15. Martabak

3.8K 735 228
                                    

Sudah terhitung satu Minggu sejak Taeyong menjauhinya akibat insiden menyatakan perasaan di depan dekan. Namun Jaehyun lantas tidak menyerah untuk terus mengejar maaf dari pujaan hatinya. Ia tidak peduli kala Taeyong hanya merespon sapaannya dengan mata memicing kesal. Ia tidak peduli kala Taeyong menolak ajakannya untuk pergi dan pulang kampus bersamaㅡmeski ia telah menunggu berjam-jam di rumah lelaki manis itu juga di depan fakultasnyaㅡdan Jaehyun juga tidak pernah peduli dengan cibiran-cibiran yang selalu saja menghinggapi telinganya.

Seperti saat ini, ia yang kembali menunggu Taeyong di area depan gedung FEB dan terduduk di atas motornyaㅡseperti biasaㅡlagi-lagi mendengar sindiran sinis oleh beberapa orang yang melewatinya. Anehnya, kebanyakan dari mereka adalah pria. Dunia benar-benar telah terbalik, pikirnya. Padahal Jaehyun biasanya mendapati kalangan wanita lah yang kerap kali menyindir sana-sini hingga berkembang menjadi sebuah gosip baru untuk dijadikan konsumsi selama beberapa hari.

"Masih belum nyerah juga dia."

"Iya, ih. Padahal jelas-jelas Taeyong udah risih, tapi masih diganggu aja sama dia."

Jaehyun menghela napas pelan. Ia melirik kaca spion motornya sejenak dan mendapati dua orang mahasiswa berdiri di trotoar tepat di belakang motornya. Satu orang terlihat lebih tinggi dengan aura dominan begitu kuat, sedangkan yang lainnya hampir serupa dengan tinggi Taeyong dan sangat jelas jika lelaki itu pihak submissive. Menggelengkan kepala sejenak, Jaehyun kemudian kembali menyibukkan diri dengan ponselnya.

"Enggak tahu diri emang."

"Aku juga kalau jadi Taeyong mah enggak bakal nerima dia jadi pacar." Sahut si pemuda yang lebih pendek. "Lihat deh. Penampilannya aja udah bikin malu duluan. Jaket denimnya enggak pernah diganti, enggak pernah dicuci juga kali."

Mendengar penuturan kedua priaㅡyang entah sedang menunggu apaㅡdibelakangnya hampir saja membuat Jaehyun tertawa. Ia sama sekali tidak merasa tersinggung, sebab ucapan orang-orang itu tidak benar adanya. Salahnya sendiri yang membeli tiga jaket denim dengan warna dan model sama persis hingga ia dituding tidak pernah mengganti bahkan mencucinya. Namun, saat si pemuda pendek kembali bersuara Jaehyun lantas kembali menyimak dengan serius meski dengan tampang berpura-pura tidak peduli.

"Iya. Mungkin dia pikir Taeyong bakal takluk hanya dengan modal wajah gantengnya doang." Kata si pemuda tinggi. "Padahal Taeyong mah pemilih banget kan? Yakin aku, Taeyong itu tipe idealnya cowok-cowok sekelas A' Sehun. Yang enggak cuma ganteng tapi juga pintar dan kaya terus bisa ngerawat dirinya."

Jaehyun hampir tersendat ludahnya sendiri. Kalimat terakhir yang diucapkan si lelaki tinggi sontak membuatnya menatap wajahnya pada kaca spion. Jaehyun kemudian memerhatikan wajahnya, masih putih bersih tanpa jejak jerawat meski setitik. Ia juga mandi dua kali sehari. Pakaiannya pun tak pernah absen ia cuci di laundry. Wangi.

Lalu apa yang membuatnya dituding tak bisa merawat diri?

"Jaehyun!"

Mendengar namanya dipanggil, Jaehyun refleks tersadar dari pergulatan batin lalu menoleh ke sumber suara. Ia tersenyum sumringah kala mendapati Doyoung memarkirkan mobil tepat di samping motornya.

"Eh, Doy. Belum pulang?" Tanya Jaehyun.

Meski ia belum begitu akrab dengan sepupu Taeyong yang satu itu, namun ia tak pernah lelah untuk mencoba bersikap lebih bersahabat. Walau kadang respon Doyoung sangat datar bahkan sinis, namun hal itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan diamnya seorang Taeyong Narendra.

"Seharusnya teh aku yang nanya, kamu belum pulang?" Doyoung melipat lengan diatas jendela mobilnya yang sedari tadi telah terbuka sembari memandangi Jaehyun dengan tatapan penuh selidik. "Kamu lagi nungguin Taeyong?"

Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now