Hari-hari berlalu sangat cepat. Tak terasa, ini sudah seminggu lamanya aku berada di Nashville untuk menyendiri. Aku mulai terbiasa untuk tidak menangis lagi hanya karena pria berambut curly bernama Harry Styles itu.
Aku siap untuk kembali ke Los Angeles dan melanjutkan pekerjaanku sebagai seorang penyanyi. Ini sudah memasuki bulan ke tiga dari tahun 2013 yang mana berarti, aku akan segera melangsungkan tour di beberapa negara di benua Amerika, Eropa, Asia dan tentu saja Australia. Untuk Afrika, aku tak yakin akan ada yang mau datang menontonku. Aku bahkan tak yakin jika aku terkenal di sana.
Selain sudah seminggu lamanya aku berada di Nashville, ini juga sudah seminggu lamanya aku tak memegang ponsel dan mengupdate akun sosial mediaku. Tanganku meraih ponselku yang ada di atas ranjang. Baterainya tersisa sedikit dan banyak sekali panggilan masuk dan pesan masuk di sana. Hatiku mencelos melihat sebagian besar nama yang ada di sana.
Hampir sembilan puluh persen pesan dan panggilan itu dari Harry. Panggilan dan pesan terakhir yang dikirim olehnya adalah semalam, pukul sebelas.
Sebenarnya, aku tak mau membaca pesan-pesan itu tapi, akhirnya, aku membaca pesan itu secara berurut. Aku membaca dengan teliti dan hampir semuanya berisi permintaan maaf dan dia seperti menjelaskan padaku tentang apa yang terjadi. Dia mengakui kesalahannya dan sangat menyesal.
Pesan terakhir yang dia kirimkan kepadaku adalah pesan yang paling menyentuh. Dia seakan-akan menyerah untuk mendapatkanku kembali. Pesannya terkesan sangat pasrah.
My lovely Taylor,
Maafkan aku atas segalanya. Aku tahu, aku memang bajingan. Aku memang brengsek. Aku terlalu buruk untuk gadis sepertimu. Aku memang tak pantas untukmu. Aku tak apa jika kau tak mau memaafkanku. Aku tak apa jika kau mulai membenciku. Aku tak apa jika kau tak menganggapku lagi. Aku hanya ingin memberitahumu satu hal, Taylor. Ini sangat tulus dari dasar hatiku.
Aku mencintaimu. Selamanya.
~CurlyheadAku berusaha mati-matian untuk tak menangis membaca pesannya yang terakhir itu. Dia mencintaiku? Tidak mungkin. Jika kau mencintaiku, kau tak akan berselingkuh dariku, Harry, batinku menangis.
****
Sudah seminggu belakangan Harry terlihat sangat sering melamun. Sahabat-sahabatnya sudah pasrah akan pria itu. Setiap kali mereka bertanya kepada Harry, Harry pasti hanya diam dan tak menjawab mereka. Harry seperti mayat hidup. Dia tak mau makan selama beberapa hari, dia tak ke luar dari kamar selama beberapa hari. Dia terlihat sangat menyedihkan.
"Harry, kau di dalam? Kau bisa mendengarku?" Gemma berteriak dari luar kamar Harry. Harry menarik nafas. Dia sudah pasrah akan hidupnya saat ini.
"Harry! Buka pintunya! Aku membawakanmu makanan! Aku tahu kau belum makan!" Gemma mengetuk kasar pintu kamar Harry tapi, Harry tak menggubrisnya. Harry masih saja duduk di tepi ranjang, dengan tatapan kosong.
"Harry! Jangan biarkan aku mendobrak pintu ini!"
Baru saat mendengar ancaman Gemma itu, Harry mulai bereaksi. Harry bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu. Harry membukakan pintu itu untuk Gemma. Saat pintu di buka, Gemma membulatkan mata, melihat penampilan adiknya sekilas sebelum akhirnya, merangkul Harry untuk kembali ke ranjang.
"Lihat dirimu! Kau sangat kacau!" omel Gemma kepada adiknya itu. Anne dan Robin sedang berada di London. Sekarang, Harry dan Gemma berada di rumah yang Harry beli di daerah Los Angeles.
"Makan makanan ini sekarang!" perintah Gemma. Harry menggelengkan kepalanya. "Aku tak lapar, Gemma." Suara Harry terdengar sangat lemah.
"Apa yang kau katakan? Ya, mungkin kau memang tak lapar tapi, tubuhmu butuh tenaga, bodoh! Kau harus makan! Aku memaksa!" perintah Gemma tegas. Harry menatap Gemma sekilas sebelum berkata, "jika aku makan, apa dia akan kembali kepadaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Things I Can
FanfictionJika bukan karena perjodohan, aku tak mungkin ada di sini, duduk sendiri, berteman dengan sepi.