27. PERGI MELAMAR

1.3K 137 15
                                    

Tetap di rumah aja ya. Semoga Ramadhan nanti semuanya sudah baik-baik saja. Aamiin.

Arsan memicingkan matanya melihat motor merah terparkir di sebuah tempat. Dia menghentikan motornya. Seketika rahangnya mengeras melihat bagian pelat motor itu.

“Makin berani aja lo, Sen, gak mikirin orang tua lagi.”

Cukup lama Arsan berdiam diri di depan tempat maksiat itu. Dia masih menimbang-nimbang harus masuk atau tidak, pasalnya ia juga lelaki normal dan sudah bisa dipastikan ada wanita-wanita juga di dalam sana.

Arsan turun dari motornya. Dia menatap lurus tempat yang dari luar seperti sunyi dan sepi itu.

“Pak,” panggil Arsan sedikit canggung.

“Ada apa?” tanyanya dengan wajah yang selalu terlihat sangar.

“Saya bisa minta tolong, gak? Tolong cariin saudara saya di dalem.”

“Lah, kenapa gak masuk aja?”

“Gak Pak.” Arsan mengeluarkan dompetnya dan mengambil dua lembar uang merah. “Tolongin, ya, Pak. Mukanya persis kayak saya.”

Penjaga bertubuh tegap itu mengambil uang di tangan Arsan. Untuk beberapa saat dia meneliti wajah pemuda yang telah menyogoknya itu. “Oke. Lo tunggu di sini,” katanya lalu masuk ke dalam.

Tak lama pria itu datang bersama Arsen.

“Makasih, Pak.” Arsan menarik kerah baju kembarannya itu. “Pulang sekarang!”

“Yaelah, San, masuk dulu kali kita seneng-seneng. Banyak cewek seksi noh,” tutur Arsen dengan mata sayunya.

“Lo mabuk!?” Ingin sekali Arsan memukul Arsen tapi dia masih mempunyai hati.

Arsen hanya cengar-cengir tidak jelas membuat Arsan meringis pelan.

“Kalo Abi sampe tau lo kayak gini lagi, mungkin lo udah dipenjarain.”

“Lo gak ngerasain jadi gue San.”

“Lo tu keras kepala, Sen, gak mau dengerin apa kata orang tua padahal itu untuk kebaikan lo juga.”

“Santai haha, gak usah ngegas.”

Arsan jadi geregetan sendiri berbicara dengan orang mabuk.

👬

Arsan tak habis pikir membayangkan kejadian semalam. Sekitar satu jam dia menemani orang mabuk membuat kepalanya hampir pecah.

“San, lo mau ke mana pake kemaja rapi gitu?” tanya Arsen yang masih bermalas-malasan tidur di kasurnya.

“Mau ke rumah calon istri lo.”

Mata Arsen membulat sempurna. “Mau ngelamar?”

“Iya. Buruan mandi.”

“Gak ada ketemuan dulu gitu? Malah main lamar aja.”

“Lo nurut aja atau mau gue kasih tau soal semalam?”

“Gak asik lo sekarang mainnya ngancem.” Mau tidak mau Arsen harus berpisah dengan kasur empuknya. Dia pergi ke kamar mandi dengan langkah berat sedangkan Arsan tersenyum puas.

👬

Mereka telah sampai di rumah calon istri Arsen.

Arsen terperangah. “San, bukannya ini rumah cewek sok polos?”

Arsan tidak menjawab, tatapannya lurus ke depan.

“San, lo gak rela, ya? Gue bisa kok bikin acara ini batal. Gampang kok beneran, gue tinggal buat onar,” ujar Arsen tak enak hati.

Arsan menggeleng. “Lanjutin aja. Mungkin inilah pentingnya untuk kita belajar ikhlas akan semua ketetapan.”

Arsan menoleh ke arah Arsen. Raut wajahnya sangat serius. “Tapi gue mohon sama lo, jangan sakitin Icha sedikitpun.”

“Arsan, Arsen ayo keluar, Nak. Kenapa masih di dalam?” tegur Alma sehingga kedua pemuda itu segera keluar dari mobil.

Assalamualaikum.”

Wanita paruh baya datang membuka pintu. “Waalaikumsalam. Mari masuk.”

Arsen terus melihat Arsan. Dia yakin pasti jauh di dalam hati lelaki itu mau memiliki Icha tapi malah dia yang mendapatkan gadis itu.

Masya Allah, ternyata anak kamu Icha,” kata Alma.

“Udah kenal?”

“Udahlah, kan satu sekolah sama Arsan dan Arsen.”

Wanita paruh baya itu terkekeh pelan. “Jadi siapa nih yang mau melamar?”

“Arsen. ”

Icha yang sedari tadi hanya diam kini meneguk salivanya. Dia berdoa kepada Allah agar semuanya baik-baik saja meski takdirnya nanti bersama Arsen.

Aku ngetik ini sambil dengerin lagu Aisyah Istri Rasulullah. Masya Allah, adem banget dengernya😍. Entah udah berapa kali ku putar lagunya hehe.

ARSAN ARSEN [END]Where stories live. Discover now