5 - Sudut Pandang Dari Amanda

79 10 0
                                    

5 – Sudut Pandang Dari Amanda

Tania mulai melantur tak jelas ketika mobil mereka mulai memasuki daerah perumahannya. Di mana semua atap ditinggali para penjabat kaya dan mobil mahal. Amanda menghela napas sesekali dan berpaling dari jendela yang mengalirkan embun halus. Mesin mobil berhenti dan teman Tania—Lizzy— yang sedari tadi mengemudi menoleh ke belakang dan menatap Ama.

"Kita sudah sudah sampai di istanamu, princess," ujarnya dan Ama hanya bisa memberi senyum kecut.

Princess? Lebih seperti tahanan di rumah sendiri. Amanda tak lagi menaruh perhatiannya pada mobil Tania dan kawan-kawan yang sudah berlalu ke ujung jalan. Dengan kedua tangan bersedekap, Ama melanjutkan langkahnya ke gerbang besar neraka ini.

"Nona Amanda," sambut salah satu satpam yang berjaga, di sisi lain satpam yang lain membukakan gerbang.

"Apa Dastan sudah ada di rumah?" desis Amanda.

Wajah si satpam canggung. "U-um ... Tuan Dastan sudah pulang."

Amanda mengangguk dan tak lagi menghiraukan tawaran sang satpam apa Nona Ama mau diantarkan. Namun, Ama memilih diam dan terus berjalan sejauh seratus meter, di satu jalan lurus panjang melewati kebun dan semakk-semak yang di rawat begitu baik. Betulan layaknya istana, tetapi jalan tuk memasukinya adalah jejak hawa dingin.

Tak mengherankan memang, Dastan Riatmaja adalah pengusaha sukses yang berhasil menjual produk furnitur berkualitas terbaik di umur 25. Sekarang Dastan sudah berumur 30 dan sudah tiga tahun lamanya, lelaki sialan itu menjadi ayah tirinya. Sementara ibu Amanda, Tiara Harnum adalah janda berumur 40 yang masih saja menyukai brondong muda dan bahkan putrinya sendiri pun alasan mengapa Tiara tidak ada di rumah adalah selingkung dari Dastan.

Amanda tahu betul itu, karena kemarin sepanjang malam dua pasangan menjijikkan ini bertengkar sampai Ama tak bisa memejamkan mata.

Tangan Amanda menyentuh daun pintu putih itu agar terbuka dengan amat sangat pelan. Gadis itu bisa mengembuskan napas begitu lega ketika tahu kakinya sudah menginjak lantai rumah. Namun, jeda sunyi itu tak berjalan lama.

Bunyi hentakan kaca pecah langsung mengejutkan Amanda.

"SIAPA DI SANA?!" Seseorang berteriak.

Sembunyi di kamar, itu yang pertama kali Ama pikirkan. Harus sembunyi! Gerakkan kakimu, sialan! Cepat naiki tangga itu! Raih pintu lalu ... lalu apa?!

"AKU SUDAH BILANG JANGAN ADA YANG MASUK!!" teriak Dastan lagi dan benar saja sosoknya sudah ke luar dari dapur.

Matanya langsung menajam pada Amanda yang ternyata malah membeku di pintu masuk.

Kakiku ... kumohon bergeraklah!

Amanda langsung melesat menuju tangga. Jantungnya memburu waktu. Napas Amanda seolah berhenti, tetapi gadis itu tahu harus tetap berlari, menyecap tiap anak tangga, atau bahkan melewati satu atau dua.

"Kau mau ke mana?" Dastan di bawah menyusul dengan langkah tertatih, "Amanda!"

Pintu kamar tinggal satu meter jauhnya. Namun, di mata Amanda jarak itu bagaikan satu kilometer jauhnya. Derap langkah Dastan kian dekat, sementara Amanda merasakan dirinya kian lambat.

Pintu! Amanda merutuki diri lagi. Pokoknya harus ke pintu lalu sembunyi!

Tangan kanan Ama sudah ke depan, menyakar udara, tetapi lebih dekat ke gagang pintu. Tinggal sedikit lagi, sedikit saja.

"Anak pelacur mau sembunyi rupanya?"

Sebagian helai rambut Ama sudat di tangkap oleh tangan Dastan lebih dulu. Membuat kepala gadis itu ikut tertarik nyeri. Amanda mengerang dan berusaha melepas rambutnya dari si bejat Dastan, tetapi meski lelaki ini mabuk sekali pun, tenaganya masih lebih besar dibanding Amanda.

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Where stories live. Discover now