Part 19

8K 383 55
                                    

Ke esokan paginya. Seperti biasa Anna berangkat ke kantor pagi hari. Saat ini suasana hatinya begitu senang, karena semalam Rian berkunjung ke rumahnya. Ya, walau pun tujuan utamanya adalah tentang Lena. Tapi tidak masalah, berkat kunjungan Rian semalam, Anna jadi mimpi indah.

Anna tersenyum lebar setiap berpapasan dengan teman-teman kantornya, termasuk Riflan yang kini sedang menyesap kopi hitam kesukaannya.

"Pagi, Riflan." sapa Anna.

"Pagi sayang." Anna mendelik, lalu menyimpan tasnya di meja kerjanya.

"Nina sudah datang belum ya?"

Riflan menyedikan bahunya. "Entahlah, emang kenapa?"

"Ada yang mau aku ceritakan dengan Nina."

"Enggak mau cerita dengan aku saja?" Anna menggeleng.

"Ini masalah perempuan." bisiknya.

"Masalah perempuan? Apa? PMS telat? Putus? Atau ada cowok yang di sukai? Jadi apa? Aku bisa kok dengerin cerita kamu."

Anna menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Bukan itu, Riflan. Kamu enggak perlu tau."

Riflan memutar kedua bola matanya. "Oke." lirihnya, lalu kembali menyesap kopinya. Anna tersenyum melihat tingkah Riflan.

Akhir-akhir ini, Riflan lebih manusiawi di banding sepepunya Rian. Anna juga semakin nyaman berteman dengan pria satu ini. Selain humoris, Riflan juga memiliki sisi dewasa. Walau pun jarang terlihat. Yaa... Hanya orang-orang beruntung yang bisa melihat sisi kedewasaan Riflan, dan Anna salah satunya.

Anna menatap ruangan Rian, sedari tadi dia belum melihat batang hidung pria tercintanya itu. Rasa penasaran pun sudah memenuhi hati dan pikirannya. Anna menggeser bangku kerjanya.

"Riflan." panggil Anna dengan suara pelan.

"Hm?" gumam Riflan dengan tatapan fokus pada layar komputernya.

"Sedari tadi, aku enggak lihat pak Rian, dia kemana?"

Riflan menghentikan jari-jarinya yang sibuk mengetik, kemudian menoleh pada Anna yang sedang memasang wajah penuh tanya.

"Kamu enggak tau?"

"Apa?"

"Kak Rian cuti," jawab Riflan.

"Cuti? Kapan?"

"Ya sekarang, dia mau praWedding sama kak Lena di Paris."

"Prawedding?! Sama Lena?!" tanyanya dengan nada tinggi.

"Ssttt..." Riflan meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Anna. "Jangan berisik, Anna. Kamu sudah ganggu mereka."

"Jadi pak Rian cuti karena mau ke Paris bersama Lena?" tanya Anna hampir berbisik. Riflan mengangguk.

"Tadi pagi mereka baru berangkat."

"Bukannya-"

"Apa?" Anna tidak melanjutkan ucapannya, dia menggeleng pelan dengan tersenyum kecil.

Ternyata pak Rian memang cinta mati dengan bu Lena. Sampai-sampai, dia tidak peduli dengan perselingkuhan Lena dan rekan kerjanya. - batin Anna.

***

Dua hari kemudian.

Anna menghela nafas panjang, sembari menatap gedung tinggi di hadapannya. Ini hari terakhirnya dia bekerja di sini. Sesuai dengan perjanjian, Anna akan keluar dari perusahaan itu.
Anna menginjakkan kakinya ke lobi kantor, dia melangkah tenang menuju lift. Hatinya merasa berat dan sedih. Tapi ini adalah jalan yang ia buat.

Ting!

Lift terbuka lebar, Anna keluar dengan lunglai menuju kubikelnya. Di sana sudah ada Riflan dan Nina yang menunggunya. Tatapan sedih mereka membuat Anna semakin ingin menangis. Anna tersenyum getir kepada kedua orang itu.

"Tumben datang pagi." godanya pada Riflan. Tapi yang di goda masih tidak mengubah mimik wajahnya. "Nina." sapa Anna sembari memeluk Nina.

Kali ini dia kesulitan untuk menutupi kesedihannya. Matanya berkaca-kaca. Pelukannya pada Nina kian erat, begitu juga dengan Nina.

"Apa kamu harus pindah hari ini?" tanya Nina. Anna mengurai pelukannya. Dengan tersenyum dia mengangguk.

"Pak Rian lagi pergi ke luar kota, apa kamu enggak mau menunggu dia pulang?"

"Ini sudah jadi perjanjian awal. Lagi pula aku enggak enak sama paman kamu," kata Anna. Nina memanyunkan bibirnya.

"Anna, aku masih kurang paham dengan kerjaan ini, apa kamu ingin tinggal lebih lama lagi?" tanya Riflan.

Anna memutar kedua bola matanya. "Jangan bercanda, Riflan. Kamu sudah bisa dan semakin hebat dengan pekerjaanmu."

"Baiklah, aku kalah." Anna tersenyum.

"Malam ini kita makan-makan, yuk!" ajak Anna.

"Oke, apa ini perayaan untuk keluarnya kamu dari kantor ini?" tanya Riflan.

"Bukan, aku cuma merasa kita bertiga akan jarang bertemu lagi nantinya."

"Anna, bagaimana bisa kita akan jarang bertemu, rumah ku dan toko buku paman jaraknya enggak jauh, jadi kita masih bisa bertemu, bahkan setiap hari kalau kamu mau."

"Iya, Nina. Kalau gitu, anggap saja kita sedang  hangout bareng."

"Oke," jawab Nina dan Riflan.

***

Saat ini Anna, Nina dan Riflan sedang makan di salah satu cafe favorit Anna dan Nina. Di saat tanggal muda, mereka berdua pasti akan makan di sana, atau hanya sekedar minum kopi saja.

"Barang-barang kamu sudah di bereskan?" tanya Riflan sembari memasuki makanannya ke dalam mulut.

"Sudah," jawab Anna.

"Anna, kamu enggak mau bertemu dengan pak Rian dulu? Hari ini dia pulang."

"Hm.. Dia bahkan sudah sampai rumah sore tadi." sambung Riflan.

"Enggak perlu, yang penting aku sudah berpamitan dengan kalian juga sudah senang," ujar Anna sembari tersenyum.

"Anna, sudahlah, lupakan saja pak Rian," kata Nina. Sontak Anna melotot lebar pada Nina. Nina yang tidak mengerti menyedikan dagunya.

"Oh.. Jadi kamu suka dengan kakak sepupuku?" seru Riflan.

"Loh, jadi Riflan belum tau, An?" Anna menunduk malu dengan menggeleng kecil.

Riflan menggenggam tangan Anna. "Kak Rian sudah ada kak Lena. Kenapa kamu tidak dengan ku saja?"

"Betul!" seru Nina setuju.

"Jangan bercanda, Riflan," ucap Anna sembari menarik tangannya. Anna melirik jam tangannya. "Sudah malam, kayaknya aku harus pulang dulu. Aku duluan ya." Anna pun pamit setelah itu dia meninggakan Nina dan Riflan.

Riflan menghela nafas panjang. "Sudah bisa aku tebak, Anna suka dengan kak Rian."

"Pak Rian cinta pertama Anna. Anna benar-benar cinta gila dengan pria itu."

"Oke, enggak masalah. Kak Rian memang cinta pertama Anna, tapi aku pasti bisa menjadi cinta terakhirnya, aku akan membuat Anna menyukaiku," kata Riflan sungguh-sungguh.

***

*Bersambung*

Mungkin gak sih Anna terima Riflan?

Jadi untuk kalian, dukung Anna sama siapa?"

Naughty Love (Sudah Terbit)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon