Ujung khimar panjang berwarna kuning kunyit senada dengan gamisnya, menari-nari bersama angin segar di taman bunga milik keluarga Irawan.
Bangku panjang dari kayu diduduki oleh dua orang yang sebentar lagi berencana untuk menikah. Jarak satu meter, meraka tak berdekatan. Itu pun, mereka tak hanya berdua. Sasa---adik Farhan, duduk tak jauh dari keduanya sembari ditemani dengan buah hati Inayah. Mengingat bahwa mereka tak bisa berduaan seperti sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. "Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali dia (wanita tadi) ditemani mahramnya."
Mungkin, wanita lain tak akan merasa nyaman ketika berlama-lama menunduk. Berbeda dengan Syera yang sedikit pun tak beniat duduk tegap dan menatap indahnya tumbuhan yang ditanamnya bersama sang bunda.
Farhanlah yang meminta agar bisa berbicara dengan Syera, entah hal apa yang akan ia bicaran. Sebab, pria iti sedari tadi tak berniat mengawali pembicaraan.
"Maaf jika perkataan Hizam tadi melukai hatimu. Maaf telah membuatmu bersedih."
"Jika kamu berubah pikiran atas pinanganku ... katakan saja. Jangan sampai kau diam, dan menyesal setelahnya," lontar Farhan. Memulai pembicaraan dengan lantang.
Ini semua salahnya, Farhan salah dalam mendidik Hizam.
Persis dengan dugaan Syera, ia mendongakkan kepala. Tanpa menatap pria di sebelahnya. Mengumpulkan segenap kata-kata agar tak salah berucap. "Kenapa justru kamu yang ragu?" tanyanya, menahan kekehan yang hampir keluar dari mulutnya.
"A-aku tak akan melakukan hal itu. Mungkin sedikit sulit. Kondisi Hizam yang belum menerimaku bukanlah masalah. Itu hal wajar untuk anak mana pun yang akan memiliki ibu sambung, menerima hal yang mungkin belum bisa ia relakan."
"Aku akan mengambil hati Hizam. Beri aku waktu untuk berdekatan dengannya."
Sesekali Farhan mengerjapkan mata, ia sedikit terlena dengan suara kecil tapi lembut dari calon istrinya itu. Astagfirullah.
Mengapa pria itu menjadi ragu akan keputusannya. Bukan karena soal menafkahi, tetapi jika saja calon istrinya itu kewalahan mengambil hati putranya dan menyerah begitu saja.
Suara melengking Sasa membuyarkan dua insan itu. Ketika Sasa telah berjalan ke dalam rumah, mereka masih diam tak berkutip. Layaknya orang yang baru saja kasmaran. Mendadak bodoh.
"Masuk lah duluan. Aku akan di belakangmu," tutur Farhan dan diangguki Syera.
Saat berjalan, Syera terlihat memegang sisi kanan khimarnya, mengurangi rasa berat ketika angin baru menerpa khimarnya itu. Pergerakan serta punggung mungil Syera tak pernah luput dari netra Farhan. Sesekali ia tersenyum tipis ta percaya bahwa ia akan menikahi seorang wanita yang baru saja beranjak dewasa.
Aku yang akan menanggung segala kebahagian atas kamu, Syera.
***
Inayah tersenyum geli menatap kedua insan yang seperti pertama kali merasakan kasmaran. Wajah sang adik yang terlihat gugup membuatnya menahan tawa. Sembari menunggu kedua sejoli itu duduk, ia mengeluarkan dua buku besar bersampul putih polos dan menaruhnya diatas meja.
"Sye, duduk di sebelah Mbak sini," pinta Inayah, sembari menggerakkan tangan kanannya isyarat 'ke mari'.
Syera mengangguk, bernapas lega karena tak perlu bingung akan duduk di sebelah mana.
Inayah tersenyum tipis melihat calon adik iparnya. Tak bisa dipungkiri, ia mengakui akan cantiknya paras Syera yang menurutnya begitu dijaga oleh sang empu. Tangannya membuka buku di atas meja, memperlihatkan berbagai gamis pernikahan syar'i. Ia mempersilakan calon adik iparnya itu memilih desain yang disukai. Ningrum, Aminah, dan Yuni juga terlihat menatap setiap desain yang ada di buku sembari memberi masukan jika saja Syera yang memakai.
Inayah tak pernah tahu apa alasannya memaksakan diri untuk mengurus pakaian pernikahan adiknya itu. Padahal, saat pernikahan Farhan dan Laila---almarhumah istri Farhan, ia sama sekali tak berniat sekedar membantu persiapannya sama sekali. Padahal, Inayah merupakan desainer pakaian muslim yang cukup terkenal di Jakarta.
Pergerakan Syera saat akan membuka halaman selanjutnya terhenti. Ia melupakan sesuatu, apa yang dia kenakan haruslah sesuatu yang disukai calon suaminya. Farhan.
Netranya bergerak menatap depan, yang tanpa ia sadari calon suaminya terus memandanginya. Hanya sedikit, wanita itu seperti mengintip, sebelum akhirnya ia menatap Aminah yang berada di depannya, beralih ke Ningrum yang duduk di sebelah kanannya dan menuju Inayah di sisi kiri. "Mbak," panggilnya lirih, takut-takut suaranya dapat didengan oleh para pria di seberang sofa.
"Iya," jawab Inayah, "kau menyukai ini?" lanjutnya bertanya dan digelengi Syera.
"Tak ada satupun yang memikat hatimu, Syera? Mbak perlu mendesain baru?" tanya Inayah dengan lesu.
Syera menggeleng, tak tahu jika respon yang ia berikan melukai hati calon kakak iparnya.
"Bukan itu, Mbak. Semua desainnya bagus, hanya saja ...."
"Kenapa, Nak?" tanya Aminah, sedikit tak tahu maksud calon menantunya itu.
Syera menatap kuku tangannya yang ia mainkan. "Biar Habib Farhan yang memilihkan," cicitnya.
"Syera-Syera. Lucu sekali kamu ini," kekeh Inayah, bergerak memegang lengan Syera yang tertutup khimar.
"Jangan! Selera Bang Farhan itu jelek," sahut Sasa dengan suara sedikit lantang. Rasanya, gadis itu teramat ingin memiliki kebaya gamis desain kakaknya itu.
"Diamlah, Syera hanya ingin menyenangkan calon suaminya. Dan jaga mulutmu agar tak berbicara dengan keras, apa kau lupa surah Al-Ahzab ayat 34? 'Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.' Jaga lah suaramu. Berhijab tapi kelakuan kayak laki-laki," cerocos Inayah menasihati adik bungsunya.
"Kak Ina maha benar," gumam Sasa.
Inayah beranjak berdiri, mendekati Farhan. Menyodorkan dua buku berisi desain gamis syar'i pernikahan, mengatakan apa maksud mendatanginya.
Hati Farhan menghangat mendengar permintaan calon istrinya. Tak menyangka bahwa Syera akan melakukan itu. Netranya menatap Syera yang tengah menunduk sekilas. Beralih menatap desain gamis syar'i nan cantik gambaran kakaknya.
Iris itu menatap menatap gambar-gambar di hadapannya. Pandangannya jatuh kepada kebaya syar'i panjang dengan bawah yang berbentuk layaknya payung serta dikelilingi mutiara. Khimar putih senada dengan kebaya, panjang bagian depannya selutut dan belakangnya semata kaki, renda putih tulang melingkar di bagian pinggirnya.
Inayah mengangguk setuju. Tak menyangka bahwa pilihan sang adik terlihat sangat indah dibayangannya jika Syera yang mengenakan.
[Bersambung]
KAMU SEDANG MEMBACA
Umi untuk Putraku
RomancePART LENGKAP Farhan Ghazali tidak menyangka akan jatuh cinta pada wanita yang baru menginjak usia 21 tahun di umurnya yang sudah berkepala tiga. Ia yang bertemu dengan wanita itu secara tak sengaja membuatnya tak bisa menampik bahwa ia memang jatuh...