16. TENTANG PILIHAN

1.4K 151 15
                                    

Malam ini suasana ketegangan menghiasi kamar si kembar.

"San, lo marah sama gue?"

"Gue mau belajar, jangan ajak ngobrol dulu," kata Arsan tanpa menoleh.

"Yaelah, San, lo kayak cewek aja pake ngambek segala. Gue udah biasa kali masuk buku kasus."

Arsan menoleh dengan wajah datarnya. "Lo emang biasa tapi lo gak sadar udah nyakitin hati Umi. Dan lo tau, kan, gue paling gak mau liat Umi sedih."

"Udah terjadi juga, mau gimana lagi."

"Iya emang udah terjadi. Apa lo gak bisa berubah dikit aja untuk menjaga perasaan Umi?" tanya Arsan sungguh-sungguh.

"Gue harus gimana, San? Gue udah coba lakuin permintaan lo, gue udah sholat 5 waktu." Arsen menghela napasnya. "Gue tadi juga gak pengen sampe kayak gitu, tapi dianya aja yang nyolot, kan jiwa laki gue merasa tertantang."

"Mending jangan urusin masalah cinta-cintaan itu deh untuk sekarang. Lo harus belajar buat ujian. Ini saatnya lo buat Umi dan Abi bangga sama lo."

"Gue gak bisa, San, kemampuan otak gue cuman segitu," keluh Arsen.

"Di dunia ini gak ada orang yang bodoh tapi orangnya yang gak mau belajar karena malas. Hargain otak pemberian Allah, jangan cuma diisi sama hal-hal yang gak bermanfaat."

"Cita-cita lo mau jadi penceramah, ya, San? Perasaan nyeramahin gue mulu."

"Cita-cita gue pengen jadi orang yang bermanfaat untuk orang lain."

"Iya deh, iya." Arsen membaringkan tubuhnya ke kasur sambil memainkan ponselnya.

"Belajar, Sen, lama-lama hp lo gue sita juga," ancam Arsan.

"Anak sama Bapak sama aja, mainnya sita-sitaan," gerutu Arsen. Dia bangkit kemudian meletakkan benda pipih itu di atas nakas. "Bantuin gue belajar, San."

Arsan tersenyum tipis. "Apa aja yang lo gak ngerti? Biar gue jelasin ulang."

"Semuanya." Arsen menyengir tanpa dosa.

"Lo sekolah apa nyantai?" Arsan menggelengkan kepalanya.

"Sekolahlah. Kalo nyantai di warung kopi."

"Buruan, apa yang lo gak paham? Tapi jangan semuanya juga."

"Matematika udah pasti sama Sosiologi. Sebenarnya gue paling suka pelajaran itu soalnya langsung masuk ke otak tapi, ya, lo kan tau gue, suka lupaan."

Arsan mengusap wajahnya gusar. "Gue gak belajar sosiologi, tapi pernah baca, sih. Sosiologi itu gampang-gampang susah, pelajarannya juga banyak hafalan tapi seru kayaknya-"

"Gue lupa kalo kita beda takhta," ujar Arsen dramatis.

"Lo motong omongan gue sekali lagi, gak gue kasih jajan!"

Arsen langsung terdiam bak patung yang paling tampan. Entahlah patung macam apa itu.

"San, gue izin ngomong nih, sebenarnya gue bingung ujian nanti mau ngambil apa," curhat Arsen.

"Lo sukanya apa?"

"Kamu." Arsen mengedipkan matanya.

Arsan jijik sendiri melihatnya, refleks saja ia melempar kembarannya dengan bantal.

Arsen tak mampu menepis serangan itu. Wajah tampannya baru saja berciuman dengan bantal. "Untung kembaran," ucapnya pelan.

"Serius, Arsen!"

"Iya, iya. Gue kan udah bilang suka pelajaran Sosiologi."

"Ya udah, ambil itu aja."

"Tapi hafalan semua, San."

"Belajar, Arsen, jangan ngeluh dulu, In Shaa Allah bisa."

"Kalo lo mau ngambil apa?"

"Gue juga bingung, mau Fisika apa Kimia."

"Otak profesor mah beda."

"Aamiin."

"Terus gue milih apaan, nih?" tanya Arsen untuk yang kesekian kalinya.

"Pilih yang lo kira-kira paham, yang lo suka. Inget, jangan ngikut temen, ikutin aja kata hati lo. Gue juga masih ragu, sebaiknya kita berdoa aja minta petunjuk sama Allah," saran Arsan.

Bagian ini terinspirasi dari keadaanku yang lagi bingung kayak mereka gaaess😂:v.

ARSAN ARSEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang