3. Pegawai Baru

2.2K 228 5
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Seminggu setelah perilisan buku Joko Anshar, tiba-tiba Resti menyodorkan amplop putih yang sudah aku tahu isinya apa.

"Kenapa resign? Kamu 'kan bisa ambil cuti saja?"

Resti memasang wajah sedih, "Habisnya, saya harus ngikut suami pindah dinas ke luar kota."

"Kenapa baru bilang sekarang?"

"Maaf Miss..."

Aku memijat pangkal hidungku, "Sekarang saya tidak punya asisten."

"Don't panic and don't worry, GP kan udah buka lowongan pekerjaan, Insya Allah nanti banyak pelamarnya."

"Kenapa saya baru dikasih tahu sekarang!" Aku mendumel. 

Resti malah nyengir lebar seperti kuda, merasa tak berdosa "Takut Miss marah kalau dikasih tahu."

Aku menyimpan surat resign Resti. "Ya sudah kalau kamu mau resign."

Resti mengitari meja menuju kursi-ku, "Jangan ngambek gitu dong Miss, nanti makin keliatan tuanya."

Aku menatap sinis Resti, "Mentang-mentang sudah bukan atasanmu lagi jadi kamu bisa meledek saya begitu?"

"Ish, sensi amat Miss. Bercanda doang, nanti kalo udah gak ada bakalan kangen loh."

Tentu sedikitnya aku akan kehilangan sosok Resti. Bertemu selama 9 jam/ hari dalam 6 hari masa kerja membuat-ku akan merasa kehilangan. Meski baru 3 tahun bekerjasama, tapi kinerja Resti sebagai asisten editor-ku cukup memuaskan.

"Nanti aku bakalan sering-sering nelpon Miss, jangan lupa diangkat ya."

Tangan-ku menggapai perut bulatnya, "Kasih tahu saya jika si baby sudah lahir."

"Oh, tentu saja. Kan mau nagih hadiah penyambutan si debay."

"Sesukamu saja."

Hari-hari selanjutnya setelah kepergian Resti, ternyata aku belum bisa beradaptasi. Aku terus memanggil-manggil nama Resti yang tak kunjung membalas seruan-ku, sampai karyawan lain segera mengingatkan kalau Resti sudah pergi. Beberapa kali ku lewatkan jam istirahat karena tak mendengar teriakan maut Resti --yang mungkin bisa terdengar hingga atap gedung-- yang biasanya mengingatkan-ku. Tidak ada yang mengajak makan siang lagi, dan sebagai gantinya aku hanya memakan roti isi sendirian dalam kantor.

Aku bekerja dua kali lipat lebih keras karena beban pekerjaan yang ku tumpuk seorang diri. Sengaja biar lebih sibuk.

Telepon memekik nyaring, mengusik pekerjaanku. "Iya?"

"Miss T, bisa ke lantai tiga tidak? Kita sedang seleksi para pelamar."

Ah, aku lupa kalau hari ini ada interview tahap ke-dua. Satu yang menarik minat-ku adalah dengan dibukanya lowongan asisten editor, yang otomatis akan berada dalam pengawasanku. "Baik bu. Saya kesana sekarang."

Tiba di lantai tiga, terlihat beberapa pelamar yang sedang berkomat-kamit mempersiapkan kata-kata. Aku mengetuk pintu ruang rapat utama dan melangkah masuk ke dalamnya.

Di dalam sudah ada pak Bima, mas Bagja dan tentunya bu Mulan sebagai personalia yang duduk menghadap ketiga pelamar yang sedang diwawancarai. Aku mengambil tempat di samping bu Mulan dan menerima daftar pelamar yang di berikan Mira.

"Peserta nomor 17, kenapa Anda berminat bergabung dengan Grandmedia Publishing? Jika meninjau latar belakang Anda, dan juga saya liat Anda lulusan informatika. Bisa tolong jelaskan pada kami?"

It's Starts From Fortune Cookies [Completed]Where stories live. Discover now