16. Fake Scane

268 23 0
                                    

Ini bukan sekedar menyangkut omong kosong. Terbukti dari bagaimana levin serius menawarkan dirinya menjadi seorang brand ambassador fashion dari produk Chanel. Ini cukup bisa diberi tepuk tangan karena ia bisa dengan cepat mendapat persetujuan,  meskipun ada campur tangan kakaknya tanpa sepengetahuan tetap saja,  wajah rupawan miliknya menjadi anugrah tersendiri.

Hari ini sesi pemotretan untuk majalah produk. Levin dengan sengaja membawa jean, jadi inilah alasan mengapa saat ini gadis itu duduk menunggu acaranya selesai.  Sesekali jean sempat tertarik, mari kita ralat karena kebenarannya jean sangat tertarik melihat bagaimana Levin diarahkan untuk berpose sedemikian rupa.  Meskipun ia sedikit jengkel karena dipasangkan dengan model wanita, tapi memang ini tujuannya bukan?  Mempertemukan Levin vin dengan Mila.

Setelah cukup lama sesi hari ini selesai, Levin berganti pakaian sedangkan Mila justru menghampiri Jean. Ini bukan pertama kali,  mengingat Mila adalah salah satu aset penting rencananya,  barang tentu Jean telah mengonsultasikan terlebih dahulu dengan gadis itu beberapa hari lalu.

"Jean terimakasih" ucapnya menunduk dan tersenyum.  Ada rasa senang, bahagia namun juga rasa bersalah. Mila akan terus berterima kasih pada Jean karena mempertemukannya kembali dengan Levin, serta meminta maaf karena ia tau bagaimana hubungan Levin dan Jean yang sebenarnya.

"K-kenapa?" jean tersenyum sekilas "ini keinginanku juga,  jadi pergunakan kesempatanmu" lanjutnya masih tetap tersenyum. 

Mila menunduk,  tak tau jawaban apa lagi yang harus ia katakan.

Levin selesai dengan ganti pakaiannya, pria itu kemudian menghampiri Jean yang sedang asik berbincang dengan rekannya.  Baru saja sampai,  seseorang kembali menyusul dari belakang langkah levin.

"Hei, gak nyangka ketemu lagi. Disini, seperti terdengar tidak mungkin kan?" Raka menepuk pundak Levin dari belakang. 

Kini jean benar-benar percaya akan teori 'dunia itu sempit'

Gadis itu juga tidak menyangka kalau orang yang pernah berlaku tidak sopan dengannya dulu malah menjadi bagian rencananya.  Ini akan sedikit membantu,  dan mempermudah.

"Kalian saling kenal?" Mila sedikit terkejut melihat Raka yang nampak kenal dengan Levin.

"Sepertinya begitu. Ngomong-ngomong lo berbakat juga jadi model" Raka menepuk pundak Levin yang masih dia dengan senyuman ringannya,  ia tak pernah menyangka hari ini telah melakukan pemotretan bersama Raka dan belum bersapa sejak tadi.

"Ck! Kenapa kamu banyak tanya?  Ini makin membuat suasana gak nyaman.  Hari ini lelah kan?  Bagaimana kalau kita makan dulu?" ucap Jean berusaha menghentikan jika saja ada hal yang akan membuat rencananya gagal.  Perbincangan antara Raka dan Levin bisa saja tidak terkontrol dan merusak segalanya.

"Jean kita harus pulang---"

"Kenapa enggak" sahut Mila penuh semangat.

Jean tersenyum lebar kearah Levin,  menandakan tidak ada penolakan yang bisa ia terima.

.....

Mereka berakhir duduk melingkar disebuah meja di restoran terdekat dari lokasi.  Suasananya sedikit canggung tentu saja karena Levin yang tidak pernah menyangka kalau mungkin saja Model yang Jean banggakan sebelumnya adalah raka. Pria itu bahkan nyaris berlaku kurang ajar tapi seolah Jean melupakannya. Ini membuatnya bingung.

Disela sela makan Jean melirik Raka,  memberikan kode agar pria itu melakukan sesuatu yang membuatnya terlihat dekat.  Jika seperti ini,  maka tidak akan ada yang diuntungkan bukan?  Bahkan levin belum mau berbincang dengan Mila jadi bagaimana cara mendekatkannya.

Raka sempat tidak mengerti,  namun dia menjadi paham setelah mengingat permintaan Jean beberapa hari lalu.  Tantang 'aku akan berpura-pura dekat denganmu. Kamu mengerti kan?'

"Jean, dimana anting yang aku belikan? Kamu gak suka?" tentu saja tidak ada anting ataupun hal lain yang Jean terima dari Raka.  Hanya saja ini dikatakan agar mereka terlihat lebih akrab sesuai rencana.

Levin melirik sejenak pada Raka, bagaimana bisa dia berbicara dengan bahasa lembut.  Mengingat berandal itu tukang mabuk dulu,  atau mungkin sekarang masih begitu.

"Eh ya?  I-itu aku suka,  hanya saja telingaku tidak berlubang" Jean tersenyum gugup.

"Kalau begitu aku carikan cincin saja lain kali---"

"Jari manisnya pakai cincin,  gue beliin belum lama" potong Levin langsung begitu Raka membicarakan soal cincin.

Jean bahkan tidak percaya Levin bisa mengatakan itu.  Memang benar Levin memberikan Jean cincin belum lama ini,  tapi saat ini sepertinya Jean benar-benar harus melepasnya diam diam sekarang juga.

"Em cincin itu,  h-hilang"

"Hilang?" Levin menjadi pucat mendengarnya,  bagaimana bisa gadis itu menghilangkan pemberiannya. Dan kenapa juga dikatakan dihadapan pria lain,  seolah mengatakan kalau dirinya tidak begitu berharga.

Jean mengangguk.

"Lo udah lam ketemu jean?"Lirik levin pada Raka. Ada banyak sekali pertanyaan yang sebenarnya ia tahan.

"Sekitar sebulan terakhir" bohong Raka "gue gak sadar,  ternyata jean itu cewek yang nyusul lo di club dulu" lanjutnya.

"Kalian sering ke club?" tanya Mila penasaran.

"Bukan,  aku sekali dan hanya menyusul levin saat itu" jelas Jean.

Ia kesulitan berbohong,  ini sungguh menekannya.  Jadi ia meminta izin ke toilet sebentar,  terlalu lama duduk dan berbohong akan sangat buruk jadinya.

Ini sudah hampir 15 menit,  dan jean masih belum kembali.  Raka jadi khawatir kalau gadis itu justru melarikan diri,  ini menakutkan.

"Kenapa Jean lama banget?" tanyanya kebingungan.

"Dia lama kali di toilet,  udah biasa" jawab Levin singkat.  Jean memang lama jika berurusan dengan toilet setahunya.

Namun Raka tetap tidak puas dengan jawaban Levin sepertinya. Karena bisa saja Jean menghindari perbincangan dan membiarkannya membohongi Levin sendirian. 

"Gue ke toilet bentar" izin Raka.

Didepan pintu toilet Raka bisa melihat Jean yang terus mondar mandir.  Ia hanya bisa menebak Jean berat membohongi Levin.  Tapi ia harus melakukannya. 

"Kenapa lari? " tanya Raka menghampiri Jean.

"Ck! Aku bahkan sudah bisa menebak semua ini tidak akan berhasil" gadis itu mulas geram dan menendang tembok sesekali untuk melepas emosinya. Matanya mulai mengembun,  tidak bisa membayangkan jika semua ini gagal.  Dan apa yang harus ia lakukan lagi untuk melindungi Levin.

"Ini akan berhasil,  jika kita merubah sedikit alurnya" ucap Raka tersenyum miring. 

"Apa maksudmu?"

Raka perlahan mendekat, membawa punggung Jean menyatu dengan dinginnya dinding.  Mengunci pergerakannya dengan menahan satu tangannya pada tembok dan yang lainnya masih didalam saku celananya. Semakin dekat bahkan jarak antar wajah yang semakin mengikis.  Membuat jean takut dengannya.

"K-kamu mau apa? "

"Aku tidak akan melakukan apapun,  tetap diam dan ikuti saja. Aku jamin tidak ada yang kuambil darimu" bisiknya lirih.  Kalimatnya menenangkan seolah tidak ada yang akan ia perbuat,  tapi gerakannya jas membuat jean ketakutan.

Raka sedikit memiringkan kepalanya, seolah ia menunjukan bagaimana ini terlihat sungguhan. Tepat disitu,  Jean terkejut melihat Levin yang berdiri tidak jauh darinya. Menatapnya tak percaya.

Raka menyudahi aktingnya,  ibu jarinya bahkan mengusap sejenak bibir bawah Jean. Ini membuat gadis itu seolah bisa melihat masa depan Raka sebagai aktor. Karena ia teliti dan menjadikan yang tidak terjadi nampak sangat nyata terjadi.


[]

DEPRESSION ✔ [Completed]Where stories live. Discover now