4. Rahasia

2.3K 201 23
                                    

Panel gipsum pada plafon kamar milik Solar dan Ice dengan cepat diperbaiki dengan cara diganti yang baru. Masih beruntung panel gipsum itu tidak hancur total, hanya berlubang saja dikikis oleh tetesan air. Memang gipsum sebagai alternatif bahan plafon lebih murah dan lebih cepat dibentuk ketimbang papan triplek kayu, namun kelemahannya adalah bahan gipsum itu cepat rusak jika terkena air.

Panel gipsum yang sudah bolong akibat kebocoran hujan kemarin dengan mudah diturunkan oleh Halilintar dengan bermodal sebuah tangga saja. Walaupun turunnya panel gipsum rusak itu dengan cara yang kasar dan cepat. Tidak perlu obeng untuk membuka panel gipsum itu, bagi Halilintar, sebuah palu kecil cukup untuk membuat panel gipsumnya turun ke lantai kamar

"Yah Kak Hali mah malah bikin kotor!" ketus Blaze yang menyaksikan panel gipsum plafon kamar kedua adiknya dijebol paksa oleh Halilintar dengan sebuah palu. Seperti salju yang turun di musim dingin, serpihan-serpihan putih gipsum itu menghujani kamar milik Ice dan Solar dengan setiap hentakan palu dari Halilintar.

Halilintar berhenti sejenak dari pekerjaannya yang destruktif. "Lebih cepat, lebih baik 'kan?" tanya si kakak tertua dengan nada datar dari atas tangga dimana ia bertengger.

"Iya-"

"Kalau begitu biar aku kerjakan dengan cepat." Kembali Halilintar menghantamkan palu yang dipegangnya pada panel gipsum yang sudah nyaris tidak berbentuk lagi.

Blaze hanya bisa menghela napas panjang. Ia memutuskan untuk membiarkan Halilintar bekerja senyamannya saja tanpa diganggu untuk menghindari adu mulut dengan si kakak tertua. Dalam hitungan menit saja, gipsum yang bolong karena air hujan itu telah rontok seluruhnya.

"Nah sekarang kita pasang yang baru," ucap Halilintar sembari menuruni tangga yang dipakainya bekerja. Dia meraih sebuah papan gipsum baru yang sudah diukur dan dibentuk sesuai dengan ukuran panel gipsum yang lama. "Harus berdua memasangnya, ngga bisa sendirian."

"Uh ... bagaimana caranya?" tanya Blaze sembari menunjuk pada tangga yang tadi dipakai oleh Halilintar. "Ngga mungkin tangga itu muat untuk dua orang."

"Mestinya ada yang bisa kita pakai untuk naik ke plafon," gumam Halilintar sementara Netra merah rubinya bergerak-gerak mengamati keadaan kamar milik Ice dan Solar. Tak lama Halilintar menemukan sebuah, atau lebih tepatnya dua buah benda yang bisa dipakai untuk membantunya memasang plafon.

.

.

.

"K-kak Hali yakin?" Blaze meneguk ludahnya ketika ia memanjat kontrapsi dadakan buatan Halilintar untuk mencapai plafon rumah.

"Yakin." Halilintar yang sudah kembali berada di atas tangga menganggukkan kepalanya. Mati-matian ia berusaha tidak tertawa selagi melihat Blaze yang tengah memanjat dua buah meja belajar milik Solar dan Ice masing-masing yang ditumpuk ke atas. "Semoga," tambah Halilintar ketika Blaze sudah berada diatas tumpukan dua buah meja belajar itu.

"Hiaaaa!" cicit Blaze ketika dirinya yang sudah berada diatas meja belajar milik Ice dan Solar itu merasa limbung. "Mati aku kalau jatuh!" cicitnya lagi dengan dramatis.

"Paling patah-patah," tukas Halilintar dengan singkat sebelum ia menaikkan panel gipsum untuk dipasangkan pada plafon kamar itu.

"Tahan Blaze," titah Halilintar seraya mengulurkan sisi panel gipsum yang akan dipasang itu kepada Blaze.

Dengan sigap Blaze menanggapi panel gipsum yang diulurkan Halilintar. Untungnya panel gipsum itu tidak terasa berat dan dengan mudah Blaze mengangkat panel itu dan menempelkannya pada langit-langit kamar yang bolong.

BERDIKARIWhere stories live. Discover now