02. Rumah Kontrakan

9K 974 431
                                    

"Mas Jeongguk pernah makan roti laba-laba nggak?"

Jeongguk baru saja ngerem motornya, mereka berhenti dekat dengan garis paling depan lampu merah sewaktu Taehyung tiba-tiba saja merepet padanya sambil bertanya tentang roti laba-laba. Mereka baru di jalan, rencananya mau cari makan sekalian Jeongguk antarkan Taehyung mencari pensil warna. 

"Mas pernah makan. Kenapa? Kamu pengen cari roti laba-laba, Dek?" Jeongguk menjawab sembari lepaskan tangan dari setang sehabis melirik bahwa hitungan lampu merah baru saja memasuki angka lima puluh lima. Setengah menyenderkan punggun pada Taehyung di belakangnya, Jeongguk menoleh dan dapatkan pandangan Taehyung yang membonceng anteng di belakang, dua tangannya berpegangan di pundak Jeongguk nyaman. Begini, Jeongguk rasa hubungan dia dan Dek Taehyungnya ini masih sebatas tukang ojek dan penumpangnya saja.

"Ho'o, Mas. Aku tiba-tiba pengen banget makan roti laba-laba. Mas Jeongguk repot nggak nek semisalnya ngantar aku cari roti laba-laba?" Suara Taehyung lirih teredam tronton juga knalpot modifikasi anak muda masa kini. Tapi nggak tahu kenapa ya, mungkin karena Jeongguk taruh seluruh fokusnya pada anak laki-laki yang membonceng di belakangnya ini, jadi meskipun lirih dan terhalang polusi (iya brengsek banget orang yang memodifikasi knalpot motornya hingga ia nggak bisa dengan Taehyung dengan leluasa), dia tetap bisa tangkap pesan dari gebetannya.

Berbarengan dengan hijaunya lampu lalu lintas, Jeongguk tarik gas motor hadiah dari Ayahnya itu perlahan sembari jawab sesuatu yang harusnya nggak jadi pertanyaan. Apapun, kemanapun, selama si lucu ini ada di situ, nggak masalah baginya. Nggak perlu lah Taehyung terlalu repot-repot memikirkan perasaannya, toh semuanya sudah sengaja Jeongguk berikan untuknya. 

"Dek, sekarang itu Mas lagi usaha ngedeketin kamu, lho. Masa disuruh antar cari roti laba-laba aja nggak mau, yo nggak mungkin." Katanya. 

Jawaban Jeongguk yang sembrono itu justru terdengar begitu jenaka. Di belakangnya, Jeongguk bisa dengar suara Taehyung yang tertawa cekikikan, manis sekali, manis sekali sampai dia jadi ingin berhenti. Mereka bisa berhenti dan Jeongguk dengan bersuka cita akan mengajak Taehyung berzina saja rasanya. Nggak papa, dosanya bisa dia tanggung semuanya. Biarkan Taehyung kebagian enaknya saja dan Jeongguk yang akan disiksa di neraka. 

"Owalah," suara tawa Taehyung lagi-lagi mengisi perjalanan mereka, saat Jeongguk rasakan punggungnya tak lagi sendirian sebab Taehyung seolah mendekapnya dari belakang, terusan jawaban anak itu sukses buat dia tercengir lebar. 

"Jadi Mas minta nomor aku itu mau ngajakin aku pacaran?" lanjutnya masih penuh dengan tawa.

Sekarang pegangan tangan Taehyung sudah tak di pundaknya lagi, anak semester tiga yang baru Jeongguk kenal itu dengan seenak jidat mempermainkan hatinya, dengan berani mulai berpegangan di pinggang, berikan efek kejut luar biasa yang buat Jeongguk hampir tak bisa berkata-kata.

Taruh satu tangannya untuk selimuti telapak tangan Taehyung yang memeluknya, Jeongguk membalas pernyataan anak itu sambil berikan elusan dan juga cubitan. Katanya, "Jangan goda-goda, dek. Nanti kamu bisa tak culik, nggak akan tak kembalikan mau nanti kamu nangis seharian."

Suara tawa menggoda itu bukannya berhenti namun Taehyung justru cekikikan lagi. Sekarang anak itu sudah berani peluk Jeongguk, lingkarkan keseluruhan lengannya untuk lingkari perut Jeongguk yang hanya bisa menutup mata dan perlahan menghela napasnya.  Tingkah Kim Taehyung sukses besar, seratus persen membuat Jeon Jeongguk nyetir motor sambil was-was dan kelabakan, takut kalau Taehyung bisa lebih berani lagi dan bukannya sampai ke toko pensil warna, mereka justru jadi lebih cepat masuk neraka. Entah itu karena Jeongguk yang meleyot dan jatuh membawa Taehyung bersamanya di atas aspal penuh geronjalan, atau justru membawa laki-laki itu jatuh bersamanya di tempat yang berbeda, bergelung bersamanya. Bisa saja. 

M A S Where stories live. Discover now