Chapter 1 : Recovery

1.6K 96 2
                                    


Halo, Makasih buat kalian yang udah mau baca cerita ini💚.

Enjoy 🍃

***

KIARA POV :

Malam itu aku sedang mengemasi barang barangku, melipat semua bajuku dan memasukkannya kedalam koper besar.

Rasanya berat sekali meninggalkan rumah yang sudah aku tempati sejak kecil, semua kenangan suka dan duka masih sangat terasa.

Hal yang terasa lebih beratnya lagi adalah, aku harus menerima bahwa salah satu orang yang mewarnai hari-hariku disini sudah tiada, bundaku.

Aku mengusap air mataku sekilas, masih terbayang jelas pemakaman bunda seminggu yang lalu. Apa aku masih bisa bahagia? sedangkan satu satunya orang yang paling berperan dalam kebahagiaanku sudah pergi.

"Dek, mau dibantu?" Suara berat laki-laki tepat dibelakangku, itu pasti kak Januar.

Aku menggeleng pelan, "gak usah kak, ini udahan kok."

Kak Januar lalu masuk dan duduk di pinggir ranjang. Ia menatapku dengan raut wajah yang menahan tangis.

Aku yang semula duduk di karpet kini berdiri dan duduk di sebelahnya. Aku memegang tangannya sambil mengangguk.

"Kakak sayang sama bunda dan sekarang tanpa bunda kakak gak tau harus gimana. Kakak baru mau koas, bahkan belum sumpah dokter." Isak kak Januar yang kini berada dalam pelukanku.

Sejak kepergian bunda aku tidak pernah melihatnya menangis. Setiap aku melihatnya ia selalu berkata, "bunda lihat kita, jadi kita ga boleh nangis. Yang bisa kita lakuin sekarang yaitu kirim doa untuk bunda."

Yah, kak Januar mungkin memang terlihat tegar tapi sebenarnya tidak seperti yang terlihat. Menjadi dokter adalah keinginan bunda, kak Januar harus mengorbankan impiannya untuk menjadi pilot demi keinginan bunda.

Bunda ingin kak Januar menjadi seperti ayah. Ayah dan bunda memang sudah berpisah tapi mereka masih menjaga hubungan. Katanya demi anak-anak.

Aku mengelus punggung kak Januar untuk menenangkannya, "Kakak masih punya aku, semua bakal baik-baik aja. Bunda pasti bahagia disana kalo ngeliat kakak sukses."

Hening beberapa saat, lalu aku memecah keheningan dengan mengecek arlojiku yang sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Yuk kak, pasti ayah bentar lagi sampe di depan." Kataku pendek, lalu memeriksa sekali lagi barang-barangku kemudian menggeret koper keluar kamar diiringi oleh kak Januar.

Benar saja, seorang pria setengah baya sudah berdiri didepan teras rumah menungguku membereskan barang-barang.

"Ara?" tanya ayahku sambil mengelus pucuk kepala ku, "semua baik-baik aja, kan?"

Bagaimana semuanya bisa baik-baik saja? Aku memutuskan untuk tidak membahas ini lebih lanjut.

Aku mengangguk lemah kemudian menatap ayahku nanar, "iya yah, Ara gapapa kok," jawabku getir.

Aku masuk ke dalam mobil, duduk dan melihat rumahku dari kaca jendela mobil. Aku masih ingat jelas betapa begitu banyak kenangan di rumah ini.

RAIN | Lee Jeno (sedang revisi)Where stories live. Discover now