1. Yang Datang Dari Masa Lalu

61.6K 2.8K 33
                                    

cerita ini tersedia versi cetaknya yaa readers, bisa diorder ke saya atau via penerbit diandracreative


happy reading

___________________________________________________________________________________

(Jogja, Sekarang)

"Rima, sudah dengar berita, belum?" sekretaris bos yang sudah cukup lama menjadi sahabatku menghampiri bilik kerjaku. Pastinya dia ingin mengajakku bergosip seperti biasa.

"Soal bos baru ya, Lin?" tanyaku, menoleh padanya.

Alina mengangguk dengan wajah tampak sumringah menatapku.

Beberapa hari ini para karyawan memang mulai membicarakan isu yang sedang hangat itu. Berita tentang kepala kantor cabang tempatku bekerja sekarang ini yang katanya mau pensiun. Jadi sudah dipastikan akan ada penggantinya yang ditarik dari perusahaan pusat. Dan sikap bos yang lama yang cenderung otoriter memang membuat para karyawan menghela napas lega begitu mendengar kabar itu. Termasuk juga sahabatku yang heboh mengajakku bergosip ini.

"Segitu senangnya kamu, Lin?" tanyaku sembari terkekeh pelan.

"Ya senanglah, Rim. Kamu 'kan tau sendiri gimana garangnya Pak Sultan. Beuh, aku benar-benar nggak tahan lagi sama sikap arogannya, Rim. Makin tua malah makin suka perintah sembarangan. Ck!" jawab Lina yang kemudian mendengus kesal.

Aku tertawa pelan mendengar curhatan Lina itu.

"Kamu bicara hati-hati loh, Lin. Nanti kalau kedengeran Pak Sultan gimana?" tanyaku. "Lagian siapa yang tau kalau bos baru kita nanti lebih galak daripada Pak Sultan? Bisa-bisa kamu mendadak ngemis sama Pak Sultan minta dia nggak pensiun..."

"Ah, Rim. Segalak apapun, aku yakin deh nggak mungkin lebih galak dari Pak Sultan si raja galak!" seru Alina dengan yakin.

"Terus kalau misalnya dia genit gimana? Terus godain kamu? Mau, kamu?" tanyaku menggodanya.

Alina tampak berpikir keras, sebelum kemudian wajahnya tampak seperti baru mendapatkan sebuah ide yang sangat brilian. Dia terkekeh pelan sebelum mulai berbicara.

"Kalau dia genit sih, aku suruh genitin kamu aja, Rim. Kan kamu yang belom laku. Kalo aku sih, sudah punya Leon," ucapnya sambil mengibaskan tangan.

Mau tidak mau aku menatap horor pada sahabatku yang berwajah cenderung Chinese itu.

"Ck! Lin, kamu lupa, ya? Kalau dekatin aku berarti dapat bonus. Mana ada coba yang mau sama janda anak satu kayak aku ini?" balasku cepat.

"Rima, siapa bilang nggak ada yang mau?" tanyanya, menatap lurus padaku.

Alina semakin mendekat padaku, berdiri di samping kursiku dan membuatku memutar kursi itu agar bisa langsung berhadapan dengannya. Dia menunduk, menangkup wajahku dengan kedua tangannya.

"Kamu cantik, Rima. Serius, sangat cantik malah. Kamu juga pintar berpenampilan. Kamu menarik. Kamu juga cerdas. Kamu sendiri yang menganggap anak adalah kekuranganmu. Tapi aku yakin akan ada pria yang mau menerimamu lengkap dengan anakmu, Rim. Kamu aja yang nggak mau membuka diri. Ayolah, Rima. Kamu bahkan sudah sendiri sejak aku belum mengenal Leon, dan kini kami sudah menikah, Rim. Kapan kamu akan mencari ayah baru untuk anakmu itu?"

Aku hanya bisa diam mendengar ucapan Lina yang lagi-lagi menohok hatiku.

"Kamu selalu pasang wajah seperti itu setiap kali aku ajak bicara serius tentang mencari pasangan baru. Apa yang membuatmu ragu sih, Rim? Memangnya anakmu nggak pernah ingin punya ayah? Atau, apa kamu masih menunggu ayah kandungnya untuk kembali? Bukankah ini sudah terlalu lama, Rima?" dia masih saja mendesakku. Padahal dia tau aku sangat enggan membahas topik ini.

Senandung Rima Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang