21. The heart is the key

976 48 2
                                    

Aku memandang ke arah Taehyung yang juga sedang memandangku setelah melihat nama yang tertera di layar telepon.

Bagaimana? Jimin? Apa yang harus aku lakukan?

"Siapa?" pertanyaan sakral itu akhirnya keluar dari mulut Taehyung yang membuatku mati kutu untuk menjawabnya.

"Tunggu disini." ucapku dan setelahnya berlari sedikit menjauh dari Taehyung dan segera menjawab panggilan dari Jimin.

Sial!

Kenapa pria itu harus menamai kontaknya di ponselku seperti itu?! Memalukan saja! Tapi ada keuntungan juga yang berpihak kepadaku. Jika pria itu menamai kontaknya dengan namanya sendiri, pasti Taehyung juga akan menanyakan 'siapa itu jimin?' jadi aku sangat bersyukur. Jika itu 'bear' Taehyung mungkin masih bisa aku beri alibi untuk menjawab bahwa itu adalah temanku.

"Yeoboseyo chagiya."

"Oppa, apa kamu sudah sampai di German?"

"Sudah. Oleh karena itu aku menghubungimu untuk memberi tahu bahwa aku sampai dengan selamat."

"Bersyukur jika seperti itu."

"Kamu sedang apa?"

"E-eh? Aku? Aku sedang---sedang mencuci pakaian. Ada apa?" Jim, maafkan aku telah berbohong padamu.

"Ah, apa aku mengganggumu?"

"Tidak. Tentu saja tidak."

"Jim, ayo ke hotel terlebih dahulu."

Apa? Aku tidak salah dengar? Apa maksudnya? Siapa wanita itu? Apa dia berbicara dengan Jimin? Tapi kenapa-

"Jae Hwa-ya, nanti akan aku telepon lagi. Sampai jumpa."

"Tapi--"

"Sial!" ada apa sebenarnya? Jimin? Apakah pria itu... Tidak, itu tidak mungkin.

Aku memutuskan untuk kembali kepada Taehyung. Pria itu juga sepertinya baru kembali dengan tangan yang memegang dua cup kecil berisi kopi panas.

"Temanku." ucapku setelah duduk. Taehyung tidak bertanya, tapi hanya aku yang memberi tahunya dan diberi anggukan oleh Taehyung.

"Sayang sekali besok kamu sudah kembali kerja. Tapi tidak apa. Aku yang akan menjemputmu jika sudah pulang." ucapnya dengan memandang lurus.

"Iya." hanya itu yang aku katakan. Setelahnya aku dapat merasakan kepala Taehyung bersandar di pundakku.

"Tae, aku minta maaf.." ucapku lirih. Taehyung mengangkat kepalanya dan menatapku dengan dahi berkerut.

"Untuk hal apa?" tanya Taehyung yang aku beri gelengan samar.

"Aku dingin." ucapku mengalihkan topik.

"Mendekatlah." ucap Taehyung dan setelahnya aku mendekat. Taehyung segera mendekap tubuhku dan memakaikanku jaket yang ia pakai.

"Memang kamu tidak kedinginan?" tanyaku kepada Taehyung karena dia membalut tubuhku menggunakan jaket yang ia kenakan. Taehyung tersenyum.

"Mungkin suatu saat bukan lagi aku. Tapi, jika suatu saat nanti ada lelaki yang memberikan jaketnya kepadamu di dinginnya cuaca, kamu jangan pernah menolaknya. Kamu tidak perlu menanyakan apakah dirinya kedinginan atau tidak karena itu sudah pasti. Karena baginya, jika kamu sudah merasa aman dan baik-baik saja, itu sudah membuatnya merasa cukup." jelas Taehyung yang menatap mataku.

Aku merindukan hal-hal seperti ini bersama Taehyung. Sebatas sahabat, dan tidak lebih! Aku tahu jika seperti ini aku sangat terlihat seperti wanita murahan yang sudah mempunyai suami tetapi masih bisa berpelukan dengan lelaki lain. Terserah. Aku hanya merindukan masa-masa seperti ini bersama Taehyung. "Taehyungie, kamu.. Di US tidak adakah wanita yang menarik perhatianmu?" tanyaku kepada Taehyung. Pria itu tidak langsung menjawab. Membiarkan hening selama beberapa detik.

My Little Wife | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang