23. ZH | Dua Hati Berbisik Takut

10.9K 977 99
                                    

ZERO HEART
_

yellowbii_
_

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Denia mengacak-acak rambut panjang dengan perasaan gemas, gundah dan galau. Lalu ia membanting tubuhnya ke atas kasur hingga terdengar bunyi keras.

bruk!

Boneka besar di pinggir kasur terjatuh ke bawah karena perbuatan Denia.

"Akh! Pusing, pusing, pusing! Kepala gue mau pecah!" jeritnya frustasi seraya mencengkeram rambutnya erat-erat. Kepalanya sakit, otaknya panas, dadanya sesak, perasaannya jadi terombang-ambing.

Itu semua didapatkan dari dua manusia yang dikenalnya; Nesya dan Claudine. Orang disekelilingnya yang membuat Denia harus menepuk dada sedemikian keras akibat kekurangan napas setelah ia menjerit kesal---frustasi.

Untung saja kejiwaannya tidak ikut terganggu karena terus-menerus menerima kejadian yang tak terduga dalam beberapa minggu belakangan.

"Claudine tau semua sifat gue sewaktu kecil. Terus dia ada di acara ultah gue? Ultah gue yang ke-7. Dan, sekarang?! Ditambah Nesya pernah tinggal di Jakarta, yang tanpa gue sadari ternyata dia pernah satu SD sama gue?! SD Altavia?!"

"Wah hebat, gue tertimpa kesialan apa hari ini? Belum juga gue nemu siapa yang kasih kado itu ditambah lagi mereka ngasih gue hal yang tak terduga kayak gini?! Dan lucunya, orang yang dulunya nggak pernah gue kenal akhirnya menjadi dekat. Claudine nggak termasuk. Tau-taunya mereka memiliki hubungan dekat dengan gue sewaktu kecil?! Oh gosh, jangan bilang habis ini nanti Bi Ida masuk ke kamar gue, ngasih gue kabar buruk, kalau ternyata dia adalah teman masa kecil gue juga." Denia meletakkan telapak di atas wajahnya. Frustasi berat.

"Kenapa sih harus mendadak kayak gini." Denia membuang napas dengan berat.

"Kalau begitu, kemungkinan aja anak kecil yang ada di ultah gue bisa jadi Claudine dan bisa jadi Nesya? Soalnya mereka orang terdekat gue---anggap aja Claudine gitu. Lalu yang bagian jodoh nggak ke mana, berarti yang dimaksudkan Claudine beberapa hari yang lalu adalah dia sendiri dan Nesya? Makanya dia bilang setelah berpisah selama bertahun-tahun akhirnya dipertemukan kembali, itu berarti gue secara nggak langsung ketemu Claudine dan Nesya di sekolah yang sama?" Denia berdialog panjang.

Manik hitamnya menatap lurus pada langit kamar seraya mengutarakan isi pemikirannya yang ia susun setelah menerima kejadian itu. Pemikiran kasar namun tepat. Memang siapa lagi kalau bukan mereka, heh?

"Tapi, kenapa gue nggak inget mereka sedikitpun?? Apalagi Nesya. Jelas-jelas dia teman SD gue, dan dia? Nggak inget gue juga, malah dia bilang kenal gue pas masuk SMA. Bukannya itu semakin memperjelas bahwa Nesya nggak kenal gue? Malah anehnya justru Claudine kenal gue, tapi guenya nggak inget dia. Dan lucunya, gue juga nggak tau dia satu SD sama gue atau enggak. Masuk akal nggak sih kalau dia tau gue tapi gue nggak pernah temenan sama dia? Gilanya lagi dia tau sifat-sifat gue ketika kecil. Sebenarnya gue punya penyakit amnesia apa enggak, ya, ini?!" keluh Denia.

Tiba-tiba saja senyum cantik terpatri indah di wajahnya.

"Tapi berkat kejadian ini, gue jadi tau kalau gue sama Nesya berjodoh." Lalu dia tertawa kecil. "Seneng banget deh ternyata dia satu SD sama gue. Dulu kita sekelas nggak, ya? Kalau misalkan sekelas, gue pernah nggak, ya, jadi teman dia. Kalau iya, semoga aja deh dia yang jadi teman pertama gue, begitu pun sebaliknya."

Denia berguling ke samping, meraih boneka besar miliknya di lantai, lalu memeluknya begitu erat. Menyalurkan rasa cinta dan sayang pada boneka. Menganggap boneka itu adalah wujud Nesya. Wajahnya berseri-seri dan senyumnya pun merekah indah.

Zero Heart Where stories live. Discover now