Tak Bernama

1.8K 322 36
                                    


"Awal itu selalu sederhana hanya saja ketakutan membuatnya terlihat rumit hingga semua jadi benar-benar sulit bila hanya terus terpendam dalam kepala saja."

***

Now playing: Lauv- I Like Me Better

***

Setelah berdebat alot dengan ketakutannya sendiri akhirnya Al mantap menggenggam pilox itu dan Nila otomatis tersenyum. Bukan karena permintaannya dikabulkan Al melainkan karena melihat kilatan bahagia di mata Al. Sepercik rasa menggebu yang selama ini terpaksa ditidurkan entah karena apa, alasan yang masih belum bisa Nila kenali.

"Nih sketch book kalau kamu mau oret-oret dulu," ucap Nila sambil mengeluarkan perlengkapan gambarnya.

"Aku beneran boleh gambar apa pun?" Tanya Al memastikan dan tatapan berbinar itu sontak membuat Nila mengangguk begitu saja.

Senyum merekah di wajah yang biasanya terlihat dingin itu dan luapan semangat mengantar Al mendekati tembok putih polos itu. Akhirnya aku punya tembok yang bisa aku gambari sendiri. Kata Al dalam hati sambil meraba tembok yang terlihat berharga itu. Mungkin aneh, tapi sejak kecil Al ingin sekali menggambari tembok dengan ilustrasi di kepalanya, tapi lagi-lagi aturan terkutuk itu yang membuat Al hanya bisa mengangankannya dan tiba-tiba hal yang dianggapnya mimpi itu kini ada di hadapannya.

Al menutup matanya sambil menikmati tangannya yang membelai tembok itu. Dia mencoba merasakan nyawa dari tembok itu dan dia kini seakan berbicara pada sang tembok tentang ilustrasi apa yang diinginkannya. Kemudian Al membuka mata, berjuta warna tiba-tiba terpancar bebas di tembok itu beserta gambar-gambar yang silih berganti keluar masuk. Seakan memberi tahu Al bahwa dia telah berhasil berkomunikasi dengan sang tembok. Setelah terbengong beberapa saat melihat apa yang ada di hadapannya, Al tiba-tiba lari mengambil sketch book Nila dan tanpa berkata apa-apa dia langsung menggambar apa saja yang telah dipilih otaknya. Lincah dan penuh semangat bahkan Al lupa tentang keberadaan Nila yang mengamatinya sejak tadi.

Nila tidak menganggap apa yang dilakukan Al itu berlebihan karena dia pun juga pernah ada di posisinya dan melakukan hal yang sama. Nila sekarang tersenyum karena bisa melihat semangat yang besar itu kini membara di dalam jiwa Al yang selama ini tampak layu. Ternyata begitu eksperinya saat bahagia.

Al telah selesai dengan konsepnya, dia mulai mendekati sang tembok. Dia mulai menggambar satu persatu objek yang tadi hanya mampu digoreskannya di kertas. Kini satu persatu mulai berpindah ke tembok itu. Entah hari itu yang panas atau semangatnya yang tak lagi bisa ditenangkan, Al jadi mandi keringat dan pakaiannya yang berlapis-lapis itu tanpa sadar dia lepas satu-persatu hanya tertinggal si kaos putih berlengan pendek itu. Itu saja mulai berwarna akibat cipratan cat dan pilox. Tapi meski badannya tak sebersih biasanya, Al tak merasa rishi sebaliknya dia malah belum pernah merasa sebahagia dan senyaman ini dalam hidupnya.

Nila beberapa kali menahan tawa dengan sikap Al yang tak seperti biasanya bahkan penampilannya sekarang jauh berbeda dari kesan rapi yang selama ini selalu ditangkap Nila. Namun, wajah cerah itu mengantarkan Nila pada keceriaan yang tiada tara seakan dia berhasil mengantar Al kembali bernyawa. Hanya saja bekas luka di lengan kiri Al yang lebih dari satu itu menggugurkan tawa Nila begitu saja. Nila lebih dari paham bagaimana bekas luka itu ada. Tapi rasa sedih membuat tanya terbunkam di mulutnya. Hingga spekulasi-spekulasi mengantarkan Nila terpaksa meninggalkan Al sendiri. Dia tidak mau Al tahu kesedihannya sebab Nila lebih dari paham betapa bencinya Al untuk dikasihani.

Nila berjalan perlahan meninggalkan gedung itu, setenang mungkin berharap Al tak menyadarinya. Dia hanya ingin melerai pedih yang tak bisa dibendung dalam kepuraannya kini. Dia berjalan menuju tempat tersepi dari perkampungan itu dan membiarkan air matanya bebas mengekspresikan kesedihannya. Sedangkan di sisi lain, Al yang mulai kembali kepada kesadarannya mulai tahu bahwa Nila menghilang dari tempatnya berada. Kepergiaan tanpa pamit membuat konsentrasinya pecah. Setelah sepuluh menit memutari gedung itu dan berulang kali mengecek jalanan sempit di depan gedung barulah sosok yang dicarinya menampakkan diri.

IllustrationaloveWhere stories live. Discover now