Prolog

8.6K 626 480
                                    

"Maju lo semua! Pengecut!"

"Gak gentar gue brengsek!"

" Cupu lo anjing!"

Jalanan luas nan sepi itu kini penuh dengan puluhan siswa. Ada yan membawa batu, tongkat base ball, kayu bahkan senjata tajam. 2 kubuh itu kini bersiap pada posisinya masing-masing. Di barisan paling depan berdiri para 'pemimpin' pasukan yang sudah siap mengarahkan pasukan masing-masing.

Sebuah kode diberikan oleh masing-masing pemimpin pasukan dan dengan itu, di mulai rutinitas mingguan mereka, sebut saja tawuran. Bunyi bising dari gesekan berbahan besi terdengar memekakkan telinga. Belum lagi erangan kesakitan dan kalimat umpatan yang menjadi pelengkap kegiatan sore itu.

"Besar juga nyali lo nyamperin pasukan gue."

Si pria di hadapannya tertawa remeh, "Di kamus gue, gak ada kata gentar buat ngadepin bajingan kayak lo!"

"We'll see. Siapa yang bakal jadi pecundang nya. Gue atau pasukan cupu lo itu."

"Brengsek!"

Keadaan semakin kacau. Banyak yang sudah tumbang dan tak sedikit yang berlumuran darah. Takut? Panik? Tidak sama sekali! Mereka semua malah semakin terpacu saat melihat satu per satu lawan mereka gugur. Bara semangat semakin membakar mereka.

Sekitar 20 menit bertarung, dari kejauhan terdengar suara sirine. Beberapa dari mereka langsung berlari ketakutan namun tidak dengan para siswa di barisan depan. Mereka masih setia mempertahankan 'harga diri' mereka.

Kubu yang satu, sebut saja kubu A perlahan mundur. Menyisakan lawannya yang tersenyum puas atas kemenangan mereka sebelum akhirnya ditangkap oleh petugas kepolisian.


***

Seorang siswa SMA dengan kacamata bulatnya berjalan dengan mulut yang tak henti-hentinya menggerutu. Seharusnya ia tak pulang sendirian, seharusnya ia tak berjalan kaki seperti ini. Sepertinya sial sedang menghampirinya kali ini.

Ketiga kakaknya entah menghilang kemana. Nomor ponselnya pun tak bisa dihubungi. Membuatnya menunggu selama hampir satu jam namun tak kunjung dijemput juga. Ingin naik taksi atau bus, uangnya sudah tidak ada sama sekali karena sudah habis di belanjakan.

Ah kalau tahu begini, lebih baik ia tidak membeli anak ayam warna-warni itu.

"Ih tapi kan kasian juga kalau gak di lepas. Entar kalau anak ayamnya pada nyari mamanya gimana?" Gumamnya.

Bruk!

"Aw!"

Si lelaki berkacamata meringis kala tubuhnya tak sengaja menabrak sesuatu, uhm lebih tepatnya seseorang. Ah karena sibuk menggerutu ia jadi tak memperhatikan jalan di depannya. Ini semua gara-gara si kakak!

"Maaf, maaf aku gak sengaja uhm kak..." Ucapnya setelah melihat lambang kelas pada seragam lelaki itu. Kelas 12. Berarti 2 tahun lebih tua dari dirinya.

"Hm." Sahutnya cuek. Seongwoo sedikit terkejut saat melihat wajah orang itu. Penuh lebam dan ada bekas darah mengering di ujung bibirnya.

"Kakak habis di gebukin?"

"Bukan urusan lo."

"Ih ini tuh harus di obatin tau kak kalau enggak bisa infeksi."

"Gue bilang bukan urusan lo."

Yang berkacamata menulikan pendengarannya. Dengan santainya ia menarik tangan lelaki itu dan menuntunnya untuk duduk di pinggiran jalan. Lelaki dingin itu hanya terdiam, entah pasrah atau otaknya masih belum bisa memproses apa yang sedang terjadi.

Bad Boy - Ongniel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang