Yang bertuliskan 'Lilin' Ia mengambilnya, menatap buku itu. Membukanya halaman demi halaman, tidak ada yang menarik, hanya ada banyak tulisan puitis. Dan nama Lilin di setiap katanya.

Lilin?

Apa ini ada kaitannya dengan Elfan yang mabuk.

"Ngapain lo disini?!"

Suara barinton seketika mengejutkan El yang ada di dalam. Ia menemukan kakanya Elfan di ambang pintu yang tengah menatapnya dengan nyalang.

El menghampiri Elfan. "Gue nyari lo tadi, tapi kamar lo kosong. Lo pas gue pergi dari rumah lo kemana?" tanya El tenang.

"Gue mau istirahat, capek."

"Makan dulu, gue beli makanan tadi."

Elfan menatap adik bungsunya dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Bahkan dengan sikap dinginnya yang sering ia tampakan, tidak mengurangi rasa peduli El sedikutpun pada dirinya.

"Thank's. Padahal gausa repot-repot," Elfan berjalan melewati El.

El berbalik. "Gue ga merasa di repotin bang, lo harus tau itu" ucapnya, Lantas keluar dari kamar Elpan.

Elfan yang mendengar hanya bisa membuang nafas, yang di fikiran nya sekarang hanya ada laki-laki yang ia temui beberapa jam yang lalu. laki-laki yang membuatnya benar-benar marah kali ini. Sungguh ini sangat mengusik ketenangannya. Setelah apa yang ia perjuangkan, mungkin saja akan di rebut paksa, biadab. Elfan tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Maafin gue Dek," Gumam Elfan tanpa sadar. Matanya tertutup, sambil merasakan sesak yang begitu dalam.

Apa 'Lilin' nya sebentar lagi akan hilang?

***

Alan menutup pintu rumahnya pelan, tidak mau kalau sampai harus mengganggu seisi rumah karna kedatangannya. Kakinya berjalan mengendap-endap, namun pergerakannya terhenti kala ia menemukan mamanya Frisya. Wanita yang sedang duduk di sofa dengan dua tangan memeluk figura.

Kebiasaan mamanya setiap lewat jam sepuluh malam, pasti wanita itu keluar kamar menuju ruang tamu Hanya untuk Menangis. Alan tahu betul apa penyebab mamanya sering menangis.

"Ma?" panggil Alan.

Frisya mendongak, menatap anak satu-satunya itu dengan sendu.

"Mama kangen nak," Frisya menangis dan memeluk Alan ketika pria itu mengambil duduk di samping Frisya. Tangisan Frisya semakin membuat hati Alan nyeri.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 22, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Redup✔Where stories live. Discover now