Day 26.

3.7K 549 45
                                    

Mark melajukan mobilnya perlahan sambil melirik Donghyuck yang sibuk melihat keluar dengan tatapan sendu. Bahkan tanpa banyak kata, Mark mampu merasakan kegalauan Donghyuck selepas ditanyai ibunya perihal momongan. Membuat kepulangan mereka dari rumah Ny. Lee malam itu dilingkupi oleh suasana muram.

"Mas mau punya anak berapa?" tanya Donghyuck tanpa mengalihkan pandangannya ke arah sang suami yang mengernyit, kesal dengan topik yang dibahasnya.

"Diem." potongnya cepat, mencoba meredakan kekhawatiran yang muncul di benaknya. Mark hanya takut Donghyuck akan memikirkan hal itu secara berlebihan. Hal sepele yang tidak seharusnya membebani pria kesayangannya itu.

"Kenapa sih Mas selalu menghindar kalau Adek tanyain?" sahutnya kesal saat mendengar respon suaminya tidak sesuai dengan ekspektasinya. Selama ini Donghyuck mengira Mark sudah cukup siap untuk memiliki anak, tapi nyatanya Mark selalu menghindar dari topik itu. Menghela napas lelah, tangan kanan Mark menggapai tangan Donghyuck, yang langsung menghempaskannya dengan kasar. Mark mencengkeram stir mobilnya akibat perlakuan Donghyuck, berusaha tidak membalasnya dengan kalimat apapun. Karena meskipun kesal, Mark tidak ingin kalimat yang keluar dari mulutnya justru akan menyakiti Donghyuck.

"Mas." panggil Donghyuck begitu mereka tiba di rumah. Bersiap mengulurkan baju ganti untuk Mark, sebelum mereka beranjak untuk tidur.

Blam.

Suara pintu yang tertutup tidak membuat Donghyuck memahami maksud kepergian Mark, meninggalkannya sendiri hingga 1 jam kemudian Mark yang tidak kunjung kembali ke dalam kamar dan memeluknya hingga tertidur, seperti yang setiap hari mereka lakukan.

"Maaf." desahnya lirih dengan suara yang tersengal, ketika mendapati sang suami masih menggunakan baju yang sama, merebahkan diri di sofa ruang tengah, dengan raut muka yang terlihat lelah. Memandanginya yang sibuk menangis tersedu.

"Berhenti dulu nangisnya, Mas gak ngerti kamu ngomong apa." Donghyuck bersusah payah mengatur napasnya sebelum kembali mengeluarkan kalimat permintaan maaf. Mata juga hidungnya memerah karena tangis yang belum berhenti. Mark terduduk di sofa yang tadi digunakannya untuk tidur, mengusap perlahan pipi memerah yang bersimbah air mata.

"Adek gak minta biar Mas gak marah. Tapi Adek jangan ditinggal bobok sendiri. Dipunggungin juga gapapa, yang penting Mas bobok di sebelah Adek. Besok dilanjut lagi marahnya." pintanya di sela-sela sesenggukan. Emosi Mark beberapa waktu yang lalu menguap tak bersisa melihat pria yang berjongkok di hadapannya mengiba. Menangkup kedua pipi Donghyuck, Mark lalu mengecupi seluruh wajah pria itu, membuat yang lebih muda buru-buru melingkarkan tangannya ke punggung Mark. Kembali mengucurkan air matanya dengan deras.

"Sudah... Sudah. Nangisnya sudah ya. Mau bobok di kamar apa di sini?" tangan Mark mengelus punggung Donghyuck yang justru semakin terisak, masih merasa bersalah dengan kalimatnya sebelumnya.

"Mau sama Mas." rengeknya. Suaranya teredam di dada Mark. Memposisikan dirinya untuk berdiri, Mark lalu menuntun Donghyuck untuk kembali ke kamar mereka. Tidak mau melepaskan Mark sedetikpun begitu mereka sudah berpelukan di atas ranjang. Masih dalam posisi Donghyuck memeluk Mark erat-erat dan menenggelamkan wajahnya di dada yang lebih tua.

"Kenapa?"

"Maafin Adek udah bikin Mas marah."

"Siapa yang bilang Mas marah?"

"Ya... Mas ngediemin Adek. Trus Mas bobok di luar, gak di kamar."

"Dek Hyuck, sayangnya Mas Mark. Mas itu bukannya marah sama kamu. Mas cuma gak mau kamu kepikiran. Setiap kali habis ketemu Mama, kamu pasti jadi murung. Pendiem. Apa-apa dipikir sendiri, gak cerita sama Mas. Makanya Mas tuh gak suka ngajak kamu ke rumah Mama." jelas Mark pelan, membiarkan Donghyuck menyelesaikan tangisnya.

"Tapi kan wajar Mama pengen punya cucu dari anaknya, Mas." bantahnya lagi, napasnya masih sesenggukan karena tangis yang belum mereda.

"Ya wajar. Yang gak wajar itu, kalau kamu trus kepikiran dan merasa harus punya anak, buat nyenengin Mama. Hidupmu itu bukan buat nyenengin orang lain. Buat apa orang lain seneng kalau kamunya stres? Kamunya sakit?" Donghyuck kembali menangis mendengar kalimat suaminya. Entah sudah berapa banyak air mata yang diproduksinya malam itu. Donghyuck juga tidak paham kenapa dirinya begitu mudah mengeluarkan air mata. Mengusak surai hitam istrinya, Mark, menundukkan kepalanya, mengecup pipi tembam Donghyuck. "Ngerti gak?"

"Iya. Maaf. Tapi kan.."

"Tidur."

"Masssss..." Donghyuck tertawa saat mendengar dengkuran pura-pura Mark karena kalimatnya.

***

Apologize to your partner sincerely [ √ ]

4 hari lagi 😚😚😚

30 Other Ways to Say I Love YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora