Empat Belas

29 3 0
                                    

Sambil menimang Caca yang belum tertidur, pikiran Valdo berkelana pada kabar siang tadi.

Ia senang. Bahkan sangat senang, tapi bagaimana dengan Azza. Apa perempuan itu tak merasakan hal yang sama?

Kenapa? Kenapa ia tak merasakan hal yang sama dengan dirinya? Apa karena masa lalunya, atau karena masih ada nama lain di dalam hatinya?

🍁🍁🍁

Membuka pintu rumah, Azza menatap ruang tamu yang sunyi senyap. Melakukan penerbangan di pagi buta dan sampai rumah pukul sembilan pagi cukup menguras tenaga Azza.

Merebahkan dirinya pada sofa sambil memejamkan mata. Azza menoleh begitu melihat Valdo baru memasuki rumah dengan Caca digendongannya.

"Baru sampai?" Tanya Valdo begitu menghampiri Azza yang langsung berdiri.

"Iya. Kamu darimana?" Setelah menjawab dan mencium tangan Valdo serta mengambil Caca yang ingin menggapainya, Azza kembali duduk di sofa.

"Mini market. Udah makan?"

"Baru makan cemilan tadi. Perutku gak enak mau makan beratnya."

"Makan sayur sup mau? Tadi aku masak?" Salah satu kelebihan Valdo yang Azza sukai adalah suaminya itu bisa memasak walaupun belum terlalu handal, namun rasa masakannya cukup nikmat dan bervariasi.

"Mau tapi suapin." Valdo agak tercengang menatap Azza dengan mata berbinar namun wajah sekaku biasanya. "Oke, bentar."

Membawa sepiring nasi berisikan sayur sup bakso dan segelas susu vanilla. Valdo duduk di samping Azza dan mulai menyuapinya sarapan yang tertunda.

"Tumben minta disuapin?"

"Gak tau. Lagi mau aja."

"Sore atau malam nanti mau ke dokter? Kita cek lagi tentang kehamilan kamu?"

Sendok yang mengarah ke mulut Azza menggantung begitu saja karena Azza yang terdiam menatap Valdo. "Ini makan lagi." Melahapnya dan mengunyahnya dengan perlahan Azza bersuara, "kamu beneran senang sama kehamilan aku?"

Menghembuskan napas Valdo menaruh piring di atas meja dan menghadap Azza sepenuhnya dengan Caca yang duduk di pangkuannya. "Atas dasar apa aku harus gak senang sama kehamilan kamu? Yang kamu kandung anakku, buat apa aku gak senang?"

"Kamu masih terlalu muda, Do. Setelah ini tanggung jawab kamu bertambah, Caca juga masih tiga tahun terlalu dini buat dia punya adik."

"Za, denger!" Menggenggam tangan Azza, Valdo mendekatkan wajahnya dengan sang istri. "Kalau aku belum siap punya anak lagi, kenapa gak dari awal aku minta kamu untuk pakai kontrasepsi? Aku emang masih muda, tapi Insya Allah aku siap untuk jaga dan rawat keluarga kita. Anak itu rejeki kalau kamu pikir aku belum siap secara ekonomi, aku yakin akan ada rejekinya untuk anak kita. Dan, masalah Caca yang terlalu dini punya adik, aku rasa ini rentan usia yang pas. Perbedaan usia mereka yang gak terlalu jauh akan buat mereka dekat dan nyambung ngomongin segala topik dan main sama-sama."

"Dan sekarang aku harap, kamu yang persiapkan diri kamu untuk merawat anak-anak kita. Kamu sekolah pertama mereka dan kamu yang akan mengandung dan menyusui. Aku cuma bisa di samping kamu dan bantu kamu sebisa aku. Insya Allah aku benar-benar siap dan bahagia, Za."

Rasa haru begitu Azza rasakan. Valdo dengan pemikirannya yang sudah matang. Apalagi yang Azza khawatirkan?!

"Sekarang aku tanya. Kamu belum siap punya anak? Iya?" Valdo tatap mata Azza yang mulai berembun. Dengan tenggorokan rasa tercekat, Valdo tanyakan pertanyaan yang sejak semalam menghantuinya. "Kamu masih ada perasaan sama mantan kamu itu?"

Azza diam beberapa saat, menggantung pertanyaan Valdo yang membuat lelaki itu menahan kesal dan sedikit perih disudut hatinya.

"A..aku cuma takut." Setelah kata itu keluar Azza memejamkan matanya sejenak, membuat kristal bening mengalir dari matanya.

"Aku takut jadi Ibu yang buruk Valdo. Aku takut belum bisa jaga dan rawat mereka, aku takut saat dewasa nanti mereka akan menjadi seperti aku yang bodoh ini." Tanpa ditahan tangis Azza pecah.

Menyingkirkan piring ditangannya ke atas meja, dan menurunkan Caca agar terduduk di karpet dekat kakinya. Valdo menarik Azza kepelukannya, mendekapnya hangat dengan sapuan lembut pada bahu itu.

"Kita akan rawat anak-anak kita bersama. Kamu jangan takut, ada aku yang akan selalu disisi kamu."

***

Setelah menghilang entah berapa lama dan berhenti nulis. Aku ngerasa tulisanku semakin berantakan😶‍🌫️

Kisah Bahagia Dipenghujung luka (Slow Up)Where stories live. Discover now