Propaganda Rasa-23

82 8 0
                                    

Memilih sedikit kecewa di awal cerita,
atau kecewa berat di akhir cerita
karena terlalu berpikir positif terhadap hal yang jelas-jelas mengecewakan(?)

****

Arlen membanting tubuhnya di sofa apartemen miliknya. Selepas dari rumah Ladisty, ia lebih memilih untuk pulang ke apartemen. Ia tidak siap menceritakan penyebab Aletta menjadi seperti itu. Bisa ia pastikan, Atharik akan marah besar kepada Ladisty.

Meskipun Arlen juga sedikit kecewa, ia mengerti bahwa apa yang dilakukan Ladisty lambat laun memang akan terjadi. Dan mungkin saja, Ladisty hanya tidak ingin nantinya Aletta kecewa lebih dalam lagi. Cowok itu merogoh ponselnya di saku celana, lalu mencari sebuah kontak milik Atharik. Ia beralibi agar sahabatnya tidak curiga mengapa ia tidak kembali ke rumah Aletta.

****

Sudah sekitar setengah jam Atharik membangunkan sahabatnya, namun cewek itu tidak mau bangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Ia juga sudah menelpon Arlen, namun tidak ada respon dari seberang saja. Mungkin saja, Arlen juga masih tertidur lelap di Apartemennya. Apalagi, semalam sepupunya itu mengatakan bahwa ia sedikit tidak enak badan.

"Letta, bangun ih, nanti gue traktir sepuasnya di kantin mbak Wanti!" rayu Atharik sambil menggoyangkan tubuh cewek itu.

"Enggak mau Atha, Letta nggak mau ke sekolah!"

"Lo kenapa sih, cerita sama gue. Nanti gue beliin coklat yang lebih enak lagi deh."

"Nggak mau, Letta capek. Atha berangkat sendiri aja!" pinta gadis itu, dengan mata yang masih terpejam.

"Yaudah istirahat aja! Tapi lo harus janji, jangn keluar rumah! Atau gue bilangin Oma!" ancam Atharik.

"Iya-iya!"

"Lo mau makan apa? Biar gue pesenin buat sarapan!"

"Nggak! Letta nggak lapar!"

"Serius? Nanti sore kita jalan-jalan deh kalau lo mau makan!"

"Nggak mau! Buruan pergi!" Aletta terbangun, dan mendorong tubuh Atharik ke luar kamar. Lalu, ia mengunci rapat-rapat pintu kamarnya.


Atharik hanya bisa bernapas pasrah. Tangan kanannya merogoh ponsel di sakunya, dan mengirim pesan untuk Arlen, agar ke rumah Aletta. Ia yakin, sepupunya itu pasti akan memilih untuk bolos sekolah hari ini. Cowok itu segera melesatkan mobilnya, sebelum ia terlambat ke sekolah.

Sekitar dua pulu menit, cowok itu sampai di sekolah dan memarkirkan mobilnya. Ia bergegas menuju ke kelasnya. Namun, sesampainya di koridor, cowok itu bertemu dengan Ladisty.

"Lala!" serunya memanggil cewek yang sudah berjalan lebih cepat darinya. Ia mengejar Ladisty, sampai akhirnya mereka terhenti di ujung koridor.

"I-iya?"

"Lo tahu Letta kenapa? Dia mogok sekolah tiga hari ini. Dan gue yakin, lo tahu penyebabnya!" selidik Atharik.

"Gue ...," Cewek itu mau tidak mau menceritakan kejadian sebenarnya. Mulai dari ia yang menunjukkan foto Caka bersama prasiska, sampai dengan perdebatan di rumah caka. Ia siap menerima resikonya.

"Maaf gue salah Tha, gue nyesel!"

"Gila lo! Nggak pantes banget lo dipangggil sahabat!"

"Tha, gue cuma pengen yang terbaik buat Letta.Lo tega sahabat lo di-PHPin terus?"

"Gue nggak mau tahu, pulang sekolah ikut gue ke rumah Aletta! Hibur dia, bujuk dia!" Cowok itu meninggalkan Ladisty dengan ekspresi yang berapi-api. Ia berjalan menuju ruang kelas dua belas.

****
Cowok itu menggebrakkan pintu kelas dua belas IPA 2. Amarahnya sangat menyulut. Dari depan pintu Atharik mencari seseorang di sana. Hal itu tentu membuat Atharik menjadi pusat perhatian. Bahkan siswa dari luar kelas pun ikut penasaran dengan keributan itu. Melihat seseorang yang ia cari, Atharik langsung menghampiri cowok yang tengah duduk tenang di salah satu meja.

Atharik menarik kerah cowok yang tak lain adalah ketua osis SMA Meteor. Bukan tanpa alasan Atharik sampai semarah itu. Apa yang Caka lakukan kepada gadisnya benar-benar di luar batas. Sementara Caka cowok itu masih saja bersikap tenang. Hal itu membuat Atharik semakin meledak. Ia membaku hantam cowok itu.

Brakkkkkkk

Caka tergampar di sudut ruangan. Belum puas dengan semua itu, Atharik menghampiri Caka dan kembali menghabisi cowok itu dengan pukulan andalannya. Ruang kelas itu sudah di penuhi siswa yang penasaran dan ingin menyaksikan perkelahian most wanted di sekolah mereka.

Merasa tidak terima, Caka membalas serangan Atharik sehingga terjadi pukul-memukul. Tak menunggu lama perkelahian itu terdengar di penjuru sekolah. Adit yang tahu itu segera menuju lantai tiga, area kelas dua belas. Sementara Ladisty ia menuju ruang BP, meminta pak Eko untuk memisahkan mereka.

"Brengsek lo!" Sebuah pukulan kencang mengenai bagian perut Caka.

"Baru tahu, lo?" Cowok itu membalas hantaman Atharik dan membanting tubuh Atharik hingga posisinya tertidur di lantai.

Atharik secepat mungkin mengangkat tubuhnya, dan kembali menghabisi Caka. Ia membalas dengan membanting tubuh Caka dan menginjakkan kakinya di atas dada Caka membuatnya terasa sesak, "ini bukan apa-apa! Kalau sampai dia kenapa-napa! lo orang pertama yang harus mati!"

"Banci lo, bucin!" membuat Atharik semakin marah dan semakin menekankan kakinya di atas dada bidang itu.

****

Arlen membuka kamar Aletta dengan kunci cadangan yang ia tahu dari Atharik. Terlihat di kamar itu seorang cewek tertidur pulas. Arlen membuka tas gendong yang ia bawa, dan mengeluarkan beberapa makanan yang sengaja ia beli untuk sahabatnya. Berbagai makanan dan cemilan rasa cokelat ia beli untuk membujuk Aletta agar mau makan.

Melihat sahabatnya yang tertidur pulas, ia menjadi tidak tega sendiri. Wajahnya tampak kelelahan, bekas air mata di sekitar pipinya pun masih terlihat. Ia mengusap pipi gadis itu hinga menyadari bahwa suhu tubuhnya sangat panas sekali.

"Let bangun," cemas Arlen menggoyang-goyangkan tubuh Aletta.

"Bang Alen, dingin."

"Kita ke rumah sakit sekarang, ya?"

"Jangan,"

"Tubuh lo panas semua Let, gue telepon Atha dulu ya," Arlen langsung menghubungi sepupunya dan memintanya untuk segera pulang.

"Lo makan dulu ya Let, gue beliin wafel buat lo. Rasa cokelat kesukaan lo!" bujuk Arlen mengkhawatirkan Gadisnya yang mogok makan itu.

****

Propaganda Rasa (END)Where stories live. Discover now