48. Salah Paham

449 33 2
                                    

Sebelum membaca jangan lupa untuk tekan tombol bintang nya dulu.

Jangan lupa follow aku.

Don't be a silent reader.

Selamat Membaca.

-----

Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak menyenangkan antara Hafi dan Nabila. Pertemuan saat itu benar-benar menjadi yang terakhir bagi mereka sampai saat ini, karena kesepakatan yang dibuat oleh Hafi, mereka akan bertemu kembali saat reunian yang masih akan diadakan minggu depan.

“Lo beneran gak mau ketemu sama Nabila, Fi?” tanya salah seorang teman Hafi yang bernama Farhan itu.

Hafi tak menjawab, ia hanya fokus memandang lurus ke depan sambil menghisap seputung rokok yang sudah menyala dan kini berada di antara selipan telunjuk dan jari tengahnya.

“Gak mau diomongin baik-baik gitu?” Farhan kembali bertanya kepada Hafi.

Kini Hafi memberikan respon dengan mengangkat kedua bahunya.

“Lagian gue heran sama lo, kenapa lo bisa bosenan gini?”

Pertanyaan Farhan itu berhasil membuat Hafi menoleh ke arahnya “Gue emang bosenan orangnya.”

“Tapi gak begini juga kali anjir , cewek lo juga punya perasaan. Dia juga mana ngerti kenapa lo tiba-tiba berubah, terus sampe minta break lagi,” ujar Farhan.

“Gue gak bisa jelasin perasaan gue ke dia, gue sadar sekarang gue emang masih sayang sama dia, tapi di sisi lain juga gue ngerasain kalau gue udah bosen sama dia karena dia akhir-akhir ini sibuk banget, gue sama dia jarang banget ketemu,” balas Hafi.

“Sekarang gue tanya sama lo, kalau lo masih sayang sama cewek lo, terus apa bosen itu bisa jadi alasan buat lo ninggalin dia. Pikir bego, gak semua cewek bisa sesabar itu, kalau dia ninggalin lo, bukan dia yang rugi, tapi LO,” ucap Farhan dengan nada yang terdengar kesal kepada temannya itu.

“Gue masih bisa cari yang lain.” Hafi berucap dengan begitu santainya.

Farhan menggelengkan kepala, tak mengerti dengan hal yang ada di otak temannya itu “Cewek lain yang lo maksud itu Milla kan?”

“Lah kenapa jadi nyambung-nyambung ke Milla?” tanya Hafi.

“Jangan pikir gue bego, Fi. Gue tau seminggu belakangan ini, lo sama Milla makin deket kan? Apalagi setelah lo sama Nabila renggang kayak gini. Inget Fi, lo masih jadi cowoknya Nabila, tapi gue sih berharap ya, kalau Nabila tuh tau kelakuan lo kayak gini, terus dia ninggalin lo deh,” ujar Farhan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Hafi.

“Mau berantem lo sama gue?” tantang Hafi yang benar-benar sudah terlihat emosi.

“Gue gak mau berantem sama cowok yang hatinya lemah dan labil kayak lo. Daripada berantem sama gue, mending lo temuin cewek lo, minta maaf sama dia, omongin semuanya baik baik dan cari jalan keluar buat hubungan kalian. Gue tau kalau lo emang beneran masih sayang sama dia, dan apalagi cewek lo, dia keliatan banget sayang sama lo,” ujar Farhan lalu beranjak meninggalkan Hafi.

Apa iya gue harus temuin Nabila? Batin Hafi.

Hafi bertarung dengan pikirannya, hingga ia mengambil keputusan untuk menemui Nabila di rumahnya.

Ia melihat jam di tangannya, waktu kini menunjukkan pukul 14.55 WIB, dan itu artinya, Nabila sebentar lagi akan pulang sekolah. Tetapi, Hafi tidak akan menjemput pacarnya itu di sekolahnya, cowok itu akan langsung ke rumah Nabila dan menunggu cewek itu pulang.

-----

15.05 WIB

Di halte depan sekolahnya, Nabila terlihat sedang menunggu kedatangan bus yang akan mengantarnya pulang ke rumah.

“Bil, naik bus?” tanya Ica, teman kelas Nabila yang memang sering menjadi teman pulang Nabila jika ia pulang dengan menggunakan bus.

“Eh Ica, iya Ca naik bus,” jawab Nabila.

“Tumben Bil, gak dijemput emang?” Ica bertanya lagi, karena semenjak Nabila berpacaran dengan Hafi, jarang cewek itu pulang dengan menaiki bus.

Nabila menggeleng sebagai jawaban. “Udah dua minggu ini pake bus mulu Ca, ini aja baru sempet bareng sama Ica lagi.”

“Ohh, hehehe, iya kan gue jagain yang piket dulu,” balas Ica, cewek ini merupakan seksi kebersihan di kelas, yang dimana tugasnya harus menunggu piket kelas pulang sekolah selesai semua baru ia dapat pulang.

“Terus sekarang gak jaga, Ca?” tanya Nabila.

“Enggak, gue mau pergi, udah digantiin sama Nadia juga,” jawab Ica.

Nabila ber oh ria. Lalu tak lama, tiba-tiba sebuah motor matic dengan pengemudinya yang dapat diketahui murid SMK Palapa dan berjenis kelamin laki-laki itu berhenti di depan halte, tepatnya di hadapan Nabila dan Ica.

Pengemudi motor itu membuka kaca helm yang ia kenakan, dan barulah di situ Nabila serta Ica dapat melihat cowok itu. Dia Raffi, adik kelas mereka yang jika kalian masih ingat, dia adalah orang yang menurut Nabila memiliki kemiripan dengan Hafi, pacarnya.

“Kak Nabila,” sapa cowok itu setelah kaca helmnya terbuka sempurna.

Nabila mengeryit "Kamu kenal saya?” tanyanya yang bingung karena adik kelas yang selalu ia pandangi diam-diam di sekolah itu, ternyata mengetahui namanya.

“Iya Kak, Kak Nabila kan?” tanya Raffi yang diangguki oleh Nabila.

Setelahnya Raffi mengucapkan ajakan yang sangat mengejutkan “Pulang bareng yuk, Kak.”

“HAH?!” Nabila bena-benar terkejut mendengar ajakan dari adik kelasnya itu.

“Kamu ngajakin saya pulang bareng?” tanya Nabila untuk memastikan.

Raffi mengangguk tanpa ragu “Kenapa Kak, mau kan Kak?”

“Ya gimana ya, saya aja kaget tiba-tiba kamu ngajakin saya pulang bareng. Maksud saya, ya kan kita juga gak kenal juga.” Ucap Nabila.

“Saya kenal sama Kakak, Kakak juga kenal kan sama saya?” tanya balik Raffi.

“Ya kenal sih,” balas Nabila.

“Yaudah kan udah kenalan, jadi gapapa dong Kak,” Raffi yang mempertahankan argumennya.

“Gak usah deh, Raf. Saya bisa pulang sendiri,” tolak Nabila.

“Kenapa Kak, Kakak lagi gak dijemput juga kan? Yaudah gapapa dong kalau pulang sama saya? Lagian ada yang mau saya omongin sama Kakak,” jelas Raffi.

“Duh gimana ya?” Nabila bingung sendiri untuk menolak atau menerima ajakan adik kelasnya itu.

“Terima aja Bil, dia juga kan mau ngomongin sesuatu,” saran Ica.

“Gimana Kak?” tanya Raffi yang melihat kakak kelasnya itu masih bingung dengan ajakannya.

“Hmm…tapi beneran kamu gapapa anterin saya pulang? Rumah saya jauh soalnya,” ujar Nabila yang masih sedikit segan untuk menerima tawaran Raffi.

“Gak masalah Kak, jadi mau kan Kak?” jawab Raffi.

“Yaudah deh, Ca, Nabila pulang duluan ya.” Nabila menerima ajakan Raffi, lalu pamit kepada Ica yang akan tetap setia menunggu kedatangan bus nya.

“Iya, Bil. Hati-hati ya,” ucap Ica.

Nabila mengangguk, ia menerima uluran helm dari Raffi lalu naik ke atas motor cowok itu.

“Pegangan tas saya aja Kak, gapapa, takutnya Kakak jatuh,” ujar Raffi setelah menyalakan  mesin motornya.

Nabila mengangguk walaupun mungkin itu tak terlihat oleh Raffi. Cewek itu memegangi tas ransel milik Raffi dan motor itu pun melaju meninggalkan kawasan sekolah Nabila.

-----

Di rumah Nabila.

Setelah 20 menit perjalanan, akhirnya Raffi dan Nabila tiba di rumah Nabila. Sang pemilik rumah pun turun dari motor setelah motor itu benar-benar berhenti dan Raffi mematikan mesin motornya.

“Makasih ya, Raf. Saya jadi gak enak deh,” Ujar Nabila sambil memberikan helm yang ia kenakan sepanjang perjalanan tadi kepada Raffi.

“Gak usah gak enak Kak, kan saya yang ngajakin,” balas Raffi.

“Oh iya, katanya kamu mau ngomongin sesuatu, ngomongin tentang apa?” tanya Nabila.

“Oh itu, saya cuma mau tau kenapa selama ini, Kakak sering banget ngeliatin saya?” Raffi menjawab pertanyaan Nabila itu dengan sebuah pertanyaan juga.

“Jadi selama ini kamu sadar kalau saya sering liatin kamu?” tanya Nabila. Ia terkejut karena ternyata cowok yang selama ini sering ia perhatikan diam-diam bersama teman-temannya, mengetahui tentang kelakuannya itu.

Raffi mengangguk “Keliatan banget, Kak. Masa iya saya gak nyadar.”

“Beneran keliatan banget ya?” Raffi mengangguk lagi.

Nabila menutupi wajahnya dengan kedua tangannya “Yaampun saya jadi malu.”

Raffi tertawa kecil “Awalnya sih saya biasa aja Kak, tapi lama lama semakin keliatan, apalagi kan Kakak ngeliatin saya, dari saya kelas 10.”

Nabila menurunkan kedua tangannya dari wajahnya “Dan kamu sadar dari awal?”

Raffi mengangguk lagi dan lagi “Saya mah orangnya peka terhadap sekitar Kak.” Cowok itu tertawa kembali.

“Maaf ya, Raf, kalau saya ngeliatin kamu terus, sampe kamu mungkin gak nyaman,” ujar Nabila.

“Saya bukannya gak nyaman sih Kak, lebih ke bingung aja,” ujar Raffi.

“Sebenarnya saya sering liatin kamu itu karena muka kamu mirip sama cowok yang saya sayang. Tapi ya gak mirip banget sih, cuma gimana ya…. jadi gini ceritanya, waktu awal awal kamu kelas sepuluh, teman SMP saya, sekaligus teman saya di SMK, dia ngasih tau ke saya kalau dia liat adik kelas mirip sama orang yang saya suka. Terus saya penasaran dong, pas mau baris upacara, dia ngasih tau kamu, dan bener saat saya liat kamu, saya ngeliat ada kemiripan di antara kalian,”

“Terus mulai dari situ, saya cari tau tentang kamu, ya penasaran aja sih, soalnya pas pertama kali liat kamu, saya kayak liat cowok yang saya suka itu. Ya mungkin karena saya juga udah lama kali ya gak ketemu dia, soalnya dia sekolah di luar Jakarta. Setelah itu, temen saya yang kasih tau saya tentang kamu itu, dia ngasih tau kamu kelas berapa, terus saya cerita ke temen-temen deket saya lainnya, eh mereka malah nyari tau tentang nama kamu. Sampai saya tau nama kamu siapa, bahkan nama panjang kamu,” Nabila tertawa geli sendiri saat bercerita.

“Jadi karena saya mirip sama cowok yang Kakak suka?” tanya Raffi memastikan.

Nabila mengangguk “Saya bener-bener minta maaf ya, saya gak ada maksud buat kamu gak nyaman, tapi saya suka aja pas liatin kamu, berasa lagi liat cowok yang saya suka.”

“Kayaknya Kak Nabila suka banget deh sama cowok itu?”

“Dia pacar saya sekarang,”

“Seriusan Kak? Wih keren juga ya Kak,”

“Keren apanya dah,” Nabila terkekeh lalu bertanya balik “Kamu sendiri kenapa bisa tau nama saya?”

“Waktu Kakak dipanggil ke depan setelah baris karena Kakak menang olimpiade, terus di situ saya jadi tau namanya Kakak itu Kak Nabila,” jawab Raffi.

“Ohh gitu, terus apa motivasinya deh kamu ngajakin saya pulang bareng, emang sepenting itu ya cuma karena saya sering liatin kamu? Saya liat-liat juga, kakak kelas yang suka sama kamu banyak,” heran Nabila.

“Hehehe gak tau deh Kak kalau itu, ya saya penasarannya sama Kakak, gimana? Lagian kan biar saya juga gak salah paham,” jelas Raffi.

“Salah paham gimana maksudnya?” tanya Nabila.

“Gak, bukan apa-apa kok Kak. Yaudah deh Kak saya pamit ya, takut kesorean,” pamit Raffi.

“Oh iya iya, makasih ya udah nganterin,” ucap Nabila.

Raffi memakai helmya dan mulai menyalakan mesin motornya “Iya Kak sama-sama, dan setelah ini kita jadi temen ya Kak, jadi kalau Kakak ketemu saya, gak usah pandangan diem-diem, langsung aja sapa, nanti saya sapa duluan deh,”

Nabila terkekeh “Gak usah lah, nanti saya diserbu fans fans kamu.”

“Hehehehe, yaudah saya pamit ya Kak. Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumussalam. Hati-hati ya.”

Setelah motor Raffi itu meninggalkan kawasan rumah Nabila, cewek itu pun berjalan masuk ke dalam rumahnya.

“Oh jadi gini kelakuan kamu kalau gak ada saya?”

Ucapan sindiran itu menghentikan langkah Nabila, ia berbalik dan menemukan Hafi di depan rumahnya. Nabila langsung berjalan cepat ke arah cowoknya itu.

“Hafi? Kok kamu bisa ada di sini?” Jujur di dalam hati kecilnya, Nabila merasa sangat senang karena dapat bertemu lagi dengan Hafi.

“Kenapa? Gak suka? Atau karena takut ketauan abis jalan sama cowok lain?” Lagi lagi Hafi menyindir pacarnya itu.

Nabila terlihat bingung dengan ucapan Hafi. “Maksud kamu apasih, Fi?”

“Gak usah sok sok bingung gak ngerti gitu deh, Bil. Saya udah liat dengan mata kepala saya sendiri kalau kamu dianterin sama cowok tadi,” jawab Hafi.

“Oh maksud kamu Raffi?”

“Oh jadi namanya Raffi?”

Nabila semakin bingung, ada apa dengan cowoknya itu. Ia terlihat sangat marah kepada Nabila. “Fi, aku bener bener gak ngerti deh, kamu kenapa sih? Kok kayaknya marah banget sama aku?”

“Ya kamu pikir aja sendiri. Saya minta break ke kamu, bukan berarti kamu bisa jalan sama cowok manapun yang kamu mau. Break itu digunain untuk intropeksi diri kita masing-masing, bukan malah selingkuh kayak tadi,” ucap Hafi yang seolah menusuk hati Nabila itu.

Hafi marah, ia tidak menyangka jika Nabila akan bermain-main di belakangnya, apalagi di saat hubungan mereka sedang di ujung tanduk. Padahal cowok itu sendiri juga bermain-main di belakang Nabila. Emang dasar cowok.

“Fi, kamu dengerin dulu penjelasan Nabila, Nabila gak selingkuh dari kamu. Yang tadi itu namanya Raffi, dia adik kelasnya Nabila, dia nganterin Nabila pulang karena dia mau ngomongin sesuatu sama Nabila. Kamu inget kan, waktu itu aku pernah cerita tentang adik kelas aku yang aku bilang mirip kamu, dan dia itu Raffi. Raffi ternyata ini sadar kalau aku sering ngeliatin dia, terus dia penasaran kenapa aku sering ngeliatin dia. Dia cuma mau ngomongin hal itu, Fi, aku bener-bener gak ada hubungan apa apa sama dia,” Nabila berusah keras menjelaskan yang terjadi sebenarnya kepada Hafi.

“Terus kamu pikir, saya percaya?” Hafi seperti sudah diselimuti amarahnya.

“Kenapa sih Fi kamu gak percaya sama aku? Aku bener-bener gak ada hubungan apa-apa sama Raffi. Kamu harus percaya sama aku, Fi,” ucap Nabila yang terus meyakinkan Hafi.

“Saya kecewa sama kamu, Bil. Kamu tau, tadinya saya ke sini karena saya mau memperbaiki hubungan kita, tapi apa yang malah saya dapet? Saya malah liat kamu dianterin sama cowok lain dan ketawa ketawa bahagia kayak tadi. Saya pikir kamu sedih karena break dari saya, tapi ternyata kamu baik baik aja tanpa saya, bahkan kayaknya kamu seneng gak ada saya, ya kan?” ujar Hafi.

Hafi, cowok itu memang hanya melihat Nabila dan Raffi dari jauh. Tanpa mengetahui apa yang mereka bicarakan, Hafi langsung menyimpulkan bahwa pacarnya itu terlihat sangat bahagia dengan cowok yang mengantarkan dia pulang itu.

Nabila tidak dapat lagi menahan air matanya, ia menangis, “Aku gak kayak gitu, Fi.”

“Udahlah saya gak mau denger apa apa lagi dari kamu. Kita tunggu aja satu minggu lagi sesuai kesepakatan,” ucap Hafi, lalu tanpa berucap apapun lagi, cowok itu pergi meninggalkan Nabila. Dia menaiki motornya dan langsung pergi begitu saja dari rumah Nabila.

Nabila tak mengejarnya ataupun menahannya, karena ia tau, saat ini Hafi sedang diselimuti oleh emosinya sendiri. Ia berpikir akan lebih baik jika ia memberikan kesempatan kepada Hafi untuk sendiri dan seperti yang diucapkan Hafi, semua diputuskan minggu depan dan saat reunian itulah, Nabila akan menjelaskan semuanya kepada Hafi dan berusaha memperbaiki hubungannya.

-----

Satu minggu kemudian.

Suasana ramai kali ini datang dari salah satu sebuah restoran cepat saji yang terletak di Jakarta Selatan.
Restoran itu diramaikan dengan kedatangan para remaja yang berkumpul untuk mengadakan reunian rutin mereka.

Nabila yang baru saja datang, langsung menghampiri teman-temannya yang sudah lebih dulu datang.

“Maaf ya, gue telat,” ucap Nabila.

“Iya Bil, gapapa kok,” balas Nita.

“Lo gak bareng Hafi, Bil?” tanya Dinda.

Nabila menggeleng dengan senyum yang terlihat dipaksakan itu.

“Masih belum baikan juga?” tanya Mela yang menebak raut wajah temannya itu.

“Rencananya sih hari ini gue bakal jelasin semuanya ke dia, dia juga kan ngasih batas waktu break  sampe hari ini,” jawab Nabila.


“Ya semoga cepet baikan deh, gak tega gue liat lu, Bil, lagi sibuk sibuknya urusan sekolah, eh ditambah masalah urusan hati. Haduh stres sih gue jadi lu,” ujar Aurel.

“Ya doain aja, gue juga capek sih sebenarnya kayak gini,” balas Nabila.

Lalu tiba-tiba Dhani menghampiri kumpulan para cewek itu.

“Bil, lo gak bareng Hafi?” tanyanya.

“Enggak Dhan, emang dia gak ngabarin lo?” Nabila berbalik tanya.

“Enggak, kemana ya itu orang, belom dateng juga, udah jam berapa ini?” ucap Dhani.

Nabila yang melihat kebingungan Dhani itu, membuatnya juga ikutan bingung. Dimana Hafi saat ini?

“Bil, itu si Hafi kan?” tanya Putri sambil menunjuk ke arah luar restoran yang terhalangi oleh kaca.

Tak hanya Nabila, kini semua mata tertuju pada apa yang ditunjuk oleh Putri. Hingga objek yang ditunjuk itu semakin jelas menunjukkan wujudnya.

Decitan pintu terbuka membuat semuanya tetap setia memandangi dua insan yang terlihat bersamaan masuk ke dalam restoran.

Dia Hafi, cowok yang sudah sedari tadi ditunggu kehadirannya oleh teman-temannya, tapi tidak dengan satu orang lagi yang berdiri tepat di samping kiri Hafi. Orang itu sama sekali tidak ditunggu kehadirannya, bahkan semua bertanya untuk apa kehadirannya di sini?

Dan apa maksud Hafi membawanya ke sini? Suasana ramai tak lagi hadir, dan kini berganti dengan hening tanpa ada yang berani mengeluarkan suara atau lebih tepatnya tidak tau harus berbicara apa.

Apakah Hafi masih waras dengan membawanya ke acara reunian ini? Sepertinya tidak.

-----

To be continued.

-----


HAFI & NABILA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang