10 : Putra Mahesa

46.2K 5.3K 196
                                    

Senyumku terus aku tampilkan sepanjang perjalanan pulang, aku bahkan bersenandung kecil di dalam mobil. Entah kenapa rasanya begitu senang saja, status jomblo sudah lepas dariku. Kini aku punya pacar, ingin rasanya aku berteriak keras kepada semua orang.

Seketika aku teringat bahwa aku tadi janji ingin menelepon Wika. Aku pun mencari nomor Indra saat mobil harus berhenti di lampu lalu lintas. Aku menekan tombol panggil saat pada nomor Indra.

"Indra. Kamu punya nomor Wika?" tanyaku langsung.

"Wika manager-nya Chef Varol Pak?" Indra bertanya dengan sedikit yakin.

"Iya. Wika Kharisma, tolong carikan nomor teleponnya. Kirimkan ke saya segera," lanjutku memberikan perintah. Setelah Indra mengiyakan perintahku, aku langsung mematikan sambungan telepon kami.

Saat aku sampai di rumah, aku mendapati mobil Kak Dena terparkir manis. Sepertinya kakakku itu datang berkunjung untuk menceramahiku secara langsung. Mungkin dia tidak puas memberikan omelan melalui telepon.

Aku bersiul senang dengan langkah ringan masuk ke dalam rumah. Aku mendapati sosok Kak Dena yang berdiri sembari bertolak pinggang di ruang keluarga. Ternyata tidak hanya Kak Dena di sana, tetapi juga ada Kak Dina. Sepertinya aku tidak akan bisa selamat dari omelan mereka berdua.

"Tumben kompak banget nih?" tanyaku dengan senyum yang masih mengembang.

Kak Dena mendengus kasar, sedangkan Kak Dina melirikku tajam. "Kamu diundang ke acara Pak Broto kan?" tanya Kak Dena tajam.

Aku menghela napas malas. "Aku malas Kak. Anak perempuan Pak Broto itu ganjen banget," ucapku.

Ini semua berawal dari beberapa bulan lalu, kedua kakak perempuanku ini bertemu dengan istrinya Pak Broto di arisan sosialita mereka. Mereka membuat konspirasi untuk menjodohkanku dengan putrinya Pak Broto. Aku saja lupa nama anak perempuan Pak Broto itu siapa.

Kemarin saat Indra menyampaikan undangan Pak Broto, aku langsung tegas menolak datang. Pasalnya, beberapa kali Putri Pak Broto itu datang ke kantor dan mengaku-ngaku sebagai calon istriku. Dia menyebarkan banyak gosip mengenai diriku yang dijodohkan dengan dirinya. Aku kira, setelah penolak mentah-mentahku dulu, kedua kakakku ini sudah jera memintaku bertemu dengan anaknya Pak Broto itu.

"Sepertinya aku harus memotong gaji Indra nih," dumelku pelan. Aku sudah tahu sangat pasti bahwa kedua kakakku ini memonopoli Indra di luar urusan pekerjaan.

"Kamu potong gaji Indra gak papa. Kakak bisa tutupin potongan gajinya," sahut Kak Dina tajam.

Rasanya kok sakit tapi tidak berdarah ya? Punya kakak perempuan dua, kok kelakuannya sama begini sih?

"Cepat ganti baju! Kamu gak mau kakak seret ke acara Pak Broto kan?" ancam Kak Dena yang kini berdiri di hadapanku.

Sebenarnya aku ingin sekali mengatakan kepada kedua kakakku ini bahwa adik bontot mereka yang ganteng luar biasa ini sudah tidak jomlo lagi. Tapi, melihat wajah seram keduanya rasanya ini bukan saat yang tepat. Bisa-bisa mereka tahu bahwa aku dan Wika belum cukup dekat tapi sudah berani berpacaran, bisa habis aku ditembak senapan Bang Titan.

∞∞∞

Aku menatap Indra tajam, aku mendapati sosok Indra di ruang tamu ketika selesai bersiap-siap. Di sana masih ada Kak Dina dan Kak Dena, sudah pasti mereka akan benar-benar pergi jika aku pergi ke acara Pak Broto.

"Kalian gak pulang? Nanti dicariin suami dan anak masing-masing loh," kataku pada kedua kakakku itu.

"Kami baru akan pergi kalau kamu pergi juga Put," kata Kak Dena.

"Dengan Indra," tambah Kak Dina lagi.

Aku mendengus sebal menatap Indra yang hanya memasang wajahnya datar. Kalau sudah seperti ini aku bisa apa lagi? Sebenarnya pemegang saham nomor satu di perusahaan Mahesa itu Kak Dena. Sebagian saham milik Kak Dena juga milikku, syarat yang orangtua kami berikan dulu adalah; pemimpin perusahaan Mahesa akan benar-benar mendapatkan penuh sahamnya ketika sudah menikah nanti.

Jadi kalian pahamkan kenapa Kak Dena dan Kak Dina mendesakku untuk lekas menikah. Sepertinya mereka tidak bisa terus-terusan meyakinkan pemegang saham lainnya untuk percaya kepadaku. Bahkan Kak Dena pernah mengancamku kalau dia akan mengambil posisiku dan membuatku menjadi pengangguran jika aku lekas tidak menikah juga.

Oke1 kita stop dulu pikiran soal saham dan perusahaan. Sekarang aku harus pergi ke acara Pak Broto bersama Indra. Aku masuk ke dalam mobil, duduk di kursi belakang, membiarkan Indra menjadi sopirku. Sedangkan Kak Dena dan Kak Dina masuk ke dalam mobil Kak Dena, sepertinya mereka akan pulang.

"Nomor Bu Wika sudah saya kirim ke Bapak," ucap Indra saat mobil mulai meninggalkan pelataran rumah.

Aku membuka ponselku, mendapati chat dari Indra yang berisi nomor kontak Wika. Senyumku tiba-tiba mengembang, entah kenapa rasanya gatal saja ingin mendengar suara Wika. "Apa aku telepon saja ya?" gumamku pelan.

Akhirnya aku men-diall nomor ponsel Wika. Menunggu panggilan terhubung, tidak butuh lama ketika panggilan diangkat. "Hallo? Maaf ini siapa?" suara Wika terdengar lembut. Dasar jaga image banget!

"Ini pacar kamu Wika," jawabku dengan kekehan kecil.

Tiba-tiba saja aku tersentak ke depan, Indra mengerem mendadak. Aku mendelik pada Indra yang menatapku dari spion. "Maaf Pak," gumam Indra pelan.

"Putra?" Wika bertanya dengan sedikit memekik. Mungkin dia tidak menyangka aku bisa mendapatkan nomornya dengan mudah.

"Gak sopan panggil nama doang. Aku ini lebih tua dari kamu Wik," komentarku. Aku terkekeh pelan saat mendengar Wika mendengus pelan. "Lagi apa?" tanyaku kemudian.

Terdengar suara ribut-ribut di seberang panggilan. Sekitar beberapa detik Wika seolah-olah berteriak kepada seseorang. Aku tidak begitu jelas mendengar ucapan Wika. "Aku mau pergi nih sama keluarga," ujar Wika akhirnya.

Seketika aku merasa lesu, padahal aku ingin sekali membawa Wika ke acara Pak Broto ini. Rasanya aneh saja aku pergi bersama Indra, seperti aku ini berpacaran dengan Indra. Bisa-bisa gosip yang sempat Vira lontarkan soal orientasi seksualku menjadi berita besar.

"Kenapa?" tanya Wika lagi, mungkin dia heran karena aku tiba-tiba diam saja.

Aku berdeham sebentar. "Tidak apa-apa. Have fun ya, nanti hubungi aku lagi jika sempat," pesanku sebelum Wika memutuskan panggilan telepon kami.

Aku menyimpan ponselku ke saku jas. Aku duduk tegak dan mengeluarkan i-pad milikku. Niatnya aku ingin memeriksa beberapa e-mail yang masuk.

"Bapak punya pacar?" suara Indra terdengar pelan, sepertinya dia sedikit ragu ingin bertanya. Aku pun menjawab dengan gumaman pelan. "Dengan Ibu Wika?" tanya Indra lagi.

"Iya." Aku melihat sebuah penawaran kerja dari sebuah perusahaan yang sebenarnya cukup gencar menghubungiku. Beberapa kali perusahaan properti ini mengirim e-mail dan juga proposal fisik ke kantor. "Indra. Tolong kamu jadwalkan minggu depan untuk bertemu dengan perwakilan Sweet Home," ujarku kemudian.

"Anda yakin Pak? Perusahaan itu masih terbilang baru," komentar Indra.

"Proposalnya cukup menarik. Mereka juga tidak menyerah begitu saja dengan beberapa kali penolakan, tipe seperti ini bagus untuk dijadikan rekan kerja," ujarku yang membuat Indra mengangguk paham.

Bersambung

Sebenarnya aku masih bisa sih kasih satu lagi bab. Tapi mungkin agak malam, jam 11 atau jam 12. Ya tapi, kalau ramai sih hahaha

Jangan lupa vote dan komentarnya

Cinta Over Time (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang