Es Cendol

124 20 2
                                    

Saat tak sengaja aku baca status wa sepupuku aku terhenyak. Status biasa tapi mampu meluluh lantakkan hatiku

Padahal isinya cuma "Alhamdulillah media sosial mempermudah obati rindu pada saudraku yang sudah sukses di Negeri Orang."

Ku ketik balasan pada Kak Rida.
"Siapa kak? Bukan aku yang pasti yak wkwkkw". Padahal aku sedang tak di Indonesia jua. Kak Rida sedang mengetik,hatiku makin tergelitik.

"Iyalah bukan kamu. Mas Andra dong. Siapa lagi cucu Eyang yang berani ninggalin Indonesia."

"Wkwkwkwk Iyalah dia berani, demi cinta euy." segera ku kirim balasan untuk Kak Rida. Ku genggam erat ponselku. Berharap dengan menggenggamnya segala risau dihati akan pergi. Menahan agar jari jari ini tak pergi mengunjungi media sosial untuk melihatnya.

Ingatanku melaju pada kejadian 8th lalu. Masa akhir kuliah yang labil. Mas Andra selalu ada untukku dari aku masuk keluarga Ayah saat TK. Ketika itu semua tak ada yang menerimaku. Anak dari istri kedua yang ibunya hanya bisa merusak rumah tangga sang Ratu. Tapi mas Andra tak pernah melihatku begitu dari dulu sampai aku berumur 20. Dengan Mas Andra, aku tak pernah takut akan hari yang kelabu. Dengan Mas Andra, aku siap menghadapi banyak dementor tanpa patronous. Sampai akhirnya 8th lalu semua berubah. Aku nyatakan perasaanku pada mas Andra saat aku dengar Ia akan menikah dengan teman masa kecilnya. Aku ingin dilihat sebagai perempuan dewasa bukan lagi anak TK yang perlu pembela. Dan tentu saja aku ditolaknya. Hubungan keluarga kami jadi alasan utamanya. Padahal tak ada darah yang mengalir sama antara aku dan dia. Ibu Mas Andra janda satu anak saat menikah dengan ayah kak Rida. Hanya karena Ayah kak Rida tak pernah membedakan kak Rida dengan mas Andra yang anak tiri, mas Andra merasa balas budi dengan tidak mau menerimaku sebagai permaisuri. Tapi yang ku dapat adalah penolakan yang sangat menyiksa. Di hadapan Keluarga, Ia berkata "Jangan ikuti jejak ibumu menjadi perusak kebahagiaan wanita lain dengan menuntut bersamaku. Aku lelaki setia yang tak gampang tergoda."

Setelah penolakan itu, aku menjaga jarak. Saat pernikahannya aku hadir hanya untuk setor muka. Sampai akhirnya aku memilih mengejar beasiswa S2 ku di Ibu kota.

Ah status kak Rida sialan. Aku jadi makin rindu dengan Mas Andraku. Padahal jarak kita dekat setelah aku dipindah tugaskan atasanku ke sini. Mungkin hanya 2jam perjalanan darat.

Aku tidak tahan. Segera ku kunjungi instagram. Ku ketik dalam kolom pencarian. Saat kutemukan, rindu ini makin tak tertahan. Foto Mas Andra yang di upload 1 jam yang lalu membuat air mataku jatuh tak tertahan. Foto Mas Andra dengan Ardan dan Arman, kedua anak kembarnya di taman saat musim dingin desember lalu. Aku kira setelah mas Andra menolakku, meninggalkanku menikah dengan Mbak Sandra aku bakal bisa membencinya. Nyatanya rasa itu tetap ada. Tersimpan rapih jauh di dasar hati. Dan aku cukup tau diri untuk tetap diam disini. Mencintai dalam sunyi. Dan Aku tau, dalam hati Mas Andra tetap ada mbak Sandra meski saat melahirkan si kembar mbak Sandra memilih menyerah dan kembali kepada yang Kuasa.

Sempat terlintas untuk mendatangi mereka, mengisi kekosongan sosok perempuan dalam keluarga kecil mas Andra tapi aku belum siap untuk mendapat tatapan sinis darinya.

Getar ponsel mengembalikan fokusku.
"Hallo Assalamualaikum?"

"Waalaikum Salam Mbak Ajeng. Ini Bu Darma Mbak. Mbak Ajeng udah bikin Cendol Dawetnya ga buat besok?"

"Iya Bu Darma. Saya sudah mulai bikin dawetnya kok Bu."

"habis upacara agustusan pasti pada royokan makan makanan Indonesia mbak. Ngobatin homesick, kita sediakan makanan Indonesia mbak. Dan mumpung koki terkenal lagi ada disini boleh lah kita request makanan yg bs ngobatin homesick sama Indonesia."

"Hahahaha Bu Darma bisa Aja. Iya saya siapin cendol dawetnya ya Bu. Sampai ketemu sabtu besok di upacara 74th Indonesia merdeka ya Bu. Waasalamualaikum"

Baiklah mari kembali ke realita. Fokus Ajeng. Cendol dawet pengobat rindu harus jadi untuk esok hari.

*Esok hari*

Tubuhku lelah. Tapi tidak dengan semangatku. Hatiku gembira. Jarang aku bisa berkumpul dengan para warga sekampung halaman kalau ga ada event event di KBRI begini. Hari biasa aku sibuk bekerja di resto hotel. Kalau libur aku memilih berkelana. Kata orang berpetualang dengan alam mampu mengobati luka. Memang lukaku tak sembuh sempurna tapi setidaknya sudab tidak bernanah. 2 tahun tinggal di Inggris Raya masih belum mampu sembuhkan luka.

KBRI hari ini ramai. Kami saling sapa,saling melepas kerinduan pada tanah air tercinta. Ini upacara pertamaku karena tahun lalu aku memilih bekerja saja.

"Mbak Ajeng" teriak Bu darma sambil melambaikan tangan

"Hi Bu Darma."

"Mbak,please jangan panggil aku begitu. Aku hanya 2th diatasmu. Berasa jadi ibu ibu pejabat akutu dipanggil begitu."

"Lah ibukan memang istri pejabat disini."

"Eh iya ya. Suka lupa aku. Hahahaha. Mbak, cendol dawetnya enak banget. Pas minum,chilhood memori jadi berputar dikepala."

"Ah Ibu bisa aja. Tapi terimakasih untuk apresiasinya. Aku suka klo ada yg suka sama makanan buatanku Bu."

"Ayo sini mbak, Aku kenalin teman suamiku. Dia udah 7th Disini. Ga pernah pulang ke Indonesia. Pas minum cendol mbak Ajeng dia spontan bilang kok kayak rasa cendol yang dijual abang depan kompleks rumah saya ya. Begitu katanya. Nah itu Dia"

"Pak Yoga sini kenalan sama yang bikin Cendol dawet." teriak Bu Darma pada orang dibelakangku. Aku menoleh kebelakang. Detik waktu berhenti. Tiba tiba saja tenggoronku tercekat. Raut Wajahnya menunjukkan kekagetan tapi hanya sekilas kemudian kembali ke mode biasa saja.

"Halo Putri." sapanya.

"Hi Mas Andra.". Tak ada kontak fisik. Tatapan sinis tak segan Ia tunjukkan.

"Loh kalian kenal?" ujar bu darma.

"kami Pernah ketemu Bu." Jawab Mas Andra

"Lah kok kenalannya bukan Ajeng Sama Yoga?" tanya Bu Darma kepo.

"Nama saya Ajeng Putri Bu. Dan Dia Andra Prayoga Maheswara." jawabku menuntaskan rasa kepo bu Darma.

"Oh iya ya. Ya udah aku tinggal dulu ya kalian.  Mau nemuin Bapak."

Setelah kepergian Bu Darma Keheningan terasa mencekam diantara kami.

"Kamu ga lelah ngejar aku sampai sini? Ga capek terus cinta aku dan rendahin harga diri kamu begini? Wanita itu untuk dikejar Put,bukan mengejar." Ucapnya sinis.

Aku tarik Nafas Panjang.
"Mas Andra, urusanku dengan hatiku sepenuhnya hakku. Hatiku mencintai siapapun itu sepenuhnya hak hatiku. Terimakasih sudah peduli. Dan aku disini bukan untuk mengejarmu. Buka matamu, pandang secara objektif. Tanya Bu Darma mengapa aku ada disini. Kalau memang aku berniat mengejarmu sudah dari 2th lalu aku menemuimu. Nyatanya aku tetap ditempatku tak pernah mengganggumu."

Segera aku tinggalkan Mas Andra. Hebatnya tak ada air mata yang tumpah. Nyeri dihati tentu saja ada tapi tak sampai melumpuhkan tenaga dan energiku. Ku langkahkan kaki ke depan yang sedang ramai bernyanyi bersama. Alunan lagu cinta dalam hati milik Ungu mengalun lembut menemaniku yang patah hati dikeramaian ini.

Sweet MemoriesWhere stories live. Discover now