BAB 40 : Diperhatikan

1.7K 118 0
                                    

"Kenapa, Kak?" tanya Salsa kepada Hasbi yang baru saja selesai berbicara dengan Annisa di telepon.

Hasbi kembali menyerahkan gawai kepada Salsa, kemudian memakai jaket yang sempat dia lepas beberapa saat lalu. "Sa, nggak apa-apa kalau aku tinggal dulu sendiri?"

"Iya. Tapi ada apa?"

"Tari, biasalah dia ribut."

Dahi Salsa berkerut mendengarnya. "Ribut sama siapa?"

"Itu masalahnya aku nggak tahu," jawab Hasbi kemudian berdiri di samping Salsa. "Nggak apa-apa?"

Salsa manggut-manggut.

Hasbi mengambil gawai miliknya di atas nakas. "Ini aku bawa hape. Kalau ada apa-apa, telepon aku."

"Iya," jawab Salsa. "Kakak jangan khawatir."

Setelah mendengar ucapan Salsa, Hasbi pun meraih kepalanya untuk dikecup. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Tiba di depan rumah sakit. Dari kejauhan saja Hasbi sudah bisa melihat bagaimana Tari dan seseorang di sana bertengkar. Saling menarik rambut dan kerudung.

Cepat-cepat dia berlari menghampiri sepupunya itu. "Tari. Astaghfirullah lo ngapain, sih?!" Dia berusaha melepaskan cengkeraman Tari pada rambut perempuan yang berhadapan dengan sepupunya itu.

Ternyata, bukan hanya ada perempuan yang sedang bertengkar dengan Tari. Tetapi ternyata ada seorang laki-laki yang hanya bisa berdiri salah tingkah. Sementara Putri tampaknya sudah kehabisan cara untuk melerai pertengkaran ini.

Lama berusaha, pada akhirnya Hasbi berhasil menjauhkan Tari dengan perempuan tadi. "Kalian ngapain?!" tegas Hasbi. Namun, dengan hanya menggerakkan kepala dia mengisyaratkan Tari untuk membenarkan khimar yang dipakainya.

"Tadi, gue habis beli makanan buat Salsa. Nah, waktu sampai di sini nggak tahu gue atau Mas itu yang nabrak gue. Terus tiba-tiba cewek ini datang dan bicara seolah dia nantang gue. Dia pengin diperlakuin baik sedangkan dia nggak bisa baik sama orang lain. Tiba-tiba aja dia nampar gue, terus dia ngehina jilbab gue. Bi, dia yang mulai nyari perkara sama gue. Bukan gue!" jelas Tari setelah selesai membenahi penampilannya.

"Jadi permasalahannya benar begitu?" Kali ini, bukan lagi bertanya kepada pelaku. Melainkan kepada lelaki yang sejak tadi hanya diam.

Saat lelaki itu hendak membuka mulut, perempuan tadi langsung menyela, "Tepatnya dia yang memang mencari gara-gara dengan teman saya. Begini, sudah seharusnya seseorang yang lebih muda memperlakukan kita yang nyatanya lebih dewasa dengan baik, 'kan?"

Hasbi yang tidak menatap perempuan itu tetap mengangguk membenarkan.

"Saya cuma meminta dia untuk berbicara selayaknya berbicara kepada orang yang lebih dewasa. Apa itu salah?" ujar perempuan itu lagi.

"Oh, tentu tidak."

"Hasbi. Lo, kok, malah belain dia? Jelas-jelas awal mulanya cuma masalah makanan buat istri lo yang jatuh gara-gara mas ini. Dan dia bertingkah menjadi seorang pahlawan yang nyatanya nggak tahu titik permasalahannya." Tari masih membela dirinya dengan menunjuk Akmal sesekali.

"Begini, kalian berdua sama-sama salah. Mbaknya, sejak awal Mbak tidak tahu masalah apa yang sedang diributkan temannya dengan sepupu saya, 'kan? Seharusnya, Mbak pastikan lebih dulu apa perkaranya. Baru Mbak bisa menghakimi," ujar Hasbi berusaha menengahi. "Perihal Mbak meminta adik saya untuk berbicara sopan kepada kalian. Mungkin memang adik saya salah. Tetapi, Mbak juga salah karena justru mengasari adik saya. Maaf beribu maaf, adik saya mudah sekali tersulut emosi. Apalagi, Mbak sudah membawa-bawa hijabnya. Mungkin sebaiknya Mbak tidak perlu menyangkutpautkan perbuatan seseorang dengan hijabnya, mau bagaimanapun siapa pun tidak akan menerimanya. Karena seburuk apa pun sikap atau prilaku seseorang, tidak ada urusannya dengan hijab yang dia gunakan."

Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now