09

509 105 10
                                    

nona.
a blessed mess.
━━━ ⸙ ━━━

rasanya, waktu merangkak begitu cepat semenjak terakhir kali aku terbaring lemah karena demam yang mendera.

aku mengingatnya sebagai paranoid tidak berkesudahan karena saat hal itu terjadi, hanya menangis meraung-raung yang dapat aku lakukan.

itu belasan tahun silam. ketika ibu menyuapi dengan sabar dan mengiming-imingi permen cokelat bila aku kembali bugar.

bagaimanapun juga, tidak mungkin aku melakukannya sekarang 'kan?

terlebih di hadapan pemuda berkacamata nan berwajah datar. itu sangat memalukan, kuakui.

maka, ketika semangkuk bubur yang terlihat hambar dan sama sekali tidak menarik itu tersaji, aku hanya dapat meratapi.

aku menyadari; aku tidak dapat lagi merengek layaknya bayi.

dan begitu suapan pertama tertelan melalui kerongkongan, aku menatap nelangsa pada akaashi. “hambar.”

“kau tahu siapa yang berhak disalahkan karena harus menelan bubur hambar 'kan?”

sang adam mengaduk pelan bubur yang setia mengepulkan asap, lalu mengangkat suapan kedua yang siap untuk berlabuh.

“hal ini tidak mungkin terjadi jika kau tidak mencoba menerobos hujan dengan konyolnya.”

“u-ugh.”

aku menatap lamat suapan ketiga, sebelum akhirnya mencicit pelan. “kautahu, keiji-kun? kau sedikit bisa mengurangi rasa rinduku pada ibu.”

akaashi tersenyum tipis. “ibumu pastilah orang penyabar.”

“sangat sabar,” ralatku.

suapan demi suapan menemani racauan pelan yang aku lakukan.

hingga dirasa lambung tidak sanggup lagi menampung, aku mengerang pelan. “aku tidak mampu lagi.”

“masih ada sekiranya empat atau lima suapan lagi, [name].”

“tidak baik jika kau memakan sesuatu secara berlebihan. lagipula, lambungku sudah memenuhi kapasitasnya.”

putaran bola mata menyusul jitakan kecil yang dilakukan berhasil membuatku mengaduh pelan.

“aku tidak menerima pembelaan apapun. ayolah, seberapa kecil lambung ayammu itu?”

ia melanjutkan. “dengar, kau tidak tahu dimana berkah nasimu berada jika kau tidak menghabiskannya, kau tidak merasa iba dengan orang di luar sana yang bahkan sulit untuk mendapat sesuap nasi?”

a-ah.

aku mengerjap pelan. sembari membuat catatan mental untuk tidak lagi mencoba menerobos hujan karena akaashi keiji bisa menjadi begitu menyebalkan.

[]

“hey, kau tidak tahu dimana berkah nasimu berada.”

terimakasih teman, untuk selalu mengatakan itu ketika aku nyaris gagal menghabiskan sepiring nasi.

konstelasi || a. keijiWhere stories live. Discover now