22. Tidak Sendiri

2K 217 16
                                    

Jangan ditahan, karena lo juga manusia. Kalau sedih nangis sepuasnya, kalau kesal teriak saja, kalau marah mencaci saja. Karena lo juga manusia. Berhak buat menunjukkan kejujuran dari hati lo.”

- Ares Sandehang -

<<<>>>

Sebenarnya, Ares tidak pernah bertemu langsung dengan mommy Odit secara langsung. Dia hanya tahu bagaimana karakter beliau, peran beliau sebagai seorang ibu, dan bagaimana teganya beliau membiarkan Odit tinggal sendirian itu, dari cerita Odit sendiri. Ares tahu wajah beliau pun hanya dari dengan pandangab dari jauh. Kulitnya sawo matang, hidungnya bangir, mata belo, serta senyum cantik seperti yang dimiliki Odit sekarang.

Kalau begitu, bagaimana Ares bisa tahu kalau orang yang menelpon Odit kemarin malam adalah mommy-nya?

Sekitar 2 tahun yang lalu, saat persahabatan Ares dan Odit baru terjalin sekitar 3 bulan lamanya. Saat para orang tua memperebutkan hak asuh anak ketika mereka tidak bisa lagi mempertahankan biduk rumah tangga mereka, justru Ares tidak melihat itu di kedua orang tua Odit. Mereka terkesan ... ingin bebas dari anak mereka. Hingga saat Odit meminta untuk dibelikan rumah di salah satu kompleks sederhana Jakarta Timur, keduanya langsung setuju. Bahkan mereka berdua mengantarkan Odit ke rumah barunya hari itu.

“Kamu yakin nggak mau pakai jasa asisten rumah tangga? Padahal nggak apa-apa, mommy yang nanti akan bayar gajinya setiap bulan,” untuk kesekian kalinya, Bu Inez bertanya pada putrinya. Beliau adalah mommy Odit. Asli orang Jogjakarta, tapi memutuskan untuk kuliah di Jakarta, hidup berumah tangga di sana, serta melaksanakan sidang perceraian di kota yang sama juga. “You are too young to live alone. Mom and dad cann't stay here. But at least, there’s one adults who accompany you.

Your mom is right, Dit.” Pak Arthur Smith, -ayah kandung Odit, mengangguk setuju. Orang Edinburgh, Inggris. Ya, kota yang memiliki banyak bangunan arsitektur unik itu. Jadi tidak heran kalau Pak Arthur juga seorang arsitek. “You have to go to college, and it certainly would exhausting. At least, there must be one people who makes food for you, or just make sure you sleep enough.

Odit hanya diam duduk di sofa ruang tengah, mendengarkan ocehan kedua orang tuanya sampai selesai. Karena kalau sampai dia memotong di tengah-tengah, pembicaraan ini akan semakin panjang. Dan Odit tidak mau itu, dia tidak mau buang-buang waktu. Dia lelah untuk merasa lelah, dia ingin istirahat. Karena memang itu tujuannya, dia meminta untuk dibelikan rumah sederhana di kompleks itu supaya odit bisa istirahat.

Hingga akhirnya, setelah dirasa mereka berdua telah berhenti, Odit menjawab dengan tegas. “I just wanna live alone here.

Sangat pelan, tapi sudah sangat mampu untuk membungkam Bu Inez dan Pak Arthur seribu bahasa. Mereka saling bertukar pandang, lalu mengangguk secara bersamaan. Karena mereka berdua sama-sama tahu, meskipun Odit baru saja berumur 18 tahun, tapi pemikirannya jauh lebih dewasa dari itu. Karena tuntutan keadaan yang memintanya untuk bersikap dewasa, mencoba mengerti keadaan rumah yang selalu tidak nyaman, serta belajar untuk hidup sendiri.

Lalu, hari itu pula mereka harus pergi ke tujuan masing-masing. Bu Inez pergi ke Jogja, sedangkan Pak Arthur harus menunggu pembeli rumah mereka yang lama sebelum kembali ke Inggris. Tidak ada yang menginap, setidaknya satu malam saja untuk menemani putri mereka. Dan yang paling menyedihkan, Odit juga tidak memintanya meski sangat ingin. Dia yang justru mengantar kedua orang tuanya sampai pagar rumah barunya, dan kembali mendengarkan pesan mereka.

Baby, take care of your food, rest well, and don’t listen to the music through earphones during sleep.” Kemudian, Pak Arthur menggunakan bahasa Indonesia dengan pelafalan yang tidak terlalu enak di telinga. “Daddy akan sangat merindukan kamu.”

Mitologi Cinta [Tamat]Where stories live. Discover now