06 : Putra Mahesa

42.3K 5.1K 67
                                    

"Kamu gak dengerin aku?" suara perempuan cantik di hadapanku ini membuyarkan lamunanku. Sejak tadi mungkin ragaku ada di sini, tapi tidak pikiranku.

Ini karena sejak tadi mataku menangkap sosok perempuan yang menurutku menarik. Saat pertama kali dia datang bersama keponakan dan keponakan iparku. Sejak dia cemberut dan sepertinya mengomel pada keponakan iparku. Mataku sudah melirik berkali-kali, mencuri pandang ke arah meja mereka.

"Maaf. Kamu bilang apa tadi?" tanyaku dengan nada suara dibuat sedatar mungkin.

Aku duduk menyandar pada punggung kursi, melipat tanganku di depan dada. Sebenarnya aku tidak ingin bertemu dengan perempuan di hadapanku ini. Dia cantik aku akui itu, tapi dia tidak cukup menarik untukku. Semua ini karena Vira, dia mengatur kencan buta untukku dan perempuan yang aku ketahui berprofesi sebagai seorang model.

"Kamu bisa gak bantu aku audisi?" tanya Kinan penuh harap.

Aku menghembuskan napasku lelah, kasus sama setiap aku kencan buta. Semua perempuan yang aku hadapi selalu ingin menggunakan cara tercepat, memintaku membantu mereka. Semuanya sama, mereka ingin terkenal dan menjadi artis. Jujur saja, aku sedikit risih dengan hal ini. Nama dan sepak terjangku pada bisnis film memang cukup terkenal, tetapi bukan berarti aku bisa memberikan free pass kepada siapa pun.

Aku tersenyum tipis, mengangkat cangkir kopiku dengan gerakan pelan. Menyesap penuh perasaan kopi hitamku. "Maaf aku tidak suka nepotisme," sahutku pelan sembari meletakkan kembali cangkir kopi di atas meja.

Kinan menundukkan kepalanya, mungkin dia malu dengan penolakanku. Aku tahu hidup di dunia bintang tidaklah mudah. Sebagian besar melibatkan hal-hal kotor yang jujur saja membuatku muak.

"Kamu harus usaha dengan kemampuan kamu sendiri Kinan," nasihatku.

Kinan memalingkan wajahnya, sepertinya dia berusaha untuk tidak menangis di hadapanku, aku sudah melukai harga diri wanita ini. "Aku tetap kalah dengan mereka yang punya sponsor hebat," gumamnya pelan.

Sudah jadi rahasia umum memang, seorang model atau aktris dapat mudah mendapatkan job jika memiliki sponsor yang hebat. Atau mungkin lebih tepatnya mereka melacurkan diri pada 'sponsor' tersebut. Sayangnya, aku bukan orang gila tersebut.

"Mungkin belum rezeki kamu saja," ucapku mencoba untuk mengulur waktu. Setidaknya aku menghargai Vira yang bersusah payah mencarikanku jodoh seperti ini.

Meskipun sepertinya Vira perlu aku ceramahi sekali-sekali. Bisa-bisanya dia menjodohkanku dengan Kinan. Apa dia rela punya tante seperti Kinan? Dari sekali lihat saja aku tahu Kinan ini hanya ingin memanfaatkanku.

"Atau enggak. Biarkan aku jadi pacar kamu," pinta Kinan menatapku dewan raut wajah memohon.

Aku melirik dari ujung mataku Maya mengobrol dengan Varol dan Wika sembari menunjuk-nunjuk ke mejaku. Aku pura-pura tidak menyadari keberadaan mereka, lagi pula aku harus menyadarkan perempuan gila di hadapanku ini.

"Maaf aku tidak bisa," tolakku tegas.

"Kenapa? Aku kurang apa? Aku cantik dan sudah pasti tidak malu-maluin kamu."

Aku tersenyum tipis. "Kamu hanya ingin mengambil keuntungan dengan menjadi pacarku. Memangnya aku tidak tahu maksud dan tujuanmu?" tanyaku tajam. Jujur saja, aku sudah mulai muak memasang wajah baik hati di depan perempuan seperti Kinan ini.

"Bukannya kamu butuh seorang pacar? Setidaknya kita punya hubungan saling menguntungkan." Aku menaikkan sebelah alisku saat mendengar nada suara Kinan yang penuh dengan kepercayaan diri. "Vira yang bilang kalau kamu butuh pasangan segera," lanjutnya dengan senyum simpul.

"Aku memang butuh pasangan. Tapi maaf saja, aku punya standar sendiri dan kamu tidak termasuk ke dalam standarku," sahutku pelan dan datar. Aku dapat melihat raut terkejut pada bola mata Kinan.

Sepertinya kembali dari sini aku harus memarahi Vira. Bisa-bisanya dia mengobral Om Ganteng-nya ini!

∞∞∞

Hari ini mood-ku tidak terlalu baik, semua karena Kinan. Gara-gara perempuan itu aku sampai tidak sadar jika Wika sudah meninggalkan restoran bersama Maya dan Varol. Padahal niatku ingin menghampiri mereka, sekedar basa-basi menyapa juga tidak masalah. Kalau sudah seperti ini rasanya aku ingin mengomeli Vira, semua karena keponakan nakalku itu. Kenapa sifat Kak Dena harus menurun pada Vira sih?!

"Bagaimana dengan perkembangan pengajuan kontrak kerjasama kita dan Laksamana?" tanyaku pada Indra yang kini berdiri di hadapanku.

Aku membuka kancing lengan kemejaku, menggulungnya hingga sesiku. Aku duduk di kursi kerjaku dengan sedikit bernapas kasar. Aku menatap Indra yang menatapku penasaran, sepertinya orang-orang sekelilingku sudah diracuni oleh Kak Dena. Kuberi Indra dehaman keras, menegurnya agar tidak ikut campur urusan pribadiku.

"Tadi Bu Vira kemari. Katanya akan segera beliau proses jika Bapak sudah tanda tangan," sahut Indra yang kemudian menyerahkan sebuah map cokelat yang sejak tadi dipegangnya.

Aku menerima map cokelat tersebut, mendapati sebuah kesepakatan kerjasama yang diminta Vira tempo hari. Sebenarnya ini bukan kali pertama aku bekerja sama dengan perusahaan Saladin, beberapa kali kerjasama kami cukup menguntungkan. Tapi, aku tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Aku yakin Vira bisa meluluhkan Laksamana untukku.

"Sampaikan kepada Bu Vira bahwa saya akan setuju jika dia datang kemari membawa Laksamana," sahutku tegas.

Indra mengangguk paham, dia kemudian izin pamit keluar setelah tidak ada lagi yang ingin disampaikannya. Namun, mataku menangkap sebuah proposal kerja sama yang sudah beberapa kali mampir ke atas mejaku. Sebuah perusahaan yang sedang berkembang, bergerak di bidang properti.

"Indra. Tolong besok pagi saya datang semua proposal ini kamu simpan. Untuk sementara tolak secara halus tawaran yang masuk," perintahku pada Indra yang lagi-lagi hanya mengangguk paham.

Setelah Indra berlalu dari ruanganku, pikiranku kembali terbang pada sosok Wika. Dia terlihat murung dan sedikit memiliki mood hancur tadi. Wajahnya yang beberapa kali ditekuk dan juga gerakan bibirnya seolah sedang mencibir seseorang menegaskan pikiranku bahwa Wika sedang ada masalah.

Sebenarnya aku sengaja menjaga beberapa informasi mengenai Wika. Aku hanya tahu mengenai pribadi Wika, seperti sekolahnya dan pekerjaan Wika saja. Aku tidak ingin terlalu repot mendetail mengenai Wika, nanti tidak ada yang asik lagi dari mendekatinya. Dikasih spoiler itu tidak enak!

Ponselku berdering pelan, memunculkan nama Vira di layar ponsel. Sepertinya aku harus menyiapkan telingaku mendengar protesan dan dumelan panjang Vira. "Om! Kenapa sih Om masih keras kepala?! Aku gak mau ketemu sama Laksamana Lagi! Lagian tadi aku sudah kenalin Om sama Kinan yang cantik bahenol!" omel Vira begitu aku mengangkat panggilannya.

Aku sengaja me-loudspeaker panggilan ini, tidak ingin merasa sakit telinga karena teriakan Vira. "Kalau kamu kenalkan Om dengan yang modelan seperti Kinan lagi, jangan salahkan Om kalau tidak ada kerjasama lagi!" ancamku. Anak ini memang harus dikasih ancaman sedikit agar tidak seenaknya saja mengobralku.

"Terus Om maunya siapa?" tanya Vira sedikit terdengar frustasi. "Om gak suka batangan kan? Atau karena ini Om ngotot mau kontrak sama Laksa? Om naksir dia?!" pekik Vira yang sepertinya sudah mulai membayangkan hal gila mengenai diriku.

Kenapa aku punya keponakan tidak ada yang benar? Dasar anak kembar! Yang satu mulutnya tajam dan yang satunya lagi kelakuan bar-bar!

Bersambung

Maaf ya aku baru sempat update. Selamat membaca semuaaaa

Jangan lupa vote dan komentarnya

Cinta Over Time (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now