4. Kisah-kasih di Masa Lalu

27.3K 2K 33
                                    

(Jakarta, 6 tahun silam)


Rasanya tak mampu berhenti memandangi gadis cantik yang tertidur di dekatku ini, dengan kepalanya berada di pangkuanku, di perjalanan pulang kami setelah berjalan-jalan kesana kemari. Riuh suara teman-teman di dalam mini bus ini sama sekali tak mengganggu keasyikanku menatap wajah gadisku yang terlelap dengan cantik ini, dengan tangannya masih erat dalam genggamanku.

Mengingat dulu, aku sering tertawa sendiri. Berawal dari rasa kesalku yang merasa tersaingi oleh gadis cantik yang cenderung cupu ini, aku jadi memperhatikan dia. Tapi tanpa kusadari aku malah terjebak dalam pesonanya. Hanya beberapa bulan terus berada di sekitarnya, mengganggu dan menjahilinya, tapi aku malah jatuh cinta padanya.

Bahkan aku hampir pingsan saat tahun lalu dia bersedia menerimaku sebagai pacarnya, setelah bersusah payah meyakinkannya bahwa aku benar-benar serius dengannya. Walaupun awalnya kami melalui masa pacaran dengan cintaku yang hanya bertepuk sebelah tangan, tapi sesuai janjiku padanya, aku mampu membuatnya jatuh cinta padaku. Dan di sinilah dia. Di sinilah tempatnya, di sisiku. Menjadi bagian dariku. Aku pasti akan menikah dengannya suatu hari nanti.

"Rima bisa mimpi buruk kalo lo liatin kayak gitu terus, bro..." terdengar suara Bayu dari kursi belakang yang membuatku nyengir padanya.

"Nggak tahan gue, bro... Cantik gila cewek gue..."jawabku.

"Ye, gue juga hampir ngences kali liat cewek lo... Gile, mukanya cantik, men. Kulitnya putih, bersih. Bodinya juga oke..." Tian menyambar dari kursi depan.

"Woy, lu cari mati, hah? Cewek gue lu jadiin objek fantasi liar lo!? Sama kambing aja sana!" cetusku, sungguh tak rela membiarkan Rima mengisi imajinasi siapapun kecuali imajinasiku sendiri.

Suara terbahak ketiga temanku yang terdengar keras membuatku melirik Rima, takut kalau dia terbangun karena tidurnya terusik. Tapi aku tersenyum melihatnya masih tampak damai dalam lelapnya.

"Lagian lu kayak anak SMP aja, bro, cuma bisa liatin. Kayak yang belum pernah ciuman, cipokan, grepe-grepe aja sih, lo!?" Indra yang dari tadi sibuk nyetir mulai menimpali.

"Heh! Lu jaga mulutlu, ya! Kalo Rima denger, gimana!?" sungutku padanya

"Ceileh takut bener sama Rima..." Tian terbahak sendiri.

"Jadi diri sendiri aja kali, bro. Gue yakin kok Rima nerima elu tuh apa-adanya. Pegang-pegang dikit nggak papalah..." Bayu menyambar lagi.

Aku berdecak geram. "Rima nggak sama dengan cewek-cewek itu, bro. Rima ini harta berharga gue. Gue harus jaga dia. Dia adalah cinta pertama gue. Dan gue harap juga jadi cinta terakhir gue..." ucapku, tak melepas pandangan dari gadis cantik itu.

"Serah lu dah, bro! Mendem, mendem dah hasrat lu, tuh!"

Entah siapa dari ketiga kunyuk gila itu yang sewot akan ucapanku.

*

"Wan, kenapa lu?" suara Indra terdengar bertanya padaku saat aku terdiam lama, memejamkan mata sambil bersandar pada sandaran sofa di ruang tamu rumahku ini.

Aku membuka mata dan nyengir padanya. "Lagi mikirin Rima..." jawabku.

"Ya ampun, udah ketemu tiap hari masih aja dipikirin juga..." Tian terdengar sewot.

"Justru itu. Makin sering ketemu, gue makin nggak tahan rasanya ngelihat dia. Serius dia cantik banget..." jawabku dengan tetap menerawang memikirkan Rimaku.

"Lu nafsu?" Bayu ikut menyambung.

"Nggaklah, bukan gitu! Gue cuma takut kebawa setan ntar sampe grepe-grepe dia..." jawabku. Sungguh, sebagai lelaki godaan itu ada dan terasa sangat berat. Tapi sedikitpun aku tak mau merusak Rima. Aku ingin menjaganya sepenuh hati.

Senandung Rima Masa LaluWhere stories live. Discover now