Jealousy (is acceptable)

1.2K 125 16
                                    

Suara ketukan pintu membuyarkan imajinasi liar Beam malam itu. Itu pasti Forth. Ia tahu persis kalau Forth yang berdiri di balik pintu kamarnya. Ia menghela nafas. Lega rasanya.

Beam tahu kalau semua kekacauan ini bukan salahnya. Pikirannya terus mengulang sugesti yang sama untuk dirinya sendiri. Tetapi tetap saja jantungnya berdegup lebih cepat, ujung jarinya terasa dingin, dan tangannya gemetar saat membuka pintu.

Khawatir.

Insecure.

Takut.

Rasanya tak pernah ia setakut itu. Takut kehilangan Forth lagi. Yang lalu, setelah malam pertama mereka bersama, ketika Forth lalu menjauh untuk menenangkan diri dan menjaga jarak dengan Beam, juga tidak seintens ini. Tak rela rasanya kalau kali ini Forth meninggalkannya karena sesuatu yang bahkan bukan salahnya.

Forth hanya terdiam di hadapannya dengan wajah senetral mungkin. Beam bingung. Antara ingin memukul kepalanya agar muncul reaksi sekecil apapun. Dan memeluknya karena meninggalkannya dalam diam selama 5 jam.

'Fo--' katanya terhenti ketika Forth memeluknya erat dan membenamkan wajahnya ke ceruk lehernya.

'Hey, boss.' Seluruh ketegangan yang ia rasakan di sekujur tubuhnya lepas begitu saja. Perlahan tangannya menggenggam bagian belakang kaus hitam Forth.

'Kita harus bicara,' ujar Beam lirih. Forth mengangguk.

'Iya, sebentar, ya. You need this moment.' Beam tertegun. Ia rupanya baru sadar betapa perhatiannya Forth. Tanpa meminta penjelasan, semua kebutuhannya dipenuhi. Kenyamanannya dinomorsatukan.

※ ※ ※

'Aku nggak suka seniormu.'

Beam mengangguk. Mereka duduk berhadapan di atas kasur.

'Aku nggak suka sikap manipulatifnya.'

Beam mengangguk lagi.

'Aku nggak suka dia tau-tau nyium kamu.'

'Iya, udah dipukul dan dimaki-maki orangnya.'

'Sakit nggak, tangannya?' Tangan kanan Beam digenggam.

'Nggak terlalu.' Niat Beam supaya Forth tidak khawatir. Ia malah tertawa lalu mengusap buku jari Beam perlahan.

'Berarti kurang kenceng mukulnya. Nggak biasa mukul orang, gini nih.'

'Dih.' Bahu Forth didorong dengan tangan kiri. Forth semakin puas tertawa.

'Tapi kamu bakal bermasalah dengan dia, nggak, karena insiden pemukulan ini?'

Beam menaikkan sebelah bahunya. 'Nggak tahu.'

'Kalau nanti ada masalah, kita cari jalan keluarnya bareng-bareng.'

'Enaknya itu orang diapain? Setiap kali jaga, gue bawaannya waswas doang. Bikin mood orang drop tiap kali dia deket-deket. He just...disgusts me. Dan gue nggak suka ngerasa vulnerable gara-gara dia pake posisinya buat ngedeketin gue.'

'Maaf ya, aku baru ngerti posisimu sekarang.'

'Yang penting udah ngerti.'

'Mhm..'

'Nggak usah jealous lagi.'

'Aku jealous, artinya aku takut, Beam.'

Forthbeam Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang