12

6.6K 307 11
                                    

Ovi: Buku lo keren banget. Ini salah satu novel terbaik yang pernah gue baca. Gue sendiri sebagai pembaca gampang banget untuk larut dalam cerita yang lo tulis. Btw, ini ceritanya manis banget sumpah. Saran aja sih di beberapa bagian banyakin dialognya. Jujur, gue tipa pembaca yang lebih suka banyak interaksi antar tokoh daripada narasi yang panjang banget. Overall, gue suka pake banget novel lo. Gue tunggu buku lo selanjutnya.

Gadis itu telah selesai membaca novel yang beberapa minggu yang lalu telah ia beli. Butuh beberapa hari untuk menyelesaikan satu novel ini. Unwanted Marriage, itu judul novel yang Leo tulis. Ovi sendiri tidak habis pikir bagaimana pemuda itu bisa menulis cerita semanis ini. Bahkan gadis ini baper dengan tulisan-tulisan serta interaksi antar tokoh. Meskipun sad ending, namun dia puas dengan novel yang dibelinya itu. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, dia langsung mengirim pesan singkat kepada penulisnya secara langsung. Tentunya pesannya pun tampak dibalas langsung oleh temannya itu.

Leo: Thanks, Vi. Untuk next time gue bakalan nyeimbangin antara dialog dan narasi. Terima kasih untuk sarannya.

Ternyata begini rasanya punya teman penulis. Teman? Ya, mungkin mereka sudah sampai tahap itu. kemudian ponselnya pun kembali berbunyi. Dia pikir Leo kembali mengiriminya pesan ternya tidak. Itu adalah pesan dari Reon.

Reon: Belajar!

Ovi yang baru saja mendapat pesan dari kekasihnya itu pun nampak terkejut. Astaga, dia lupa jika Reon pasti tahu segala gerak geriknya. Contohnya saat ini, padahal dia sedang berada di kamar.

Setelah mengirim pesan balasan, gadis itu kembali membuka buku yang tadi sempat ia tutup. Astaga, tugas lagi. Dulu dia berpikir jika masa kuliah akan membahagiakan, terlebih lagi tidak akan banyak tugas yang ia terima. Namun, semua hanya angan. Sialnya tugas lebih banyak dibanding saat sekolah dulu. Seketika Ovi ingin kembali ke masa SMA-nya. Bisa bertemu dengan teman-teman lamanya terutama Cia.

“Kapan lo balik, Ci,” lirih Ovi sedih ketika lagi dan lagi dia mengingat sahabat lamanya itu. Bahkan ini sudah tahun ketiga, tapi gadis itu tidak ada niatan untuk kembali.

“Pi, pokoknya sampai kapan pun kita tetap sahabat. Paham?” kata Cia membuat sebuah janji dengan Ovi di sebuah bukit kosong belakang sekolah.

“Iya, paham,” jawab Ovi.

“Pokoknya kalau lo ada masalah, lo bisa cerita ke gue. Sebisa mungkin gue akan bantu lo,” lanjut Cia.

“Iya gue tau. Lo juga, seberat apa pun masalah yang lo punya, lo harus cerita ke gue. Janji?” kata Ovi sambil menyalurkan jari kelingkingnya yang disambut baik dengan Cia. Dua jari kelingking kecil itu saling bertautan menandakan janji yang telah mereka buat.

“Lo bilang kita akan bareng terus. Tapi, kenapa lo pergi, Ci?” lirih Ovi saat mengantar sahabatnya di bandara. Hari ini Cia akan bertolak ke Singapura untuk meneruskan pendidikannya dan juga menata hatinya yang dirundung kebimbangan.

Cia yang tidak tega melihat sahabatnya menangis tersedu-sedu pun mencoba menenangkan gadis itu. Satu pelukan lama mungkin akhir dari pertemuan mereka saat itu. Saling menumpahkan kerinduan karena tidak akan berjumpa dalam jangka waktu yang lama.

“Lo sahabat gue, Pi. Sampai kapan pun lo akan jadi sahabat gue. Maaf karena gue ambil keputusan ini. Maaf karena ingkar janji. Tapi, gue janji suatu saat ini kita akan bertemu kembali. Dan gue harap, setelah gue balik ke sini, lo berubah. Jadi Opi yang lebih baik dari ini, selalu ceria dan nggak boleh nangis,” ujar Cia sambil menahan tangisnya. Opi yang memang dasar perasa pun kembali menangis tersedu-sedu, dan lagi lagi Cia harus menenangkan sahabatnya itu. Untung jam keberangkatannya masih lama.

REON SI DEVIL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang