12. Biarlah Masa Lalu Berlalu

21K 1.5K 68
                                    

saya hadir kembali membayar hutaang repost. maafkan lama menunggu. hehe

Happy reading :)

______________________________________

Aku hanya bisa terdiam melihat Lina yang tiba-tiba muncul di rumahku. Membuka pintuku dan menemukan aku yang masih duduk terpaku di ruang tamu. Ada sejuta tanda tanya yang menghinggapi wajah itu.

"Rima... Ada apa sih, sebenarnya?" itulah yang langsung ditanyakannya padaku.

Tapi yang bisa kulakukan hanyalah memaksakan sebuah senyuman untuknya.

Kudengar dia menghela napas sebelum kemudian mengambil duduk di sebelahku.

"Maaf aku nggak bisa jenguk Tiara di rumah sakit kemarin. Pekerjaanku lagi banyak dan Leon juga lagi nggak enak badan, jadi aku mesti nungguin dia..." ucapnya dengan menatapku lembut.

Aku mengangguk merespon permintaan maafnya.

"Rima, ceritakan padaku. Sebenarnya kamu mau pindah kemana?" tanyanya lagi.

Pindah. Ya, benar. Aku sudah mengatakan pada Lina bahwa aku berniat untuk pindah. Bahwa aku ingin berhenti bekerja.

"Kemana saja... Mencari suasana baru..." jawabku sekenanya, walaupun aku tau Alina tak akan pernah puas dengan jawaban semacam itu.

"Pokoknya aku nggak akan setuju kalau alasanmu hanya itu. Jangan harap aku bakal bantu bikinin surat pengunduran diri seperti yang kamu minta..." tegasnya padaku.

Aku hanya bisa menatapnya dan tersenyum lemah. "Aku bisa buat sendiri. Apalagi Tiara udah sehat, aku bisa pindah secepatnya..." sahutku ringan, lebih tepatnya, berusaha menganggap ringan semua hal yang sedang menggagguku.

Lina segera menahan kedua pundakku dengan kedua tangannya.

"Rim! Sebenarnya kenapa, sih!?" tanyanya memaksa.

"Kamu udah punya rumah ini walaupun masih nyicil. Lihat donk, Rim. Kehidupan kamu udah baik di sini. Ada Hana yang jadi temennya Tiara. Ada aku, sahabat kamu. Pekerjaan yang sudah lumayan buat lulusan SMK seperti kamu. Kenapa kamu mau resign sih? Pokoknya selama kamu nggak masuk, aku udah atur supaya kamu dapat cuti. Setelah semua beres, kamu harus balik kerja lagi!" tegasnya lagi.

Aku menghela napas berat mendengar kalimat Lina. Memang yang kamu katakan itu benar, Lin. Tapi sekarang ada 'dia' juga di sini. Dia yang tak kuinginkan kehadirannya. Dia yang kupikir telah lama kulupakan.

"Rima..." Lina memanggilku karena tak kunjung ada tanggapan dariku.

"Apa?" tanyaku pelan.

"Apa ini ada hubungannya dengan pak Atma?" tanyanya dengan wajah tampak ragu-ragu.

Ingin rasanya aku menyangkal, tapi sepertinya wajahku sudah berkhianat dengan memunculkan ekspresi yang begitu mudah ditebak oleh Lina.

"Aku tau ini pasti ada hubungannya dengan dia. Apa sebenarnya, Rim? Aku tau, pasti ada banyak hal yang nggak kamu ceritakan padaku. Seperti, kenapa bos kita bisa nyembah kamu di halaman rumahmu?" tanyanya dengan nada menyudutkanku.

Tapi aku tak bisa menjawab. Kenapa kamu tak berhenti bertanya, Lin? Aku hanya bisa membuang pandanganku ke luar jendela, dimana mobil Ridwan tampak mulai beranjak dari depan halaman rumahku. Kupikir akhirnya dia menyerah.

"Aku nggak bisa bilang..." jawabku akhirnya.

"Rim!" Lina menarik pundakku lagi. "Apa dia ayah kandung Tiara?" tanyanya pelan, dengan suara yang lebih menyerupai bisikan.

Senandung Rima Masa LaluWhere stories live. Discover now