21. Fauziisme (2)

401 74 0
                                    

H-7 menjelang KBM Fakultas ISIP.

Vio dan Yaya sedang duduk di depan gedung Fakultas, menunggu upacara pelepasan. Memandang dan mengomentari orang-orang yang berlalu lalang. Mata Vio mencari-cari sosok Fauzy, tapi pria itu tak ada di sana. Kalau ada, Vio pasti langsung tahu, walau hanya sehelai rambutnya yang terlihat. Tiga orang mahasiswi Jurnalistik duduk tepat di bangku sebelah mereka.

"Asyik, bentar lagi berangkat," kata yang pertama.

"Iyalah, apalagi kali ini satu Fakultas berdekatan," lanjut yang kedua.

Yang ketiga tertawa. Vio dan Yaya mengenalinya, dia cukup aktif di Fakultas dan tentu saja karena dia satu jurusan dengan Fauzy.

"Yeee ... Jeni ketawa aja, dia sih nggak peduli mau sefakultas atau nggak. Habis Fauzy ikut," kata salah satunya. Vio tersentak mendengar nama itu.

"Apaan kalian?" Jeni tersipu malu.

"Udah deh, keliatan banget Jeni tu suka sama Fauzy. Satu kelas juga udah tau," kata mereka lagi.

Yaya langsung melihat perubahan ekspresi di wajah Vio, cepat mengajak Vio pergi sebelum raut mukanya tambah aneh. Pembicaraan itu sudah jelas arahnya. Ketiga mahasiswi kaget saat mereka beranjak dari tempat itu, mungkin tak menyadari kehadiran Vio. Kalau tahu mungkin mereka tak akan membicarakan soal Fauzy, siapa yang tak tahu Fauzy dan Vio dekat?

Vio diam saja, hatinya gelisah, cemburu dalam diam.

"Udah nggak usah bete gitu, lagian bentar lagi orang-orang juga pada tau kalau kalian pacaran," kata Yaya.

"Kenapa Fauzy banyak yang suka?" Pertanyaan super bodoh meluncur dari bibirnya, hal itu tak perlu dipertanyakan lagi.

"Lho menurut Vio, Fauzy bertanya-tanya juga nggak kenapa Vio banyak yang suka?"

"Kayaknya nggak mungkin deh."

"Yakin?" Vio diam saja, bukannya dia egois, akan tapi sepertinya cewek-cewek itu bukan secara kebetulan duduk di sebelah mereka dan membicarakan Fauzy. Sejujurnya Vio jadi ingin marah-marah pada Fauzy supaya dia nggak deket-deket lagi dengan wanita lain, terutama yang jelas-jelas punya rasa padanya. Tapi, dia terlalu malu untuk itu.

Memang Vio dan Fauzy jarang berduaan di kampus dan kalaupun di kantin lebih sering ditemani oleh Yaya dan Edo, apalagi Fauzy jelas bukan tipe yang hobi memproklamirkan apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Bintang yang semakin meredup itu bukan karena malam semakin terang, tapi karena tertutup oleh kabut.

🌠🌠🌠

Pukul 20.20. Kolam Renang Kampus Hijau.

Kecipak-kecipak bunyi air yang terbelah memecah kesunyian malam itu, Fauzy kembali beraktivitas, merasakan dinginnya air menggerogoti kulitnya. Tapi beberapa hari ini berbeda, dingin menusuk yang dulu terasa dinikmatinya sekarang malah terasa hangat. Tadinya Vio ingin menemani, tapi terasa kurang pantas mengajak Vio kentempat ini. Di waktu malam terlalu sepi, berbahaya.

Langit mendung, tak terlihat bintang satupun. Jam-jam ini kolam renang selalu sepi, anak-anak eskul biasa menggunakannya sampai jam 9. Air kolam yang menggigit, sudah menjadi temannya selama ini. Fauzy membayangkan wajah Vio yang tengah tersenyum padanya. Tak bisa membayangkan yang lain selain dia. Dia benar-benar jatuh cinta padanya.

🌠🌠🌠

Sekretariat FISIP Kampus Hijau.

Ramai, hari ini hari keberangkatan mahasiswa menuju kecamatan tengah. Mahasiswa-mahasiswi terlihat hilir mudik, mahasiswa baru menaikkan barang bawaan ke atas mobil. Mereka akan menempuh perjalanan sejauh 4 jam. Masing-masing jurusan berangkat bergantian dengan jeda 10 menit. Aku melompat naik ke atas, disambut histeria mahasiswi-mahasiswi baru takut tertubruk karena banyak yang masih berdiri. Jurusan Jurnalistik berangkat dengan 2 mobil untuk panitia dan logistik dan peserta, mahasiswa baru. Akan tetapi 5 orang panitia mendamping mobil peserta termasuk aku. Aku lalu menyadari bahwa beberapa mahasiswi baru melirik kearahku. Ada yang aneh? membuat jengah.

Dasar anak-anak, entah apa yang mereka pikirkan? Aku lalu tertawa sendiri, padahal saat ini aku cuma berjarak setahun lebih tua dari yang kusebut anak-anak tadi. Rombongan mahasiswa Ilmu Politik dibelakang, khawatir pada Vio itu pasti.

Tiba-tiba salah satu mahasiswa yang duduk dekat denganku menyapa. "Jauh ya bang?"

Aku melirik arah suara. "Kira-kira empat jam-an."

"Ooh lama juga, Aku Rino bang." Aku mengangguk. "Pemandangannya bagus."

Rino bicara pada dua orang cewek di sebelahnya, mereka mengangguk-angguk.

"Bang nama abang Fauzy kan?" tanyanya lagi seakan tak mengizinkan aku diam.

"Yup," sahutku pendek. Rino kemudian berbicara lagi pada cewek-cewek di sebelahnya.

"Kalian tanya sendirilah," dia menghardik. Aku jadi tertawa melihat tingkah laku mereka.

"Katanya mereka baru ini liat abang, padahal mereka ini paling yang gak gaul ya," kata Rino lagi padaku seakan tidak enak hati.

"Ospek kemarin saya mudik," jelas Fauzy. Rino manggut-manggut.

Perjalanan menuju lokasi KBM sungguh menarik, kami melewati hutan tropis, air terjun berukuran rendah dengan pemandangan pegunungan yang memang selalu menarik untuk dipandangi berlama-lama. Awalnya aku berencana menggunakan motor agar lebih mudah mengunjungi Vio. Tapi Edo berjanji akan datang dan mengikuti kemah bersama di tenda anak-anak Jurnalistik. Aku pun bingung entah apa yang akan dilakukan Edo di sana nanti, harusnya nge-camp di tenda anak-anak HI tapi malah memilih berkunjung ke camp-ku.

Pukul 14.00.

Kelompok Jurnalistik telah sampai di lokasi kemah. Tidak jauh dari pemukiman warga, tetapi juga tidak dekat. Tanah tempat mendirikan tenda landai ditumbuhi rumput-rumput halus, tempat yang sempurna untuk menjadi lokasi perkemahan. Di sisi kanan mereka aliran sungai dengan lebar 10 meter mengalir deras dan jernih. Diseberang sungai terhampar hutan tropis hijau, lebat dan menyeruakkan aroma liar menambah segar udara. Baik untuk mereka yang terbiasa berkubang dengan polusi di kota.

"Kita sangat beruntung dapat lokasi di sini," kata Alex si ketupat.

Beberapa orang mahasiswa mendirikan tenda utama untuk tempat tidur peserta baru dan tenda-tenda kecil di sekitarnya untuk panitia, peralatan dan dapur. Acara pembukaan akan dilaksanakan pukul 08.00 malam. Setelah tenda berdiri sempurna beberapa panitia menuju kerumah Lurah untuk silaturahmi.

Pak lurah berusia paruh baya, tapi jelas punya semangat muda. Ia berpesan agar mahasiswa yang sedang berkemah menjaga tingkah laku dan perkataan. Itu wajar saja melihat lokasi seperti itu. Aku memperhatikan dengan heran, hampir seluruh rumah warga ditanami labu siam di halaman rumah juga mempunyai pohon bunga terompet di kedua sisi pagar. Rumah yang satu jadi mirip dengan rumah yang lain hanya karena tanaman yang ditanam, seharusnya nama kelurahan ini kelurahan labu siam atau kelurahan bunga terompet.

Daerah ini cukup maju apabila mengingat lokasinya yang jauh dari kota. Sebenarnya untuk urusan silaturahmi dengan warga, Alex si ketupat sudah ditemani oleh beberapa panitia, hanya saja tadi kebetulan aku terlihat olehnya dan diajak ikut serta. Pak lurah tampak sangat sumringah saat mengobrol dengan para mahasiswa dan berjanji akan segera mengunjungi lokasi perkemahan sekaligus memberikan sepatah dua patah kata.

🌠🌠🌠

Arah (END)Where stories live. Discover now