Bab 3

5.6K 196 4
                                    

"Eh Ra, mu ikut aksi selasa depan?" tanya teman ku yang juga anggota BEM, Ratna.
"Ya iyalah ikut, aku nya aja anggota BEM masak nggak ikut. Nanti kena tegur lagi sama Bang Fikri. Soalnya kan ini agenda pertama untuk tahun ajaran baru kalau kita ngadain aksi" jawab ku dengan nada malas.
"Lah iya, kabar-kabarnya nih ya, presma universitas sebelah yang ganteng itu, juga ikut loh. Duuhh nggak sabar deh pengen ketemu sama presmanya. Walau dari jauh sih. Yang penting bisa ngeliat dia secara langsuuung" ratna yang juga nge fans berat sama presma Universitas sebelah, mengatakan hal tersebut dengan raut wajah yang berbinar-binar. Aku sebel aja gitu ngedengerinnya soalnya kan ya presma jadwalnya padat dan mustahil banget bisa ketemu presma secara langsung. Untuk ketemu Presma di Universitas ku aja masih susah, apalagi presma Universitas sebelah. Karena Ratna yang terus-terusan mengkhayal, aku langsung menjitak kepala ratna agar dia sadar dari halunya.
"Heeh bloon, Udah lah jangan nge halu. Dan juga nih ya, ya jelas lah dia ikut Maemunah. Dia nya aja presma. Kan presma harus ikut andil dalam aksi ini. Bukan presma namanya kalau dia nggak ikut aksi" ratna yang merasa perkataannya tadi nggak masuk akal, hanya cengengesan dan mencolek pipi ku.
"Iya deh iya, aku salah. Ya udah deh, aku kelas dulu. Takut nanti dosennya cepet masuk. Byeeeee eneng cantiikk" ratna pun melambaikan tangannya serta membentuk jari nya dengan tanda love.
Aku terkadang bingung, ikut organisasi terkadang bikin capek juga, jenuh, dan menyita waktu. Di lain hal, dengan ikut organisasi, aku juga bisa berteman dengan banyak orang. Salah satunya ratna, cewek sekaligus teman dekat aku, cewek periang yang selalu bisa hibur aku dengan ocehannya yang terkadang garing garing renyah. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala ngelihat kelakuan ratna setiap hari. Nggak jaim banget jadi cewek. Makanya jomblo nya si ratna awet banget.
Aku pun berjalan ke arah kantin yang berada dekat dengan kelas ku, sebelum dosen masuk aku pun memesan minuman dingin dan sesekali melihat ke arah kelas, memastikan dosen belum masuk.
Tring, tring
Aina : eh iya, gue baru tau kalau selasa depan ada aksi. Lu ikut ya?
Aku: ya iyalah ikut. Pertanyaan lo sama aja ya sama si ratna. Namanya aja gue gabung BEM, ya harus ikut la Gimana sih.
Aina : ho oh, iya juga ya. O iya ketemu presma gueee dooong. Hihihi
Aku: presma gue? Helloooooo. Presma universitas lo kali.
Aina: iya presma universitas gue. Ih lo nyebelin. Ya udah deh. Gue kelas dulu. Byeeeee judeessss.

Aku yang membaca pesan dari aina, hanya bisa geleng-geleng kepala. Kenapa semua orang bisa nge fans banget sama presma universitas sebelah? Ketemu aja belum, udah kagum aja. Kalau aku sih ya, sebelum bertemu dengan orangnya langsung, aku nggak bakalan gampang percaya yang orang bilang. Harus dibuktikan. Hohohoh tunggu saja selasa depan.

"Heloooo Ara akooh. Kok sendiri aja? Jomblo?" tanya Fathon temanku tapi beda jurusan.
"iya gue jomblo. Kenapa? Masalah?" jawabku jutek dan dibalas kekehan oleh fathon.
"hehee. Sabar atuh neng. Nanti juga ketemu jodoh.  Atau lo mau ama gue nggak? Kebetulan gue juga jomblo" fathon yang suka sekali buat aku bete, hanya bisa ketawa cekikian ngelihat  mukaku yang sebentar lagi akan meledak saking emosinya.
"Tau ah bodoh, gue masuk kelas dulu. Dasar bacot bekicot. Sebel gue ama lo" aku pun menaiki tangga ke kelas sambil mencibir ke arah fathon yang terkekeh di kantin.

Aku memasuki ruangan kelas yang sudah dipenuhi mahasiswa-mahasiswa ambis. Mahasiswa ambis yang aku maksud disini, mereka itu udah standby dengan buku yang udah diletakkin di atas meja, dan ada juga diantara mereka membaca buku yang tebalnya masyaallah, saking tebalnya kacamata nya pun ikutan tebal. Aku bergidik ngeri ngelihat ke ambisan mereka dalam kuliah, sampe segitunya mereka demi mendapatkan nilai yang bagus. Atau hanya aku saja ya yang terlalu santuy menikmati masa-masa kuliah? 

Sebenarnya aku juga termasuk tipe atau golongan mahasiswa kutubuku. Selain makan di katin  ayam geprek mang udin, tempat favorit ku yang lain adalah perpustakaan. Tapi kebanyakan aku disana numpang duduk dan baca novel yang aku bawa dari rumah. Aku suka sekali mengkoleksi novel-novel dengan genre yang beragam. Tapi dari semua novel yang ku koleksi, genre yang paling banyak itu adalah genre romance. Maklum lah ya, namanya aja perempuan. 

Aku mengambil posisi tempat duduk di tengah-tengah, selain karena tempat yang strategis dan bisa buat main ponsel sambil sembunyi-sembunyi, juga karena aku bisa mendapatkan angin sejuk dari kipas angin yang letaknya juga di tengah-tengah. Jadi adem deh, hehehe. Suntuk di dalam kelas, aku memilih keluar dan membeli minuman dingin untuk meredakan haus di kerongkonganku, sebab cuaca saat ini panas banget. Aku menuju lantai bawah tepat dimana kantin berada. Karena keadaan kantin yang kosong, aku memilih terlebih dahulu untuk sekedar nongkrong sambil nunggu dosen yang belum juga datang, lumayan WIFI gratis.

Aku memilih membuka youtube dan mencari musik atau lagu kesukaan ku. Setelah ketemu, aku pun menyetel volume ponsel ku sedikit keras dan melanjutkan memakan camilan yang sudah aku beli tadi. Awalnya tidak ada yang aneh selama aku duduk di kantin ini, tapi lama-lama aku merasakan ada tangan seseorang yang memukul pelan bahuku, tapi aku tetap tak menghiraukannya. Barang kali itu tangan orang yang tak sengaja menyenggol bahuku ketika ia sedang berjalan. Namun kembali aku merasakan ada tangan seseorang yang memukul pelan bahuku, karena merasa risih aku pun menoleh samping tepat dimana orang yang sudah mengangguku tadi berada. Aku melihat Bang Fikri dengan tatapannya yang sepertinya memberikan kode kepadaku. Tapi aku tak paham dengan yang namanyan kode, malah aku menggeleng-geleng ketika dia memberikan kode dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Ra, Saya boleh duduk disini nggak?" tanya Bang Fikri. Oh jadi ini ternyata maksud kode dari dia, mau duduk di sebelah aku. Aku mengangguk dan mengizinkan Bang Fikri untuk duduk di kursi tepat disebelahku.  "Ada apa bang? tumben? Bukannya Bang Fikri lagi ada kelas?" tanya ku sambil memakan keripik kentang yang ku beli tadi.

"Nggak, capek gue kelas mulu. Sekali-sekali ambil jatah nggak apa lah ya, lagian kayaknya dosennya nggak masuk deh" Bang fikri membuka ponselnya dan tampaknya sedang menghubungi teman kelasnya.

"Oh iya Ra, kamu ikut aksi kan kali ini? Jangan bilang ya kamu mau pulang kampung lagi" kali ini aku mengangguk dan mengatakan kalau aku  bakalan ikut aksi. "Oh iya Bang, bang fikri kan gubernur nih di BEM, pastinya bang fikri kenal dong sama Presiden Mahasiswa universitas sebelah?" tanyaku kepada bang fikri.Seketika bang fikri tersenyum jahil kearahku dan menggerakkan sebelah alisnya. Aku memutar bola mata ku malas ketika melihat kelakuan Bang Fikri yang seperti ini.

"So pastinya aku kenal dong, bahkan kami sering ketemuan. Lagipula dia itu abang kelas aku waktu aku SMA, satu kepengurusan OSIS pula" jawab bang fikri. Oh jadi abang presma itu juga ikut osis dulunya. "Kenapa? Kamu suka ya sama dia?" tanya bang fikri.

"Enggak lah bang. Ngapain aku suka sama dia. Ketemu aja kagak" jawabku dan mencibir ke arah bang fikri.

"Ooooo aku paham, jadi kamu pengen ketemuan ya sama bang presma? Oke nanti kalau aku ada jadwal untuk ketemuan sama bang presma, aku bakalan ngajakin kamu deh" sontak aku kaget mendengar jawaban dari bang fikri. Ampun deh aku sama gubernur BEM yang satu ini, bikin orang serangan jantung aja.

"Enggaklah bang. Abisnya aku bingung aja gitu, banyak kali cewek-cewek yang kesemsem sama dia" sanggah ku dan ku lihat bang fikri yang menganggukkan kepalanya tanda paham dengan apa yang aku maksud. "Pasti bang fikri tahu lah kan ya" sambungku.

"Ya tahu lah. Sebab ya bang presma itu emang tipe cowok idaman seorang cewek. Kapan-kapan deh aku ajak kamu buat ketemu sama abangnya" bang fikri mengambil sedikit kripik yang sedang aku makan. "Bang Fikri kalau mau, beli dooong. Masak ambil punya orang" bang fikri mencibir ke arahku dan kembali mengambil kripik ku. "Idiih, pelit amat jadi orang" Langsung ku jewer telinganya Bang fikri yang sudah berani mengatakan kalau aku pelit. "Kalau aku pelit, nggak bakalan ya bang aku mau berbagi kripik aku untuk yang kedua kalinya sama bang fikri" kemudian aku melepaskan jeweran ku dari telinga bang fikri dan memakan dengan gemas kripik kentang yang sedang ku makan. 

"Hoi Ra, lo nggak masuk kuliah tadi ? malah asik mesra-mesraan sama bang fikri" Rangga yang masuk kantin sambil membawa tasku pun ikut nimbrung di meja yang aku tempati.

"Eh Ngga, Bu Desi nggak nyariin aku kan?" tanyaku kepada rangga. Soalnya aku takut banget sama Bu Desi, beliau itu orangnya tegas banget dan super jahat kalau ngasih nilai. 

"Ya enggaklah, buat apa dia nyariin elo, ELO ITU KAGAK PENTING" rangga memberikan penekanan di beberapa bagian kalimatnya, sontak bang fikri yang mendengar pun tertawa terbahak-bahak disusul oleh rangga. Aku yang gemas mendengar mereka tertawa,langsung saja

PLAK,PLAK

Menoyor dahi mereka dan kembali mendengarkan musik kesukaanku. 

"HARAAAAAA" mereka pun memandangiku dengan tatapan ingin memakanku.

"MAMPUUUS" kemudian aku tertawa melihat muka mereka yang sudah merah seperti kepiting rebus.

Happy Reading guys😘❤️❤️

Presiden Mahasiswa [COMPLETED] Where stories live. Discover now