01- Gosip

11 1 0
                                    

Suasana kantin begitu ramai siang ini, penuh sesak. Begitupula dengan cahaya langit yang mendukung. Sangat cerah. Namun, berbeda dengan Choon-hee, membuat senyum mekar yang tumbuh di wajah Enby lenyap seketika melihatnya.

"Aku butuh pekerjaan,"

"Untuk apa? Jangan repot-repot, Hee-ya, kamu itu masih sekolah. Fokus ke sekolah saja." Suny Zelenbi mendengus.

"Tidak bisa. Bagaimanapun aku butuh kerjaan, sangat." Choon-hee mendesah seraya mengusap wajahnya.

"Untuk apa? Aku bisa memberinya."

"Pengobatan umma," Dia menghela napas. "Bagaimana, Bi?" Ia tidak punya pilihan selain meminta bantuan Enby.

Setahu dia, Ibu tiri Enby memiliki restoran sementara Pamannya memiliki toko musik dan Bibi memiliki toko kue. Mungkin saja dia bisa bekerja di salah satu tempat itu, jika Enby tidak bersikeras melarangnya untuk bekerja.

"Aku yang membayarnya, Hee-ya. Kamu tahu kamu bukan sekadar sahabat bagi aku, kamu keluargaku." Enby menatap Choon-Hee yang duduk di depannya itu.

Sudah sepuluh menit mereka duduk di kantin, namun tidak ada satupun yang mereka pesan dari tadi. Membiarkan meja panjang yang menjadi perantara antara mereka kosong melompong sejak tadi.

"Aku tidak mau. Bi, yang aku butuhkan itu pekerjaan, bukan meminta kamu membayar pengobatan umma," gerutu Choon-Hee.

Enby memutar mata. "Tapi aku memiliki banyak uang untuk bisa mengobati ajumma." Keukeuh Enby yang membuat Choon-Hee kesal.

"Ya, kamu punya banyak uang, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku. Cuma. Butuh. Pekerjaan."

Enby melemas mendengar setiap penekanan kata dari Choon-Hee. Jika saja gadis itu tidak berbicara begitu, mungkin saja Enby masih bersikeras untuk meminjamkannya uang.

"Kalau begitu minta saja pada aboji kamu," ujar Enby seakan memberi ide.

Choon-Hee menghela napas. "Dia tidak akan mau."

"Wae? Bagaimana pun ajumma kamu mantan istrinya."

"Ya-karena itu, Bi. Appa tidak akan mau repot-repot memberi uang jika bersangkutan dengan Umma. Seberapa memohonnya aku," dengus Choon-Hee.

"Bukannya kamu sudah bekerja di toko buku?"

"Gajinya tidak cukup dan aku butuh lebih." Bahu Choon-hee melemas mengucapkannya. Dia menenggelamkan wajah di meja.

Sementara itu, Enby terlihat berpikir sembari menghentak-hentakkan kakinya yang di baluti sepatu bermerk di pasaran. Di mana memiliki harga jual yang sangat menguras dompet bagi Choon-Hee. Yang mampu membuatnya tidak makan selama enam bulan.

Enby tersenyum seketika setelah sebuah ide yang lebih baik dari sebelumnya terlintas di benaknya. Ia menggoncangkan pundak Choon-hee yang membuat gadis itu meliriknya. Seakan bertanya, apa?

"Kamu harus bertemu kembaran aku," ujar Enby menaik turunkan alisnya dengan bibir melengkung indah.

"Ngapain?" tanya Choon-hee malas.

Menurutnya ini tidak ada hubungannya dengan artis yang tidak pernah di temuinya belakangan ini.

Namun, mampu membuat telinganya sakit, karena setiap orang selalu membahas tentang dia, dia, dan dia. Tidak pernah berhenti. Jika mengingatnya dengan baik, hal itu termasuk wajar. Bagaimana pun nama Daniel Anderson sudah melekat permanen di otak setiap perempuan yang ada di Korea, plus dengan wajah mempesona dari pemuda yang sering masuk televisi, maupun keluar masuk negeri. Bahkan info tentang dia saja bisa dengan mudahnya di dapatkan melalu bibir-bibir terawat yang di beri lipgloss berbagai merek termahal.

Summer In DecemberWhere stories live. Discover now