Harry kembali beberapa menit kemudian dengan beberapa CD berbau horor, yang membuatku langsung merasa ngeri. Harry menyeringai saat sampai di hadapanku. Dia menunjukkan cover CD-CD horor—aku langsung mual melihatnya—dan bertanya, tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Kau mau menonton yang mana terlebih dahulu? Insidious II atau The Conjuring atau Anabelle atau..."
"Aku tidak mau menonton satupun CD-mu itu!"
"Loh, kenapa? Takut?" Harry memasang wajah meledek. Aku menggelengkan kepalaku dan melipat tangan di depan dada.
"Sama sekali tidak. Aku sudah menonton semuanya. Sangat membosankan jika menonton film-film itu ulang." Aku berasalan. Harry memutar bola matanya.
"Bukankah itu bagus? Aku belum menonton film-film ini. Aku baru membelinya semalam. Kau bisa menemaniku menonton, kan? Sejujurnya, aku kurang berani menonton film horor sendirian," Harry berbisik dan membuatku terkikik kecil sebelum kembali memasang wajah datar dan judesku.
"Aku tidak bisa, Styles. Kenapa kau tidak menonton bersama teman-temanmu saja? Atau gadis-gadismu?"
"Bukankah aku sudah bilang kepadamu jika aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu dalam minggu ini?" Harry mengangkat sebelah alisnya.
Aku menarik nafas. "Terserah kau saja. Jika kau mau menonton, silahkan menonton di ruang tengah. Aku akan tidur siang di kamarku."
"Jadi, kau akan meninggalkanku sendiri?"
"Ya. Selamat menonton, Styles. Jika kau butuh teman, Meredith sepertinya mau menemanimu." Aku berkata sarkastik sebelum mulai melangkah menuju ke kamarku. Aku mengunci pintu kamarku dan melemparkan tubuhku di atas ranjang.
Aku menatap langit-langit kamarku yang berwarna putih bersih. Aku menghela nafas dan bayangan tentang hal-hal yang terjadi padaku selama seminggu belakangan mulai berputar. Hampir semua hal itu berhubungan dengan pria berambut curly itu. Astaga. Kenapa harus dia yang muncul dalam pikiranku saat ini, sih?
Baiklah. Harus aku akui, dia memang punya daya tarik yang cukup tinggi. Lihat saja fisiknya. Dia tinggi, lebih tinggi dariku. Kulitnya putih bersih. Dia punya rambut cokelat curly yang lucu. Dia punya mata dengan iris berwarna hijau indah. Dia punya lesung pipi. Lalu, bibirnya sepertinya sangat menyenangkan untuk di...
Berhenti, Taylor. Apa yang kau pikirkan saat ini? Aku mengingatkan diriku sendiri.
Intinya, secara fisik dia memang dapat dikatakan nyaris sempurna. Andai saja dia bukan seorang penggoda dengan gadis di mana-mana, andai saja dia berusia seusia denganku, andai saja dia tidak bersikap menyebalkan, dan banyak sekali pengandaian yang membuatku berpikir dua kali untuk menerimanya di hidupku.
Lagipula, sejujurnya, aku masih trauma untuk menjalin sebuah hubungan. Masih terekam jelas dalam pikiranku, saat Joe memutuskan hubungannya denganku melalui telepon dalam waktu dua puluh tujuh detik dan keesokan harinya, beredar foto mesra pria itu dengan aktris bernama Camila Belle. Menyakitkan, sungguh.
Sudah lebih dari tiga puluh menit aku berada di dalam kamar tanpa melakukan apapun selain melamun. Akhirnya, aku tersadar akan satu hal. Hey, aku meninggalkan pria itu di ruang tengah, menonton film horor bersama kucing kesayanganku! Sampai sekarang, tak terdengar suara apapun di luar sana. Apa yang terjadi?
Aku bangkit dari ranjang dan mulai berjalan ke luar kamar. Aku menuruni tangga menuju ke ruang tengah dan sesampainya di sana, aku tak mendapati sosok pria berambut curly itu. Aku menggerutu pelan saat menyadari jika film horor itu masih berputar dengan tampilan gelap di sana. Aku meneguk ludahku sendiri melihat tampilan yang ada di layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Things I Can
FanfictionJika bukan karena perjodohan, aku tak mungkin ada di sini, duduk sendiri, berteman dengan sepi.